Kerajaan Sungai Pagu
Kerajaan Sungai Pagu adalah sebuah kerajaan yang didirikan beragama Islam pada tahun 1301 Masehi di daerah Solok Selatan sekarang[1]. Pada dekade kedua islamisasi abad ke-16 masehi dibawa oleh Muslim Gujarat dan Minangkabau, dobin menunjukan bahwa semua petinggi beserta jajaran bawah pelabuhan kala itu sudah beragamakan Islam. Lengkapnya nama kerajaan ini adalah Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu.
Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu berpusat di Pasir Talang (Solok Selatan) dan daerah rantaunya yaitu Bandar Sepuluh. Kerajaan ini membentang dari Surian hingga rantau XII Koto (Sangir).
Sekarang ini pemangku jabatan raja Kerajaan Sungai Pagu sedang vakum pasca wafatnya almarhum Zulkarnain Daulat Yang Dipertuan Bagindo Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah, yang pernah mengadakan pertemuan dengan pemangku jabatan raja Kerajaan Pagaruyung yaitu H. Sultan Muhammad Taufik Thaib, SH Daulat Yang Dipertuan Tuanku Mudo Mahkota Alam Minangkabau[2][3]. Pagaruyung adalah Nagari yang terletak di ambang Batusangkar, ibu kota Kabupaten Tanah Datar saat ini di Sumatra Barat. Dari sumber tambo, nagari pagaruyung ini zaman dulu ibu kota dari Kerajaan Pagaruyung yang disebut Kerajaan Jambu Lipo (Bukit Jambu). Asal muasal nama Jambu Lipo dari Jan bu lupo yang artinya "Jangan Ibu Lupa" Kerajaan Jambu Lipo ini didirikan pada 20 Rajab 288 Hijriyah dengan beragamakan Islam kala itu.
Sejarah
Dahulu Alam Surambi Sungai Pagu bernama Kualo Banda Lakun (Kuala Bandar Lakun). Daerah ini ditempati oleh dua keluarga leluhur yaitu Inyiek Samiek, Inyiek Samilu Aie, dan dubalang Inyiek Sikok Marajolelo di Batang Marinteh Mudiak yang berasal dari Jambi dan Palembang, tepatnya Tebo dan Sungai Musi, salah seorangnya berasal dari Pasimpai (antara Jujuan dan Batang Hari), dia bertiga itulah yang disebut nenek moyang Orang Pauh Duo Yang Bertiga.
Penduduk asli Kualo Banda Lakun terdiri dari empat suku pertama yang disebut: Si Tatok, Si Tarahan, Si Anya, Si Pilihan. Merekalah gelombang pertama yang menghuni wilayah Kualo Banda Lakun sebelum kedatangan gelombang-gelombang pendatang berikutnya. Mereka berasal dari bangsa Melayu Tua.
Nenek moyang yang ikut berpindah adalah:
- Niniak Nan Kawi Majo Ano Sadewano (Majawana, Sadewana)
- Niniak Ramang Hitam
- Niniak Ramang Putiah
- Niniak Ratu Sarek
- Niniak Indalan
- Niniak Kumbo
- Niniak Ba’ani
- Niniak Candai Halui
Empat orang terakhir yang mempunyai keturunan dan menjadi nenek moyang yang menurunkan suku Malayu Empat Ninik.
Mereka menempuh rute perjalan ke Sungai Singkut, Batang Tebo, Batang Jujuan, Sungai Batang Hari, Batang Suliti, Batang Bangko. Mereka membentuk nagari yang pertama yaitu Nagari Pasir Talang. Perjalanan diteruskan ke Sungai Manau.
Nenek dari Tanjuang Bungo (Pagaruyung)
Mereka melewati wilayah Kubung Tiga Belas atau Solok sekarang, Batang Bangkaweh, Dindiang Koto Tinggi, Sariak Alahan Tigo, Gumanti Sasapan Bungo, Bukit Bakeh. Salah seorang dari mereka meninggal di Bukit Sipadeh Tingga, kecamatan Pantai Cermin sekarang. Inyiak Syamsudin Sadewano dikalahkan oleh rival politiknya dan melarikan diri ke Ampiang Parak (Surantih, Pesisir Selatan) yang waktu itu termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Inderapura. Semenjak kepergiannya Sungai Pagu dilanda krisis ekonomi karena selalu gagal panen. Maka dikirimlah seorang utusan yang bernama Datuk Sutan Mamat ke Bandar Sepuluh untuk menjemput Bagindo Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah untuk diangkat menjadi Raja di Alam Surambi Sungai Pagu. Semenjak itu Bandar Sepuluh menjadi rantau bagi kerajaan ini..
Batas wilyah
Alam Surambi Sungai Pagu meliputi
- dari Balun Batu Ilie,
- lalu ke Languang dan Koto Baru,
- sampai ke Pauh Duo nan Batigo, Batang Marinteh Mudiak,
- lalu ke Sako Luhak Nan Tujuh, sampai ke Pesisir Banda nan Sepuluh,
- kalang Hulu Salido tumpuan Aie Haji.
Luhak Nan Tujuh
- Sungai Durian
- Sungai Talu
- Sawah Siluak
- Lolo/Alai
- Mudiak Lawe
- Sipotu
- Sungai Cangkar
Banda nan Sepuluh
Banda Sepuluh merupakan wilayah ekpansi dari Kerajaan Sungai Pagu, yang semuanya merupakan wilayah Kabupaten Pesisir Selatan sekarang dan pernah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Inderapura sebelumnya.
Yang termasuk wilayah Bandar Sepuluh adalah:
- Aie Haji
- Sungai Tunu
- Palangai
- Punggasan
- Lakitan
- Kambang
- Ampiang Parak
- Surantiah
- Batang Kapeh
- Bungo Pasang
Daerah jajahan
Pada waktu zaman Niniak Sutan Parendangan, Bagombak Putiah Bajangguik Merah, daerah jajahannya meliputi
- Kisaran Camin Tolam,
- Duo Baleh Koto,
- Koto Ubi (Ranah Lubuk Besar),
- Koto Hilalang
- Batu Angik Batu Kangkung,
- Batang Asai,
- Rejang Bengkulu
- Gunuang Medan
- Lubuak Pinang Lako
- Lubuak Pinang Malam,
- Talao Aie Sirah.
Asal usul penduduk
Penduduk Alam Surambi Sungai Pagu adalah suku Minangkabau yang termasuk kedalam Ras Melayu. Mereka pergi ke Sungai Pagu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
Gelombang pertama
Gelombang pertama tidak diceritakan dari mana datangnya, jalan mana yang ditempuhnya, kelompok penduduk ini disebut Sitatok-Sitarahan-Sianya-Sipilihan (Melayu Tua). Sungai Pagu mereka namakan Banda Lakun, wilayah yang dihuninya adalah: Taratak Paneh, Taratak Baru, Taratak Bukareh (Kanagarian Alam Pauh Duo), Gaduang dan Balun.
Gelombang kedua
Gelombang kedua datang dari daerah antara Sungai Musi dan Batang Hari (Melayu Muda), datang ke Alam Surambi Sungai Pagu dari arah hilir memudiki Batang Hari. Kelompok ini belum memiliki suku dan mendirikan sebuah kerajaan dengan Raja yang bergelar “Bagombak Putiah Bajangguik Merah” tiga kali berturut-turut yang bermukim di Koto Tuo, Banuaran (Alam Pauh Duo), yaitu:
- Niniak Nan Kawi Majoano
- Niniek Duano Gaja Gilo
- Niniak Parendangan
Wilayah Kerajaan ini meiputi; Kisaran Camin Tolam ke Rantau 12 Koto, Koto Ubi, Koto Hilalang, Langkok Kadok Langkok Jarang, Batu Angek Batu Kangkuang, sampai ka Limun Batang Asai, lapeh ke Rejang Lebong-Bengkulu, tahantak ka Gunuang Medan, manyisir ka Lubuak Pinang Lako, sarato Lubuak Pinang Malam, lalu ka Talao Aia Sirah.
Gelombang ketiga
Gelombang ketiga datang dari Pagaruyung, datang ke Sungai Pagu dari arah Hulu Batang Suliti. Di mana kelompok penduduk inilah berdirinya Alam Surambi Sungai Pagu, wilayahnya meliputi dari Balun Batu Hilir, terus ke Languang dan Koto Baru, sampai ke batang Marinteh Mudiak (Alam Pauah Duo), terus ke Sako Luhak nan Tujuh, serambinya di Pesisir Bandar Sepuluh, rantaunya Dua Belas Koto.
Struktur pemerintahan dan persukuan
Pemerintahan kerajaan terdiri dari empat posisi raja yang berbeda masing-masing kewenangannya. Raja dijuluki sebagai Daulat Yang Dipertuan Bagindo Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah (Rajo Alam). Ia didampingi oleh Tuanku Rajo Bagindo (masalah adat, tambo dan ekonomi), Tuanku Rajo Malenggang (pajak) dan Tuanku Rajo Batuah (masalah agama dan pertambangan).
Struktur suku di kerajaan sebagai berikut:
- Suku Malayu
- Suku Panai
- Suku Tigo Lareh Bakapanjangan (Suku Nan Tigo Lareh)
- Suku Kampai
Suku Malayu
Suku Malayu ini berasal dari 4 ninik dari Ninik nan salapan. Juga 17 ninik dari ninik 59 (kurang aso 60). Balahan (unit kelompok sosial) sukunya:
- Suku Malayu Ampek Paruik,
- Suku Bariang Ampek paruik,
- Suku Koto kaciak Ampek Paruik dan
- Suku Durian Limo Ruang.
Suku melayu ini menjadi basis Raja Daulat Yang Dipertuan Bagindo Sutan Besar Tuangku Rajo Disambah. Kebesarannya (Hasmurdi, 2000)sebagai payung sakaki tombak sabatang, payung panji KASSP. Penghulu induknya 17 sultan dari nan 59 dengan puluhan datuk pecahannya yang mempunyai hak kebulatan untuk rajo nan-4.
Suku Panai
Suku Panai di antaranya turun dari 3 ibu dan nan-59. Dalam pengembangannya memiliki balahan suku
- Suku Panai Tanjung
- Suku Panai Tangah,
- Suku Panai Lundang.
Pada suku ini berbasis Tuanku Rajo Batuah, dengan kebesarannya “tabung baparuik dan mamagang cupak usali yaitu syarak basandi kitabullah”. Penghulu induknya 3 sultan dari nan-59 dengan belasan datuk pecahannya yang punya hak kebulatan untuk rajo nan-4.
Suku Tigo Lareh bakapanjangan (Suku Nan Tigo Lareh)
Suku ini di antaranya turun dari 15 ibu dari ninik 59. Pecahan sukunya
- Suku Sikumbang Ampek Ibu,
- Suku Caniago nan Anam,
- Suku Jambak nan Limo,
- suku Balai Mansiang Ampek Piak dan
- Suku Koto Tigo Ibu.
Marsadis Dt St. Mamat (1980) untuk dua suku terakhir disebut turunan inyiak Talawi dan Inyiak Perpatih nan Sabatang. Suku ini basis rajo: Tuanku Rajo Malenggang. Penghulu induknya 15 sultan dari ninik 59 dan puluhan datuk yang mempunyai hak kebulatan untuk raja nan-4.
Suku ini di antaranya turunyan dari 24 dari ninik 59. Pecahan sukunya:
- Suku Bendang nan Ampek
- Suku Kampai Tangah Nyiur Gading nan Salapan
- Suku Kampai Air Angek nan-5, dan
- Suku Kampai Sawah Laweh nan Tujuah
Suku Kampai ini berbasis rajo adat: Tuanku Rajo Bagindo dengan kebedaran “kain langko puris/ pemegangkitab tambo alam /pemegang adat jo limbago”. Sekarang ialah Bustam Dt. Sj Bagindo. Penghulu induknya 24 dari ninik 59 dengan puluhan datuk yang memiliki hak kebulatan untuk raja nan-4.
Gelar Tuanku Rajo Bagindo, Rajo nan-4 di dalam Kelarasan Sungai Pagu (Kecamatan Sungai Pagu dan XII Koto, Keresidenan Padang Darat) pernah mendapat pengakuan kebesaran tuan Gubernur dan dihormati dengan dibebaskan dari kewajiban rodi (Kutipan SK. Tuan Gub. SB di Padang; n. 564 tanggal 17 September 1888). Para penghulu-penghulu KASSP dalam sukunya mempunyai hak kebulatan untuk memperkuat posisi dan peranan rajo nan-4. Penghulu-penghulu dapat memperkuat kedudukan raja yang berbasisi sukunya maupun raja nan-4 sesuai dngan kapasitas dan fungsinya yakni ada sebagai (1) sandi, (2)urang gadang, (3) manti, (4) jorong, (5) ampang limo,(6) hulu balang, (7) juaro, (8) kadhi, (9) urang tuo, (10) kehakiman dan, (11) khalifah. http://www.facebook.com/pages/Komunitas-Suku-Kampai-Minangkabau-Sumatra-Barat-Indonesia-Sedunia/344984928847917?sk=app_208195102528120
Hubungan dengan Minangkabau dan kerajaan Pagaruyung
Adat di kerajaan ini agak sedikit berbeda dengan kebudayaan di Minangkabau secara umum atau di kerajaan Pagaruyung secara khusus sehingga ia dikenal sebagai ”ikua darek kapalo rantau” (ujung bagi wilayah Luhak, kepala bagi wilayah rantau Minangkabau).
Hubungan dengan Kesultanan Inderapura
Sebagian besar wilayah yang merupakan rantau orang Sungai Pagu yang disebut Bandar Sepuluh menjadi bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan Inderapura yang sekarang berada dalam pemerintahan Pesisir Selatan. Ada ungkapan yang menyatakan hubungan Kerajaan Sungai Pagu dengan kerajaan lain sebagai berikut:
- Berembun ke Batang Hari
- Bertampuk ke Bukit Gombak
- Bertangkai ke Jambu Lipo
- Bersayap ke Indragiri
- Bersirip ke Indropuro
Masuknya agama Islam
Peninggalan sejarah semasa awal masuk Islam di Minangkabau Sumatra Barat pada abad ke-7 masehi seperti Masjid Kurang Aso 60 di Pasir Talang yang dibangun pada abad XVI dan Masjid lama nurul huda serta surau Menara di Koto Baru .
Peninggalan Sejarah
- rumah gadang dengan beragam model
- Istana Puti Sigintir,
- Istana Tuangku Rajo Malenggang dan Rajo Putiah di Pasir Talang dan
- Istana Tuanku Rajo Bagindo di Balun
- masjid 60 kurang Aso
Lihat pula
Referensi
- Tambo Alam Surambi Sungai Pagu, IKASUPA Jakarta 2004
- Kutipan SK. Tuan Gub. SB di Padang; n. 564 tanggal 17 September 1888
- Marsadis Dt. St. Mamat (1980),
- Hasmurdi (2000),
- Mudjadid (1999),
- IKASUPA (2003)