Gedongarum, Kanor, Bojonegoro

desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
Revisi sejak 29 Desember 2022 03.32 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (clean up, removed stub tag)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)


Gedongarum adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Sebagai desa yang berada di tepi Bengawan Solo, Gedongarum rawan banjir.

Gedongarum
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenBojonegoro
KecamatanKanor
Kode pos
62193
Kode Kemendagri35.22.11.2018 Edit nilai pada Wikidata
Luas5 km²
Jumlah penduduk2500 jiwa
Kepadatan250 jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°4′57″S 112°3′26″E / 7.08250°S 112.05722°E / -7.08250; 112.05722

Desa ini berada di bibir sungai Bengawan Solo yang membatasi Kabupaten Bojonegoro dengan Kabupaten Tuban. Kepala desanya saat ini bernama Purwanto putera Abu Zen. Lurah sebelumnya bernama:

1. Suherman ( 2007 -2019 ).

2. Sudarno (1998-2006)

3. Soetomo (1974-1994)

4. Darmoleksono (1943-1973)

Darmoleksono is the chief of Kampong Gedongarum, Kanor District, Bojonegoro Regency

5. Usup Kartohamidjojo (1908-1943)

6. Mbah Lurah yang tidak diketahui namanya.

Pada tahun 1980-an masyarakat di desa-desa di bagian utara Kecamatan Kanor mempunyai tiga siklus musim tanam. Dimulai dari musim hujan dengan menanam padi, musim kemarau menanam tembakau, dan musim pancaroba dengan menanam jagung. Tetapi saat ini siklus itu menjadi musim padi, padi, dan padi lagi karena efek dari sistem irigasi pompanisasi yaitu LPPD JAYA TIRTA

Salah satu yang unik dari desa ini adalah bahwa Kepala Desa dapat dikatakan tidak mendapat gaji dari pemerintah pusat. Kalaupun mendapatkan hanya sebatas tunjangan setara UMR. Akan tetapi desa ini memiliki tanah desa yang luas yang diberikan hak pengelolaannya kepada Kepala Desa terpilih. Hasil bercocok tanam di tanah yang dinamai bengkok ini dapat mencapai hasil bersih 150 juta. Dalam satu tahun setidaknya mendapatkan 2 kali masa panen. Setiap ada pergantian kepala desa baru maka akan banyak diperebutkan dengan cara membeli suara atau istilahnya BOM-BOMAN siapa yang banyak uang dialah yang menjadi Kepala Desa.

Desa Gedongarum terdiri atas dua dusun yaitu Dusun Dondong dan Dusun Gebang. Dahulu kala kedua dusun memiliki karakteristik pembeda yang cukup jelas. Dusun Gebang identik dengan kaum santri karena Masjid Desa ada di dusun ini, sedangkan dusun Dondong identik dengan masyarakat tradisional jawa non-santri. Tahun 1980-an sangat jarang (bahkan tidak pernah) ditemukan ada pagelaran Tayub atau Tandak (Hedon tradisional) di dukuh Gebang, sebaliknya sering ada pengajian karena stereotip sebagai dusun santri. Lain halnya di dusun Dondong, pagelaran Tayub adalah puncak hiburan buat pemuda-pemudanya. Ketika seorang pemuda ketiban sampur yang artinya menerima selendang dari sindir atau yang punya acara maka pemuda tersebut wajib untuk ikut menari bersama sindir di sebuah pagelaran Tayub. Kalau pemuda kota ber-ajojing di diskotek, maka pemuda dusun Dondong ber-ajojing di pagelaran Tayub bersama para sindir. Saat ini dusun Gebang dipimpin oleh seorang Kepala Dusun, yang sedang menjabat bernama Purwadi. Demikian pula dusun Dondong saat ini dipimpin seorang kepala dusun yang sedang menjabat bernama Jurikah.

Ada sebuah tempat di desa Gedongarum yang bernama Ndakdem. Tempat ini berupa kumpulan pepohonan di tengah persawahan. Setiap tahun sehabis panen masyarakat Gedongarum berkumpul dalam rangka sedekah bumi di tempat ini. Bahasa lokal menyebut aktivitas sedekah bumi sebagai Manganan.

Listrik masuk ke desa Gedongarum pada tahun 1997. Sebelum ada listrik penerangan kalau malam hari menggunakan lampu ublik, teplok, dan atau petromax. Alat-alat elektronik seperti radio, televisi, dan tape menggunakan listrik dari Battery (Accu / Aki).

Tokoh yang namanya cukup menonjol yang dilahirkan oleh desa ini salah satunya adalah Lisman. Namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Kota Bojonegoro. Jenazahnya tenang beristirahat di Taman Makam Pahlawan Kota Bojonegoro. Siapakah Lisman? Lisman adalah putra dari mantan lurah desa Gedongarum Usup Kartohamidjojo. Pada masa Revolusi Fisik Agresi Militer Belanda 1, Lisman yang saat itu masih bersekolah setingkat SMA bergabung dengan Tentara Repoeblik Indonesia Pelajar. Daerah gerilyanya di jalan-jalan diantara Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Hingga suatu ketika sebuah patroli militer Belanda dari arah Bojonegoro dihadang oleh gerilyawan Tentara Repoeblik Indonesia Pelajar di daerah Rengel Tuban. Di luar dugaan militer Belanda cukup kuat dan mampu untuk menyerang balik diantaranya dengan menembakkan mortar ke arah posisi-posisi gerilyawan. Salah satu pecahan mortar mengenai Lisman dan seorang kawannya. Mereka gugur sebagai Kusuma Bangsa. Jenazahnya sempat dikubur tak jauh dari lokasi gugurnya, kemudian untuk menghargai jasanya pemerintah memindahkan jenazahnya ke Taman Makam Pahlawan Kota Bojonegoro. Desa Gedongarum telah memberikan putra terbaiknya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Perbatasan

Utara Kabupaten Tuban
Timur Desa Kedungprimpen
Selatan Desa Temu
Barat Desa Pilang

|atas=Desa Kedungprimpen }}