Titik panas keanekaragaman hayati

Revisi sejak 17 Oktober 2021 15.24 oleh Erdemaju (bicara | kontrib) (Menambahkan sub judul artikel "referensi".)

Titik panas keanekaragaman hayati adalah sebuah konsep yang dicetuskan oleh Norman Myers pada tahun 1988 di jurnalnya yang berjudul Threatened Biotas: "Hot Spots" in Tropical Forests yang disebutkan ada sepuluh daerah titik panas di bumi ini.[1] Konsep dari Norman Myers ini pada awalnya digunakan untuk mencari titik panas hutan dengan mengetahui  banyaknya habitat yang lenyap dan tingkat endemisme tanaman yang selanjutnya diluaskan sampai ke  cakupan seluruh dunia.[2] Sekarang, titik panas keanekaragaman hayati dipahami dengan arti yaitu suatu langkah yang dipakai untuk menentukan kawasan biogeografi di mana kawasan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, tetapi terancam oleh pengrusakan habitat wilayah yang luar biasa hebat atau pemukiman manusia yang berpotensi dapat melenyapkan keanekaragaman hayati di daerah tersebut.[2]

Kriteria

Dalam menentukan daerah yang memiliki titik panas keanekaragaman hayati, sebuah daerah harus memenuhi dua kriteria yaitu:

  1. Suatu daerah harus mempunyai maksimal 30% habitat aslinya atau dengan kata lain sudah kehilangan minimal 70% habitat aslinya.[2][3]
  2. Suatu daerah memiliki minimal 1.500 jenis tumbuhan vaskular endemik dan tumbuhan tersebut tidak ditemukan di daerah lain (0,5% dari jumlah total dunia).[2][3]

Referensi

  1. ^ Myers, Norman (1988-09-01). "Threatened biotas: "Hot spots" in tropical forests". Environmentalist (dalam bahasa Inggris). 8 (3): 187–208. doi:10.1007/BF02240252. ISSN 1573-2991. 
  2. ^ a b c d "Biodiversity Hotspots definition| Biodiversity A-Z". www.biodiversitya-z.org. Diakses tanggal 2021-10-17. 
  3. ^ a b "Biodiversity Hotspots". www.conservation.org. Diakses tanggal 2021-10-17.