Pulau Laut
Pulau Laut adalah sebuah pulau di kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kesultanan Banjar menamakannya Laut-Pulo,[1] sebagai daerah yang berlawanan arah dengan Laut-Darat (Tanah Laut). Di pulau Laut terdapat kota Kotabaru yang merupakan ibu kota kabupaten Kotabaru. Gunung yang terdapat di pulau ini adalah Gunung Bamega. Dahulu pulau ini merupakan sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Pulau Laut (Poelau Laoet) atau Kerajaan Sigam.
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 3°40′50″S 106°9′49″E / 3.68056°S 106.16361°E |
Kepulauan | Kepulauan Sunda Besar |
Luas | 1.873 km2 |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Kalimantan Selatan |
Kota terbesar | Kotabaru |
Kependudukan | |
Penduduk | 127.665 jiwa |
Pulau Laut adalah sebuah pulau terbesar di sekitar pulau Kalimantan, terletak di pesisir timur atau tepatnya di bagian tenggara pulau Kalimantan. Untuk ukuran Indonesia pulau ini merupakan pulau kecil karena dalam peta Indonesia hampir tidak terlihat, secara administratif memiliki 6 buah kecamatan dan 74 desa dan 4 kelurahan yang di dalamnya terdapat Ibu kota kabupaten Kotabaru tepatnya di bagian utara Pulau Laut.
Pulau laut merupakan penyangga abrasi pantai daratan dari sisi pesisir wilayah tenggara pulau besar Kalimantan. Dengan demikian, Pulau Laut turut memberikan kontribusi terhadap keberadaan gigis garis pantai di wilayah Pulau Kalimantan dari sisi sebelah tenggara.
Administratif
Secara administratif pulau ini terbagi menjadi 6 kecamatan yaitu:
- Pulau Laut Utara, Kotabaru
- Pulau Laut Tengah, Kotabaru
- Pulau Laut Selatan, Kotabaru
- Pulau Laut Barat, Kotabaru
- Pulau Laut Timur, Kotabaru
- Pulau Laut Kepulauan, Kotabaru
Dari data tahun 2005 jumlah penduduk di Pulau Laut berjumlah 127.665 jiwa atau separuh lebih dari total seluruh jumlah penduduk Kabupaten Kotabaru yang berjumlah 256.946 jiwa yang tersebar di 20 kecamatan.
Sejarah
Kesultanan Banjar
Laut Pulau atau Pulau Laut merupakan salah satu daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Raja Banjarmasin pertama disebutkan dalam Hikayat Banjar.[2]
Hikayat Banjar menyebutkan:
Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[3]
landschappen
Daerah Kalimantan Tenggara terdiri 3 landschappen:[4]
- Pulau Laut, terdiri Distrik Pulau Laut Utara dan Distrik Pulau Laut Selatan
- Pegatan, terdiri Distrik Pagatan, Distrik Batulicin, Distrik Kusan
- Cantung Sampanahan
Neo-landschap (Stb. 1947 Nomor 3)
Daerah Kalimantan Tenggara merupakan penggabungan 3 Neo-landschap (Stb. 1947 Nomor 3):
- Dewan Pulau Laut, terdiri Distrik Pulau Laut Utara dan Distrik Pulau Laut Selatan
- Dewan Pagatan, terdiri Distrik Pagatan, Distrik Batulicin, Distrik Kusan
- Dewan Cantung Sampanahan
Kontrak Perjanjian Karang Intan I tanggal 1 Januari 1817 (12 Sjafar 1232 H) Besluit 29 April 1818, No. 4
CONTRACT MET DE SULTAN BANDJERMASIN 1 Januari 1817 (12 Sjafar 1232 H) Besluit 29 April 1818, No. 4.
" Tuan Sultan kasih sama radja Wolanda itu Pulau Lodji Tatas dan benteng2 Kuin dan negeri Dajak Besar Ketjil dan negeri Mendawai dan negeri Sampit dan negeri Kuta Waringin dan negeri Sintang dan negeri Lawei dan negeri Djelai dan negeri Bakumpai dan negeri Tabanio dan negeri Pegatan sama Pulau Laut dan negeri Pasir dan negeri Kutei dan negeri Barau sama dia punja rantauan."
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 5 per tanggal 1 Januari 1817 (12 Safar 1232 H)/ Besluit 29 April 1818, No. 4.[5]
Dalam Kontrak Perjanjian Karang Intan I pada tanggal 1 Januari 1817 bertepatan 12 Safar 1232 Hijriyah (Besluit 29 April 1818, No. 4), Raja Banjar Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh menyerahkan kembali wilayah Pulau Laut kepada Hindia Belanda yang diwakili Residen Aernout van Boekholzt.[5]
Kontrak Perjanjian Karang Intan II tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H)
Dalam Kontrak Perjanjian per tanggal 13 September 1823 M bertepatan 7 Muharam 1239 Hijriyah (Besluit 29 September 1826 No. 10.), pada masa kekuasaan Raja Banjar Paduka Sri Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh menyerahkan wilayah Pulau Laut kepada Hindia Belanda. Perjanjian ini disahkan oleh Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.
" Perkara lima dan kontrak lama dibuang tiada boleh pakai lagi melainkan dipakai bagaimana ganti dibawah ini. Paduka Sri Sultan salinkan kepada radja Holanda jang masjhur antero Pulau Tatas dan Kween sampai disubarang kiri Antasan Ketjil lagi tanah Lawai dan Djelai dan Sintang dan Tabonio dan Pagatan dan Pulau Laut dan Kota Waringin dan Pasir dan Kutai dan Berau dengan semuanja dia punja rantauan2 adanja. Dan lagi Tuan Sultan salinkan begitu djuga separo dari Tanah Pembuang dan Mendawai dan Sampit dan Dajak-besar dan Dajak ketjil dan Bakumpai dan Dusun adanja. Tetapi lagi geburmin salinkan kepada tuan Sultan separo dari tanah semuanja jang geburmin sudah ambil dengan paduka Sri Sultan punja bermintaan dari tangan tuan Hire jang punja dahulu namanja Maluka dan Laut Kuru dan Liang Anggang dengan dia punja rantauan semuanja sampai di Tandjung Selatan dan disebelah timur sampai antara pegangan Pagatan dan Pasir adanja."
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Sulaiman al-Mu'tamid 'Alâ Allâh, pasal 2 per tanggal 13 September 1823 M (7 Muharam 1239 H)/ Besluit 29 April 1818, No. 4.[5]
Kontrak Perjanjian Tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)
" Sri Paduka Sultan Adam salinkan kepada radja dari Nederland segala negeri jang tersebut dibawah ini: Pulau Tatas dan Kuin sampai di subarang kiri Antasan Ketjil dan pulau Burung mulai dari kuala Bandjar subarang kanan sampai di Pantuil dan di Pantuil subarang pulau Tatas lantas ke timur Rantau Kuliling dengan segala sungai2nja Kelajan Ketjil Kelajan Besar dan kampung jang di subarang pulau Tatas sampai di sungai Messa di ulu kampung Tjina lantas ke darat sampai di sungai Baru sampai di sungai Lumbah dan pulau Bakumpai mulai dari kuala Bandjar subarang kiri mudik sampai di kuala Andjaman di kiri milir sampai kuala Lopak dan segala tanah Dusun semuanja desa2 kiri kanan mudik ka ulu mulai Mengkatip sampai terus negeri Siang dan di ilir sampai di kuala Marabahan dan tanah Dajak Besar Ketjil dengan semuanja desa2nja kiri kanan mulai di kuala Dajak mudik ka ulu sampai terus ke ilir sungai Dajak dengan segala tanah di daratan jang takluk padanja dan tanah Mendawai Sampit Pembuang semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja dan tanah Kutaringin Sintang Lawey Djelei semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja. Dan Taboniou dan segala tanah Laut sampai di Tandjung Silatan dan ke timur sampai watas dengan Pagatan dan ka oetara sampai di kuala Maluka mudik sungai Maluka Selingsing Lijang Anggang Banju Irang lantas ke timur sampai di gunung Pamaton sampai watas dengan tanah Pagatan dan negeri jang di pasisir timur Pagatan Pulau Laut Batu Litjin Pasir Kutai Barau semuanja dengan tanah2 jang takluk padanja".
— CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN Sultan Adam al-Wäthiq billäh, pasal 4, tanggal 4 Mei 1826 (26 Ramadan 1241 H)/ Besluit 29 September 1826 No. 10.[5]
Dalam Kontrak Perjanjian per tanggal 4 Mei 1826 bertepatan 26 Ramadan 1241 Hijriyah (Besluit 29 September 1826 No. 10.), pada masa kekuasaan Raja Banjar Paduka Sri Sultan Adam al-Wäthiq billäh menyerahkan wilayah Pulau Laut kepada Hindia Belanda. Kontrak ini kemudian disahkan oleh De Kommissaris Generaal van Nederlandsch Indie Leonard Pierre Joseph du Bus de Gisignies pada tanggal 26 September 1826.[5]
Ekonomi
Catatan kaki
- ^ (Inggris) John Crawfurd, A descriptive dictionary of the Indian islands & adjacent countries, Bradbury & Evans, 1856
- ^ (Indonesia) Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. hlm. 86. ISBN 9794074098. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11. Diakses tanggal 2014-02-17. ISBN 978-979-407-409-1
- ^ (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.ISBN 983-62-1240-X
- ^ (Indonesia) Indonesia. Departemen Agama (1950). Pertelaan Konperensi Kementerian, Departemen, Djawatan Agama seluruh Indonesia, diadakan di Jogjakarta tg. 14-18 April 1950, Volume 3-4. Indonesia: Departemen Agama. hlm. 449.
- ^ a b c d e Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 158.