Masjid As-Suada
Masjid Su’ada atau lebih dikenal dengan nama Masjid Ba'angkat adalah salah satu masjid tertua di Kalimantan Selatan yang berlokasi di desa Wasah Hilir, Kecamatan Simpur, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Masjid ini didirikan oleh ulama bernama Al Allamah Syekh H. Abbas dan Al Allamah Syekh H.M. Said bin Al Allamah Syekh H. Sa’dudin pada tanggal 28 Zulhijjah 1328 Hijriah bersamaan dengan tahun 1908 Masehi. Masjid ini didirikan di atas tanah wakaf milik Mirun bin Udin dan Asmail bin Abdullah seluas 1.047,25 meter persegi. Masjid berjarak sekitar 7 kilometer dari ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kandangan. Masjid ini menjadi salah satu cagar budaya dan objek wisata rohani bagi wisatawan dari dalam dan luar daerah Kalimantan Selatan.
Masjid Su'ada | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Distrik | Simpur |
Provinsi | Kalimantan Selatan |
Lokasi | |
Lokasi | Hulu Sungai Selatan, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Banjar |
Rampung | 1908 |
Bahan bangunan | Ulin |
Sejarah
Pada tahun 1859, Syekh Abbas menelusuri sungai Wasah dan bermukim di Wasah Hilir untuk melakukan dakwah agama Islam. Ia juga menjadi sorang pejuang melawan penjajah Belanda. Di masa akhir hidupnya, Syekh Abbas berkeinginan membangun masjid megah untuk mengganti masjid kecil yang sudah ada. Ia memberikan tugas pembangunan masjid kepada keponakannya yakni Syekh Muhammad Said dari Kandangan. Pembangunan masjid kemudian dibahas bersama dengan para ulama, pemuka agama, dan tokoh masyarakat. Pembangunan masjid dimulai pertama kali pada tanggal 27 Zulhijah 1328 Hijriah atau tahun 1908 Masehi dengan mengumpulkan bahan dan peralatan.[1]
Ada suatu kejadian saat melakukan pembangunan masjid, yaitu tinggi salah satu tiang utama masjid kurang dari sekitar 10 cm, sehingga pembangunannya mengalami kesulitan namun keesokkan harinya tiang tersebut menjadi bertambah panjang sesuai kebutuhan.
Ada juga peristiwa yang dialami oleh Al Allamah Syekh H. M. Said yang merupakan salah satu pendiri masjid ini, yaitu saat angin topan bertiup kencang yang menyebabkan sebatang pohon asam yang akan menimpa rumahnya, dia mendekati pohon dan mendorong pohon tersebut seraya berdoa, sehingga angin topan yang itu berbalik arah sehingga pohon asam ini tumbang. Peristiwa lainnya yaitu, saat dia dan rombongan melakukan berpergian di antara Kalumpang dan Negara, mereka mengalami kehabisan lauk untuk makan. Namun di tengan perjalanan tiba-tiba seekor ikan besar melompat ke perahu mereka dan akhirnya mereka mempunyai ikan untuk makan bersama. Kejadian lainnya yakni rombongan tersebut pada malam hari di perahu tidak bisa tidur karena kenyamukan Namun, mereka berdoa kepada Allah SWT, dan ternyata nyamuk tersebut menghilang, sehingga semua anggota rombongan dapat tidur.
Aristektur
Bentuk bangunan induk Masjid Su’ada yakni persegi empat, bertingkat tiga, mempunyai loteng menutup gawang/puncah dan petala/petaka yang megah. Semua itu memunyai makna tertentu sebagai berikut:
- Tingkat pertama mengandung makna Syariat
- Tingkat kedua mengandung makna Thariqat
- Tingkat ketiga mengandung makna Hakikat
- Loteng mengandung makna Ma’rifat
- Petala/petaka yang megah berkilauan yang dihiasi oleh cabang-cabang yang sdang berbunga dan berbuah melambangkan kesempurnaan Ma’rifat
Referensi
- ^ Sugiyanti, dkk. (1999). Masjid Kuno Indonesia (PDF). Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. hlm. 92. ISBN 979-8250-16-8.