Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), juga dikenal sebagai Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPD), merupakan sebuah kegiatan yang umum dilaksanakan di sekolah setiap awal tahun ajaran guna menyambut kedatangan para peserta didik baru.

Masa orientasi lazim dijumpai di tingkat SMP dan SMA. Hampir seluruh sekolah negeri maupun swasta menggunakan cara itu untuk mengenalkan almamater pada peserta didik baru. Pada perguruan tinggi, kegiatan serupa dikenal dengan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (disingkat Ospek).

MPLS dijadikan sebagai ajang untuk melatih ketahanan mental, disiplin, dan mempererat tali persaudaraan. MPLS juga sering dipakai sebagai sarana perkenalan siswa terhadap lingkungan baru di sekolah tersebut. Baik itu perkenalan dengan sesama siswa baru, senior, guru, hingga karyawan lainnya di sekolah itu. Tak terkecuali pengenalan berbagai macam kegiatan yang ada dan rutin dilaksanakan di lingkungan sekolah.

Pada kebanyakan sekolah, biasanya MPLS sepenuhnya dilaksanakan oleh kelompok siswa yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dengan guru sebagai pihak pengawas, asisten dan pemantau kegiatan selama MPLS berlangsung. Di sekolah tertentu, terkadang MPLS hanya dilaksanakan oleh pihak guru dan kepala sekolah saja, baik dengan atau tanpa bantuan keterlibatan kelompok OSIS.

Pro Kontra

Dari tahun ke tahun, kegiatan ini selalu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Banyak masyarakat beranggapan bahwa kegiatan ini tidaklah perlu dan tidak penting karena hanya menjadi ajang senioritas dan perploncoan. Anggapan itu bukan tanpa dasar, beberapa kali pernah diberitakan siswa yang meninggal usai mengikuti kegiatan MOPD.[1] Terakhir, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia saat itu, Anies Baswedan melakukan inspeksi mendadak ke sebuah SMA di Kota Tangerang, Banten pada 29 Juli 2015 dan Mendikbud mendapati kegiatan yang menjurus ke perploncoan dan atribut-atribut yang tidak berkaitan dengan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).[2] Hal ini tentu sangat disayangkan. Pada akhirnya, Mendikbud menginstruksikan kepada seluruh daerah yang sedang melaksanakan MOPD untuk tidak menggunakan atribut yang berlebihan dan tidak mengadakan kegiatan yang berisi perploncoan, namun langkah ini kurang membuahkan hasil karena pada kenyataannya kegiatan semacam itu tetap berlangsung.

Akhirnya, pada 11 Juli 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Anies Baswedan secara resmi melarang kegiatan MOPD/MOS yang dilakukan oleh pelajar, karena rawan terjadi aksi plonco maupun kekerasan yang dilakukan senior terhadap siswa baru.[3] Meskipun demikian, kegiatan pengenalan di sekolah tetap dilakukan oleh para guru dan dilakukan saat jam belajar.[4] Sebagai gantinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 yang berisi tentang tata cara pelaksanaan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah yang menghilangkan stigma negatif tentang pelaksanaan masa orientasi siswa yang terjadi saat ini. Di dalam Permendikbud tersebut, tidak boleh lagi diadakan kegiatan yang berisi atau menjurus kepada perploncoan atau kegiatan lain yang merugikan peserta didik baru. Selanjutnya, yang bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan ini adalah kepala sekolah. Apabila ditemukan pelanggaran-pelanggaran, maka sanksi yang diberikan mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bahkan, apabila pelanggaran sangatlah berat, kepala sekolah terancam dicopot dan siswa yang melakukan didrop out dari sekolah.[5]

Batasan

Contoh atribut yang dilarang dalam pelaksanaan Orientasi pelajar setelah adanya Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016:

  1. Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya.
  2. Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris, dan sejenisnya.
  3. Aksesoris di kepala yang tidak wajar.
  4. Alas kaki yang tidak wajar.
  5. Papan nama yang berbentuk rumit dan menyulitkan dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat.
  6. Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Contoh aktivitas yang dilarang dalam Orientasi pelajar setelah adanya Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016:

  1. Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu.
  2. Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat (menghitung nasi, gula, semut, dsb).
  3. Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru.
  4. Memberikan hukuman kepada siswa baru yang tidak mendidik seperti menyiramkan air serta hukuman yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan.
  5. Memberikan tugas yang tidak masuk akal seperti berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta membawa barang yang sudah tidak diproduksi kembali.
  6. Aktivitas lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.

Tujuan

Mengacu pada Permendikbud nomor 18 tahun 2016, tujuan Orientasi pelajar adalah:

  1. Mengenali potensi diri siswa baru;
  2. Membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah;
  3. Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru;
  4. Mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya;
  5. Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.


Referensi

Pranala luar