Muara Teweh

ibu kota Kabupaten Barito Utara, Indonesia
Revisi sejak 29 September 2021 13.04 oleh Herryz (bicara | kontrib) (Suntingan 2001:448A:2082:151D:A005:DD79:CEA1:CC22 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Alamnirvana)

Muara Teweh (disingkat: MTW[1]) adalah sebuah kawasan yang terletak di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, yang merupakan ibu kota dari kabupaten Barito Utara. Wilayah ini berada di kecamatan Teweh Tengah. Wilayah cakupan Muara Teweh adalah kelurahan Lanjas dan kelurahan Melayu.

Muara Teweh
Balai Basarah, rumah ibadah umat Hindu Kaharingan di Muara Teweh
Balai Basarah, rumah ibadah umat Hindu Kaharingan di Muara Teweh
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Tengah
KabupatenBarito Utara
KecamatanTeweh Tengah
Luas
 • Total60,76 km2 (23,46 sq mi)
Populasi
 (2021)
 • Total46.441
 • Kepadatan764/km2 (1,980/sq mi)

Pertambangan batu bara dan emas serta perkebunan kelapa sawit, rotan dan karet merupakan produk andalan dari Kabupaten Barito Utara.

Asal usul nama Muara Teweh

 
Rumah di pinggir sungai Muara Teweh
  • Kota Muara Teweh dan Tanah Dusun merupakan tempat utama perkebunan lada Sultan Sepuh dari Banjar, nama Muara Teweh berasal dari bahasa Banjar Kuala, yaitu muara.[2]
  • Dalam komunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei = Tumbang, Muara; Tiwei = Ikan Seluang Tiwei).
  • Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini = Muara Musini).
  • Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei = Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei).yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh.
  • Pada komunitas dayak Tewoyan di kecamatan Teweh Timur, kecamatan Gunung Purei, Oleng Tiwei (Muara Teweh)

Sejarah

 
Etnis Dayak di Muara Teweh di awal abad ke-20

Di kota Muara Teweh pernah terdapat benteng peninggalan Belanda. Lokasinya dahulu terletak pada lokasi Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Barito Utara yang sekarang. Sebagai ibu kota Kabupaten, hingga sekitar menjelang tahun 1962 masih belum terdapat kendaraan roda empat di kota ini. Transportasi darat di dalam kota biasanya dilakukan dengan menggunakan sepeda roda dua sebagai alternatif berjalan kaki.

Sedangkan hubungan transportasi dengan kota-kota lain di sekitarnya, umumnya dengan memanfaatkan transportasi sungai, melalui sungai Barito. Di pinggiran sungai Barito ini dapat pula terlihat rumah-rumah apung yang dalam bahasa setempat disebut rumah lanting. Kendaraan roda 4 baru masuk di kota ini sekitar tahun 1962, dimulai dengan hadirnya 1 buah mobil jeep (Gaz) dan 1 buah truck, kendaraan dinas yang dimiliki oleh militer. Dan di dekat teluk mati ada kapal onrush milik belanda pernah tenggelam di teluk itu.

Demografi

Suku dan Bahasa

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, suku bangsa yang terdapat di Kalimantan Tengah sangat beragam dari 2.205.700 jiwa penduduk, yakni suku asal Kalimantan di luar Dayak 588.650 jiwa (26,69%), Jawa 478.434 jiwa (21,69%), Banjar 464.260 jiwa (21,05%), Dayak 450.682 jiwa (20,43%), Melayu 86.322 (3,91%), Madura 42.668 jiwa (1,93%), Sunda 28.565 jiwa (1,30%), Batak 12.324 jiwa (0,56%) dan suku lainnya 2,44%.[3] Suku atau penduduk asli Barito Utara adalah suku Dayak Bakumpai dan Dayak Taboyan atau disebut juga Dayak Tawoyan. Bahasa yang digunakan, selaian bahasa resmi nasional bahasa Indonesia, keseharian penduduk juga memakai bahasa Dayak dialek Barito Utara.[3]

Agama

Tahun 2021, jumlah penduduk Muara Teweh yang mencakup kelurahan Lanjas dan Melayu, sebanyak 46.441 jiwa, dengan kepadatan 764 jiwa/km². Adapun persentasi penduduk Muara Teweh berdasarkan agama yang dianut, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri 2021, yakni pemeluk agama Islam 88,60%, kemudian Kekristenan sebanyak 10,62%, dengan rincian Protestan 8,28% dan Katolik 2,34%. Kemudian yang beragama Hindu, khususnya Kaharingan sebanyak 0,68%, Buddha 0,08% dan lainnya 0,02%.[4]

Transportasi

Referensi