Pertempuran Okinawa

artikel daftar Wikimedia
Revisi sejak 30 Desember 2021 00.03 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 9 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8.5)

Pertempuran Okinawa, nama kode Operasi Iceberg,[3] adalah pertempuran di Kepulauan Ryukyu, Okinawa yang dicatat sebagai serangan amfibi terbesar dalam Perang Pasifik, Perang Dunia II.[4][5] Pertempuran berlangsung selama 82 hari, mulai awal April hingga pertengahan Juni 1945. Melalui kampanye panjang strategi loncat pulau, Sekutu sedikit demi sedikit mendekati kepulauan Jepang. Pulau Okinawa adalah satu-satunya pulau besar milik Jepang yang berada 340 mi (550 km) dari daratan utama Jepang. Okinawa direncanakan sebagai basis operasi udara untuk rencana invasi ke daratan utama Jepang yang diberi kode Operasi Downfall. Empat divisi dari Angkatan Darat ke-10 Amerika Serikat (Divisi 7, Divisi 27, Divisi 77, dan Divisi 96), serta dua Divisi Marinir (Divisi 1 dan Divisi 6) bertempur di darat, sementara Divisi Marinir 2 disiapkan sebagai cadangan amfibi dan tidak pernah didaratkan. Invasi ini didukung oleh angkatan laut, pasukan amfibi, dan angkatan udara taktis.

Pertempuran Okinawa
Bagian dari Perang Pasifik Perang Dunia II
Dua Marinir dari Batalion ke-2, Resimen Marinir ke-1 bergerak maju di Punggung Bukit Wana, 18 Mei 1945.
Marinir dari Batalion ke-2 Resimen Marinir ke-1 di Punggung Bukit Wana memberi tembakan pelindung dengan senapan submesin Thompson, 18 Mei 1945.
Tanggal1 April–22 Juni 1945 (26 Maret–20 Juni 1945)
LokasiOkinawa, Jepang, dan pulau-pulau sekitarnya
Hasil Kemenangan Sekutu
Pihak terlibat
 Amerika Serikat
 Britania Raya
 Kanada
 Australia
 Selandia Baru
Jepang Kekaisaran Jepang
Tokoh dan pemimpin
Amerika Serikat Simon Bolivar Buckner 
Amerika Serikat Roy Geiger
Amerika Serikat Joseph Stilwell
Amerika Serikat Chester W. Nimitz
Amerika Serikat Raymond A. Spruance
Britania Raya Sir Philip Vian
Britania Raya Bruce Fraser
Jepang Mitsuru Ushijima 
Jepang Isamu Chō 
Jepang Minoru Ota 
Jepang Keizō Komura
Kekuatan
183.000[1] 120.000[2]
Korban
12.513 tewas
38.916 luka,
33.096 korban nonkombatan
Total: 84.570
Kira-kira lebih dari 95.000 tewas
7.400–10.755 ditangkap
Total: 105.755+
Diperkirakan 42.000–150.000 warga sipil tewas

Dalam bahasa Inggris, pertempuran dikenal sebagai "Typhoon of Steel" (Topan Baja),[6] [7][8] Dalam bahasa Jepang, pertempuran ini disebut tetsu no ame (鉄の雨, hujan besi) atau kou no kaze (鋼の風, angin baja). Julukan-julukan tersebut menggambarkan betapa ganasnya pertempuran, intensitas serangan kamikaze dari pihak bertahan Jepang, serta pengerahan secara besar-besaran kapal-kapal dan kendaraan lapis baja Sekutu sewaktu menyerbu ke Okinawa. Pertempuran Okinawa menimbulkan korban terbesar dalam Medan Perang Pasifik Perang Dunia II. Jepang menderita kerugian lebih dari 100.000 tentara tewas, ditangkap, atau bunuh diri. Di lain pihak, 65.000 tentara Sekutu tewas atau luka. Selama pertempuran berlangsung, puluhan ribu warga sipil Okinawa tewas, terluka, atau bunuh diri. Serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menyebabkan Jepang menyerah hanya dalam beberapa minggu setelah berakhirnya Pertempuran Okinawa.

Susunan pasukan

Sekutu

Komando Gabungan Sekutu untuk pertempuran ini berada di bawah Gugus Tugas 50 (TF 50) (pimpinan Laksamana Spruance A. Raymond).[9] TF 50 dibagi menjadi beberapa kelompok atau sub-gugus tugas:

  • TG 52.1: 18 kapal induk pengawal berikut 450 pesawat terbang;[11]
  • Gugus Kapal Induk Pengawal Khusus: 4 kapal induk pengawal beserta Gugus Pesawat Terbang Marinir 31 dan 33;[11]
  • Flotila Ranjau (TG 52.2)
  • Flotila Demolisi Bawah Air (TG 52.11): sepuluh Tim Demolisi Bawah Air (UDT) masing-masing beranggotakan 100 personel di atas sebuah kapal perusak pengawal[11]
  • 170 kapal pendarat pemberi dukungan tembak

TF 56 adalah kekuatan terbesar dalam TF 50, dibentuk dari anggota Angkatan Darat Kesepuluh yang memiliki dua korps: Korps Amfibi III yang terdiri dari Korps Marinir (Divisi Marinir ke-1 dan Divisi Marinir ke-6) dan Korps XXIV Angkatan Darat (terdiri dari Divisi Infanteri ke-7 dan Divisi Infanteri ke-96). Divisi Marinir 2 adalah divisi cadangan, sementara Angkatan Darat Kesepuluh juga mengendalikan Divisi Infanteri ke-27 yang disiapkan sebagai sebuah garnisun, dan Divisi Infanteri ke-77. Secara keseluruhan, angkatan darat mengerahkan lebih dari 102.000 tentara (lebih dari 38.000 tentara di antaranya tentara artileri nondivisi, dukungan tempur, dan tentara markas besar, berikut 9.000 pasukan pemeliharaan),[11] lebih dari 88.000 Marinir dan 18.000 personel angkatan laut (sebagian besar dari batalion zeni Seabee dan personel medis).[12] Pada awal Pertempuran Okinawa, 182.821 personel berada di bawah komando Angkatan Darat ke-10.[12]

Sebagian besar dari pesawat tempur udara-ke-udara pesawat pengebom tukik kecil, dan pesawat serang darat berasal dari kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat. Angkatan Laut Amerika Serikat menderita kerugian lebih besar dalam operasi ini daripada semua pertempuran lainnya selama Perang Dunia II.[butuh rujukan]

Meskipun pasukan darat Sekutu seluruhnya terdiri dari unit-unit Amerika Serikat, Armada Pasifik Britania (disebut Angkatan Laut AS sebagai Gugus Tugas 57) menyumbang sekitar seperempat dari kekuatan udara angkatan laut Sekutu (450 pesawat). Armada Pasifik Britania terdiri dari 50 kapal perang, 17 di antaranya kapal induk. Sebuah kapal induk Britania hanya dapat mengangkut lebih sedikit pesawat, namun kapal-kapal induk Britania lebih tahan menghadapi serangan kamikaze berkat konstruksi geladak pesawat berlapis baja. Meskipun semua kapal induk berasal dari armada Britania, gugus kapal induk merupakan gabungan dari armada Negara-Negara Persemakmuran yang terdiri dari kapal-kapal dan personel dari Britania, Kanada, Selandia Baru dan Australia.[butuh rujukan] Misi mereka adalah menetralisir lapangan-lapangan udara Jepang di Kepulauan Sakishima dan memberikan perlindungan udara terhadap serangan pesawat kamikaze.

Jepang

 
Para komandan Angkatan Darat ke-32, Februari 1945

Kampanye darat Jepang (terutama defensif) dilakukan oleh 67.000 tentara reguler Angkatan Darat ke-32 (77.000 menurut beberapa sumber) dan sekitar 9.000 pasukan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dari pangkalan angkatan laut Oroku (hanya beberapa ratus di antaranya telah dilatih dan dipersenjatai untuk pertempuran darat), didukung 39.000 wajib militer dari warga Ryukyu (termasuk 24.000 milisi garis belakang Boeitai yang direkrut tergesa-gesa dan 15.000 buruh nonseragam). Selain itu, 1.500 murid laki-laki kelas tiga sekolah menengah pertama diorganisir sebagai "Korps Sukarelawan Darah dan Besi" (Tekketsu Kinnōtai), sementara 600 murid sekolah putri dari Korps Pelajar Himeyuri bertugas sebagai unit perawat.[13]

Angkatan Darat ke-32 awalnya terdiri dari Divisi ke-9, Divisi 24, Divisi 62, dan Brigade Campuran Independen ke-44. Namun, Divisi 9 telah dipindahkan ke Taiwan sebelum invasi Amerika Serikat dimulai mengakibatkan disusun ulangnya rencana defensif Jepang. Pertahanan utama Jepang berada di selatan Pulau Okinawa, dipimpin oleh Letnan Jenderal Mitsuru Ushijima, dan kepala stafnya, Letnan Jenderal Isamu Chō serta kepala operasi Kolonel Hiromichi Yahara. Penganjur strategi defensif adalah Yahara, sebaliknya Chō menganjurkan strategi ofensif. Komando di bagian utara Pulau Okinawa berada di tangan Kolonel Takehido Udo. Pasukan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dipimpin oleh Laksamana Muda Minoru Ota. Jepang mengantisipasi Amerika Serikat mendaratkan 6 hingga 10 divisi yang akan dilawan oleh garnisun Jepang yang hanya berkekuatan dua setengah divisi. Menurut perhitungan Jepang, kualitas dan jumlah persenjataan yang lebih unggul menjadikan satu divisi Amerika Serikat memiliki daya tembak lima kali lipat hingga enam kali lipat divisi Jepang. Selain itu, Amerika masih memiliki daya tembak yang berlimpah dari udara dan laut.

Jepang telah menggunakan taktik kamikaze sejak Pertempuran Teluk Leyte. Namun baru dalam pertempuran kali ini, strategi kamikaze dimasukkan sebagai bagian utama pertahanan mereka. Antara 1 April hari dimulainya pendaratan Amerika di Okinawa, dan 25 Mei 1945, Jepang mencoba melakukan 7 kali serangan besar kamikaze yang melibatkan lebih dari 1.500 pesawat.

Pertempuran laut

 
USS Bunker Hill terbakar setelah dihantam dua kamikaze dalam selang waktu 30 detik.

Ada sebuah kekaguman yang membuatmu terhipnosis ketika melihat pemandangan begitu asing menurut filsafat Barat. Kami menyaksikan setiap ceburan pesawat kamikaze dengan perasaan ketakutan ketika seseorang menyaksikan peristiwa mengerikan dan bukan sebagai salah seorang calon korban. Kami lupa diri untuk sesaat sambil menggapai-gapai tanpa harapan tentang apa yang sedang dipikirkan (pilot Jepang) di atas sana"

Laksamana Madya C.R. Brown[14]

Gugus Tugas 58 Angkatan Laut Amerika Serikat dikerahkan ke timur Okinawa dengan bersama grup piket 6 sampai 8 kapal perusak, menjaga 13 kapal induk: 7 CV (kapal induk) dan 6 CVL (kapal induk ringan) yang bertugas dari 23 Maret-27 April dan dalam jumlah kecil sesudahnya. Hingga 27 April, 14 hingga 18 CVE (kapal induk pengawal) berada di kawasan sepanjang waktu, dan sampai 20 April, Gugus Tugas 57 Britania bersama 4 kapal induk dan 6 kapal induk pengawal, tetap berada di lepas pantai Kepulauan Sakishima untuk melindungi sayap selatan.[15]

Perlawanan udara Jepang relatif ringan selama beberapa hari pertama setelah pendaratan. Namun perlawanan udara yang sudah dinantikan tiba pada 6 April, dimulai dengan serangan 400 pesawat dari Kyushu. Serangan udara berat berlanjut secara periodik sepanjang bulan April 1945. Selama periode 26 Maret-30 April, 20 kapal Amerika tenggelam dan 157 kapal rusak akibat aksi Jepang. Di lain pihak, Jepang hingga 30 April kehilangan lebih dari 1.100 pesawat, hanya dalam pertempuran melawan angkatan laut Sekutu.[16]

Antara 6 April dan 22 Juni, Jepang menerbangkan 1.465 pesawat kamikaze dalam serangan skala besar dari Kyushu, ditambah 185 sorti kamikaze perorangan dari Kyushu, dan 250 sorti kamikaze perorangan dari Formosa. Intelijen AS memperkirakan Jepang hanya punya 89 pesawat di Formosa, padahal Jepang memiliki sekitar 700, di antaranya dalam keadaan dibongkar atau disamarkan secara baik, dan disebar ke desa-desa dan kota-kota. Angkatan Udara Kelima AS meragukan klaim Angkatan Laut tentang adanya kamikaze dari Formosa.[17] Amerika Serikat mengalami kerugian kapal-kapal kecil, terutama kapal-kapal perusak dari piket radar serta kapal-kapal perusak pengawal dan kapal pendarat. Meskipun tidak ada kapal perang utama Sekutu yang menjadi tenggelam, beberapa kapal induk pesawat rusak berat. Perahu-perahu motor yang berpangkalan di darat juga dipakai dalam serangan bunuh diri oleh Jepang.

Kampanye panjang dan berlarut-larut di bawah kondisi stres memaksa Laksamana Chester W. Nimitz untuk mengambil langkah tidak terduga berupa pembebasan tugas komandan-komandan utama angkatan laut untuk memberi kesempatan mereka beristirahat dan memulihkan diri. Sesuai dengan praktik perubahan nama armada bersamaan pergantian komandan, armada Angkatan Laut Amerika Serikat memulai pertempuran ini sebagai Armada V di bawah pimpinan Laksamana Spruance Raymond, tetapi ketika perang berakhir disebut Armada III di bawah pimpinan Laksamana William Halsey.

Operasi Ten-Go

 
Kapal tempur Jepang Yamato meledak setelah diserang pesawat-pesawat terbang Amerika Serikat.

Operasi Ten-Go (Ten-gō sakusen) adalah percobaan serangan oleh kapal perang Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang dipimpin oleh kapal tempur Yamato yang dikomandani oleh Laksamana Seiichi Itō. Gugus tugas kecil ini diperintahkan untuk bertahan dari semua hadangan kekuatan laut musuh, lalu mengandaskan diri mereka, dan melakukan perlawanan dari pantai menggunakan meriam-meriam mereka sebagai artileri pantai dan awak kapal sebagai infanteri angkatan laut. Armada Ten-Go dipergoki oleh kapal-kapal selam tak lama setelah meninggalkan perairan Jepang, sehingga langsung diserang pesawat-pesawat kapal induk Amerika Serikat.

Setelah diserang lebih dari 300 pesawat selama lebih dari dua jam, kapal tempur terbesar di dunia, Yamato tenggelam pada tanggal 7 April 1945, jauh dari Pulau Okinawa yang menjadi tujuannya. Pesawat-pesawat pengebom torpedo AS diperintahkan membidik salah satu sisi saja untuk mencegah berhasilnya tindakan penanggulangan banjir oleh awak kapal Yamato, dan diperintahkan agar menghantam bagian haluan atau buritan yang diperkirakan hanya diperkuat pelat lapis baja paling tipis. Di antara kapal-kapal dalam armada tabir Yamato, sebuah kapal penjelajah ringan Yahagi dan delapan kapal perusak ikut tenggelam. Secara keseluruhan, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang kehilangan sekitar 3.700 pelaut, termasuk Laksamana Itō. Di lain pihak, Amerika Serikat hanya kehilangan 10 pesawat terbang berikut 12 penerbang.

Armada Pasifik Britania

Armada Pasifik Britania yang mengambil bagian sebagai Gugus Tugas 57 ditugaskan menetralisir lapangan-lapangan terbang Jepang di Kepulauan Sakishima. Tugas tersebut berhasil dilaksanakan antara 26 Maret dan 10 April. Pada 10 April, perhatian Armada Pasifik Britania dialihkan ke lapangan-lapangan terbang di utara Formosa. Armada Britania mundur ke Teluk San Pedro pada 23 April. Pada 1 Mei, Armada Pasifik Britania kembali beraksi, membungkam lapangan-lapangan terbang Jepang seperti sebelumnya. Kali ini dibantu bombardemen angkatan laut serta dukungan pesawat. Sejumlah serangan kamikaze sempat menyebabkan berarti, tetapi kapal-kapal Britania dilengkapi dek pesawat berlapis baja sehingga hanya mengalami interupsi singkat setelah serangan.[18]

Pertempuran darat

 
Peta operasi Amerika Serikat selama pertempuran.

Pertempuran darat berlangsung sekitar 81 hari lebih, dimulai 1 April 1945.

Tentara Amerika yang pertama mendarat adalah pasukan dari Divisi Infanteri ke-77 yang mendarat di Kepulauan Kerama, 15 mi (24 km) sebelah barat Okinawa, 26 Maret 1945. Mereka diikuti oleh pendaratan pasukan tambahan, dan Kepulauan Kerama berhasil diamankan lima hari berikutnya. Dalam operasi-operasi awal ini, Divisi Infanteri ke-77 menderita 27 tewas dan 81 terluka, sementara korban tewas dan tertangkap di pihak Jepang mencapai lebih dari 650. Operasi di Kerama menyediakan tempat berlabuh yang aman dan menghilangkan ancaman dari perahu-perahu motor bunuh diri.

Pada 31 Maret, Marinir dari Batalion Intai Amfibi Armada Pasukan Marinir mendarat tanpa adanya perlawanan di Keise Shima, empat pulau kecil di 8 mi (13 km) sebelah barat ibu kota Okinawa, Naha. Meriam lapangan 155 mm (6,1 in) "Long Tom" didaratkan ke pulau-pulau kecil ini untuk memberi perlindungan operasi di Okinawa.

Okinawa Utara

 
Kapal tempur USS Idaho melakukan bombardemen terhadap Okinawa pada 1 April 1945.
 
Bala bantuan Korps Marinir Amerika Serikat didaratkan untuk mendukung tumpuan pantai di Okinawa, 31 Maret 1945.

Pendaratan utama dilakukan oleh Korps Amfibi III dan Korps XXIV di pantai-pantai Hagushi, pesisir barat Okinawa pada Hari L (L-Day) 1 April yang bertepatan dengan Minggu Paskah dan Hari April Mop 1945. Divisi Marinir ke-2 mengadakan demonstrasi militer di lepas pantai Minatoga, pesisir tenggara Okinawa untuk membingungkan Jepang tentang rencana Amerika dan menghambat gerakan pasukan cadangan dari sana.

Angkatan Darat ke-10 menyapu[19] bagian selatan-tengah pulau dengan relatif mudah menurut standar Perang Dunia II, merebut pangkalan udara Kadena dan Yomitan beberapa jam setelah pendaratan. Menemui lemahnya perlawanan musuh, Jenderal Buckner memutuskan untuk segera melanjutkan rencana Tahap II, merebut Okinawa bagian utara. Divisi Marinir ke-6 menuju Tanah Genting Ishikawa, dan pada 7 April telah berhasil mengamankan Semenanjung Motobu.

Enam hari kemudian pada 13 April, Batalion 2, Resimen Marinir ke-22 sudah tiba di Tanjung Hedo, ujung utara Pulau Okinawa. Pada saat itu, sebagian besar pasukan Jepang di utara (nama sandi: Pasukan Udo) sudah terpojok di Semenanjung Motobu. Di medan bergunung-gunung dan berhutan di Motobu, pertahanan Jepang dipusatkan di Gunung Yae-Take, sebuah punggung perbukitan berbatu berikut jurang berkelok-kelok di tengah semenanjung. Pertempuran sengit terjadi sebelum Marinir akhirnya merebut Yae-Take pada 18 April.

Sementara itu, Divisi Infanteri ke-77 menyerang Ie Shima sebuah pulau kecil di ujung barat Semenanjung Motobu pada 16 April. Selain bahaya konvensional, Divisi Infanteri ke-77 harus menghadapi serangan-serangan kamikaze, dan bahkan wanita-wanita setempat bersenjatakan tombak. Pertempuran berat terjadi sebelum Ie Shima dinyatakan aman pada 21 April dan dijadikan satu lagi pangkalan udara dalam operasi melawan Jepang.

Okinawa Selatan

 
Pesawat tempur F4U Corsair menembakkan roket untuk mendukung pasukan di Okinawa

Sementara Divisi Marinir 6 membersihkan utara Okinawa, Divisi Infanteri Angkatan Darat ke-96 dan Divisi Infanteri ke-7 bergerak ke selatan melintasi pinggang sempit Pulau Okinawa. Divisi Infanteri ke-96 mulai mendapatkan perlawanan sengit di barat-tengah Okinawa dari pasukan Jepang yang membentengi posisi-posisi di timur Jalan Raya No. 1 dan sekitar 5 mi (8,0 km) barat laut Shuri. Militer Amerika menyebut tempat ini sebagai Punggung Bukit Kaktus (Cactus Ridge). Divisi Infanteri ke-7 menghadapi perlawanan Jepang yang sama sengitnya dari sebuah puncak berbatu di sekitar 1.000 yd (910 m) barat daya Arakachi (tempat ini yang dijuluki "The Pinnacle").

Pada malam 8 April, tempat-tempat tersebut dan beberapa posisi benteng lainnya berhasil direbut pasukan Amerika Serikat . Dalam pertempuran-pertempuran tersebut, korban di pihak Amerika lebih dari 1.500 orang, tetapi berhasil menewaskan atau menangkap lebih dari 4.500 tentara Jepang. Pasukan Amerika Serikat lalu menyadari kalau pertempuran baru saja dimulai. Posisi-posisi Jepang yang berhasil direbut mereka hanyalah pos-pos luar penjagaan Garis Depan Shuri.

Sasaran berikut tentara Amerika adalah Punggung Bukit Kakazu, dua puncak yang dihubungkan oleh punggung bukit yang merupakan bagian dari pertahanan luar Shuri. Tentara Jepang telah mempersiapkan diri dengan baik di posisi-posisi mereka, dan berjuang dengan gigih. Mereka bersembunyi di gua-gua yang telah diperkuat. Tentara Amerika Serikat banyak yang tewas sebelum berhasil menghabisi perlawanan Jepang dari gua-gua atau lubang-lubang persembunyian mereka. Di bawah todongan senjata tentara Jepang, penduduk Okinawa dipaksa keluar untuk mengambil air dan perbekalan untuk tentara. Sebagai akibatnya, korban di pihak warga sipil sangat besar. Kemajuan pasukan Amerika tidak dapat dihindari, namun mengakibatkan korban besar di kedua belah pihak. [butuh rujukan]

 
Marinir melewati mayat prajurit Jepang di sebuah desa kecil, April 1945

Setelah serangan Amerika terhadap Punggung Bukit Kakazu menemui jalan buntu, Jenderal Ushijima yang dipengaruhi oleh Jenderal Chō memutuskan untuk melakukan ofensif balasan. Pada 12 April malam hari, Angkatan Darat ke-32 Jepang menyerang posisi-posisi Amerika Serikat di seluruh garis depan. Serangan Jepang itu berlangsung dengan gencar, terus menerus, dan terorganisasi dengan baik. Setelah pertempuran jarak dekat yang berlangsung sengit, tentara Jepang mundur untuk kemudian mengulangi serangan pada malam berikutnya. Serangan terakhir Jepang pada 14 April kembali berhasil ditangkal. Keberhasilan serangan Jepang membuat staf Angkatan Darat mengambil kesimpulan bahwa Amerika rentan terhadap taktik infiltrasi malam, tetapi daya tembak mereka yang lebih unggul sangat membahayakan konsentrasi-konsentrasi pasukan ofensif Jepang. Oleh karena itu, Jepang kembali menerapkan taktik defensif. [butuh rujukan]

Setelah Divisi Infanteri ke-27 yang mendarat 9 April berhasil mengambil alih pantai barat Okinawa, Jenderal John R. Hodge menempatkan tiga divisi di garis depan, Divisi Infanteri ke-96 di tengah, Divisi Infanteri ke-7 di timur, dengan masing-masing divisi memegang depan hanya sekitar 15 mi (24 km).[butuh rujukan]

Hodge melancarkan serangan baru pada 19 April dengan berondongan 324 buah meriam yang sekaligus tercatat sebagai penggunaan meriam terbanyak dalam medan perang Samudra Pasifik. Kapal tempur, kapal penjelajah, dan kapal perusak ikut serta dalam bombardemen, diikuti oleh serangan 650 pesawat angkatan laut dan marinir yang menyerang posisi-posisi Jepang dengan napalm, roket, bom, dan senapan mesin. Pertahanan Jepang ditempatkan di posisi lereng balik. Mereka hanya menunggu habisnya rentetan tembakan artileri dan serangan udara dalam keadaan relatif aman, lalu keluar dari gua-gua untuk menembakkan mortir dan granat ke arah tentara Amerika yang sedang mendaki lereng.

 
Personel demolisi dari Divisi Marinir ke-6 sedang meledakkan sebuah gua Jepang, Mei 1945

Ketika mencoba melintasi punggung bukit, sebuah serangan tank yang melakukan penetrasi dengan cara penyayapan di Punggung Bukit Kakazu, gagal mendapat dukungan infanteri. Akibatnya dalam serangan ini jatuh korban 22 buah tank. Meski tank penyembur api berhasil membersihkan banyak pertahanan Jepang di gua-gua, namun taktik semacam itu tidak berhasil membuat terobosan. Korps XXIV menderita korban 720 gugur tempur, luka, atau hilang. Kerugian Amerika Serikat bisa menjadi lebih besar, kalau semua cadangan infanteri Jepang secara praktis tidak sedang tertahan jauh di selatan. Mereka sedang disibukkan oleh serangan pengalih perhatian di pantai-pantai Minatoga yang dilancarkan Divisi ke-2 Marinir bersamaan dengan serangan ke Punggung Bukit Kakazu. [butuh rujukan]

Pada akhir April, setelah pasukan Angkatan Darat Amerika berhasil menembus garis pertahanan Machinato,[20] Divisi Marinir ke-1 menggantikan tugas Divisi Infanteri ke-27, dan Divisi Infanteri ke-77 menggantikan tugas Divisi Infanteri ke-7. Ketika Divisi Marinir ke-6 tiba, Korps Amfibi III mengambil alih sayap kanan dan kendali pertempuran berada di tangan Angkatan Darat ke-10. [butuh rujukan]

Pada 4 Mei, Angkatan Darat ke-32 Jepang kembali melancarkan ofensif balasan. Kali ini, Jenderal Ushijima berusaha melancarkan serangan amfibi ke pantai-pantai, di belakang belakang garis Amerika Serikat. Sebagai dukungan untuk ofensif Ushijima, artileri Jepang dipindahkan ke tempat-tempat terbuka dan Jepang dapat melancarkan sekitar 13.000 tembakan dukungan. Namun akhirnya lusinan artileri Jepang berhasil dihancurkan oleh tembakan jitu meriam-meriam Amerika Serikat.

 
Tentara Amerika dari Divisi ke-77 dengan tanpa ekspresi mendengarkan laporan radio Hari Kemenangan di Eropa pada 8 Mei 1945.

Buckner kembali melancarkan serangan pada 11 Mei. Serangan baru tersebut berlanjut sebagai pertempuran sengit selama sepuluh hari berikutnya. Pada 13 Mei, tentara dari Divisi Infanteri ke-96 dan Batalion Tank 763 berhasil merebut Bukit Conical di dataran pantai Yonabaru. Bukit setinggi 476 ft (145 m) ini dijadikan jangkar timur pertahanan utama Jepang yang dipertahankan sekitar 1.000 tentara. Sementara itu, di pesisir timur, Divisi Marinir 6 bertempur memperebutkan "Bukit Sugar Loaf". Setelah dua posisi kunci Jepang berhasil dikuasai, pasukan utama Jepang di sekitar Shuri dalam keadaan tidak terjaga dari sisi barat dan sisi timur. Buckner berharap dapat mengepung Shuri dan menjebak tentara Jepang yang bertahan di sana.

 
Sugar Loaf Hill (1945)
 
Sugar Loaf Hill (2010)

Pada akhir Mei, musim hujan mengubah bukit-bukit dan jalan-jalan yang sedang diperebutkan menjadi rawa-rawa hingga memperburuk situasi taktis dan medis. Gerak maju pasukan darat mulai menyerupai medan Perang Dunia I, pasukan terperosok ke dalam lumpur sementara banjir di jalan-jalan sangat menghambat evakuasi korban luka ke garis belakang. Pasukan tinggal di lapangan yang becek karena hujan, separuh tempat sampah dan separuh kuburan. Mayat-mayat tentara Jepang dan Amerika yang tidak terkubur membusuk dan tenggelam di lumpur, menjadi bagian dari jebakan berbahaya. Siapa pun yang meluncur menuruni lereng berlumpur, setelah tiba di tujuan dengan mudah akan mendapatkan saku-saku mereka dipenuhi oleh belatung.[21]

 
Letkol Richard P. Ross, komandan Batalion ke-1, Marinir ke-1 mengibarkan bendera Amerika Serikat di Istana Shuri dengan risiko ditembak oleh penembak jitu Jepang.

Pada 29 Mei, Mayor Jenderal Pedro del Valle, komandan Divisi Marinir ke-1, memerintahkan Kompi A, Batalion ke-1, Divisi Marinir ke-5 untuk merebut Istana Shuri. Berhasil direbutnya benteng utama Jepang di Istana Shuri merupakan pukulan strategis dan psikologis bagi Jepang, sekaligus tonggak bersejarah dalam Pertempuran Okinawa. Del Valle dianugerahi Distinguished Service Medal untuk kepemimpinannya dalam pertempuran serta pendudukan dan reorganisasi Okinawa di kemudian hari. Istana Shuri telah dibombardir oleh kapal-kapal perang USS Mississippi selama tiga hari sebelum pasukan Amerika bergerak maju.[22] Akibat bombardemen tersebut, Angkatan Darat ke-32 Jepang mundur ke selatan sehingga Marinir dengan mudah dapat mengamankan Istana Shuri.[22][23] Istana Shuri sebetulnya berada di luar zona penugasan Divisi Marinir ke-1. Korban besar Marinir di Istana Shuri akibat serangan udara dan bombardemen artileri dari teman sendiri dapat dihindari berkat upaya panik dari komandan dan staf Divisi Infanteri ke-77.

Mundurnya Jepang, meski sempat diganggu oleh tembakan artileri Amerika, berlangsung pada malam hari dengan keahlian tinggi, terbantu dengan adanya badai musim hujan. Angkatan Darat ke-32 berhasil memindahkan hampir 30.000 tentaranya ke garis pertahanan terakhir di Semenanjung Kiyan. Peristiwa ini berbuntut dengan pembantaian terbesar di Okinawa pada tahap terakhir pertempuran, termasuk tewasnya ribuan warga sipil. Selain itu, masih ada 9.000 tentara Angkatan Laut Jepang yang didukung oleh 1.100 milisi, di antaranya sekitar 4.000 tentara bersembunyi di markas bawah tanah di lereng bukit, di seberang Pangkalan Angkatan Laut Okinawa di Semenanjung Oroku, sebelah timur lapangan terbang. Pada tanggal 4 Juni, unsur-unsur dari Divisi Marinir ke-6 melancarkan serangan amfibi ke Semenanjung Oroku. Sejumlah 4.000 pelaut Jepang, termasuk Laksamana Minoru Ota, semuanya tewas bunuh diri pada tanggal 13 Juni 1945 di dalam terowongan-terowongan bawah tanah yang dijadikan markas Angkatan Laut Jepang. Pada tanggal 17 Juni, sisa-sisa tentara Angkatan Darat ke-32 pimpinan Jenderal Ushijima yang sudah cerai-berai didorong ke kantong-kantong kecil jauh di selatan Pulau Okinawa di sebelah tenggara Itoman.

Pada tanggal 18 Juni, Jenderal Buckner tewas terbunuh oleh tembakan artileri Jepang ketika sedang memantau gerak maju pasukannya. Buckner digantikan oleh Roy Geiger. Setelah mengambil alih komando, Geiger menjadi satu-satunya anggota Korps Marinir AS yang pernah mengomandani tentara Angkatan Darat AS dalam pertempuran. Ia digantikan lima hari kemudian oleh Joseph Stilwell.

Sisa-sisa terakhir perlawanan Jepang berhasil dihabisi pada tanggal 21 Juni. Meskipun demikian, beberapa tentara Jepang terus bersembunyi, termasuk di antaranya Masahide Ota[24] yang kemudian menjadi gubernur Okinawa. Jenderal Ushijima dan Jenderal Cho bunuh diri dengan seppuku di markas komando mereka di Bukit 89 pada jam-jam terakhir pertempuran. Kolonel Yahara meminta izin dari Jenderal Ushijima untuk bunuh diri, tetapi permintaannya ditolak dengan jawaban sebagai berikut:

"Kalau kau mati, nanti tidak akan ada yang tersisa, yang tahu kebenaran tentang pertempuran Okinawa. Pikul malu untuk sementara, tetapi ditanggung saja. Ini adalah perintah dari Komandan tentara kau."[25]

Yahara adalah perwira paling senior yang selamat dari pertempuran di Okinawa. Ia kemudian menulis sebuah buku berjudul The Battle for Okinawa.

Korban

Kerugian militer

 
Foto terakhir dari Letnan Jenderal Simon Bolivar Buckner, Jr. (kanan), sehari sebelum terbunuh oleh artileri Jepang, 19 Juni 1945

Korban di pihak Amerika Serikat lebih dari 62.000 orang, di antaranya 12.500 korban tewas atau hilang. Berdasarkan besarnya jumlah korban, pertempuran ini tercatat sebagai pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Amerika Serikat dalam Perang Pasifik.[26][27][28] Beberapa ribu prajurit yang tewas secara tidak langsung di kemudian hari (akibat luka atau sebab lainnya), belum dimasukkan dalam total korban. Salah seorang korban di pihak AS yang paling terkenal adalah koresponden perang Ernie Pyle, yang tewas akibat tembakan penembak jitu Jepang di Ie Shima.[29]

Keputusan Jenderal Buckner untuk terus maju menyerang pertahanan Jepang terbukti membawa keberhasilan, meskipun harus dibayar sangat mahal dengan nyawa tentara Amerika Serikat. Hanya empat hari sebelum berakhirnya Pertempuran Okinawa, Jenderal Buckner tewas terbunuh oleh tembakan artileri Jepang yang melontarkan serpihan-serpihan karang ke dalam tubuhnya ketika sedang memeriksa pasukan di garis depan. Buckner tercatat sebagai perwira Amerika Serikat dengan pangkat tertinggi yang tewas oleh tembakan musuh dalam perang. Sehari sesudahnya, jenderal kedua, Brigadir Jenderal Claudius M. Easley tewas akibat tembakan senapan mesin.

Selama tiga bulan pertempuran, Amerika Serikat menderita kerugian 768 pesawat, termasuk pesawat yang dikerahkan untuk mengebom lapangan-lapangan terbang di Kyushu tempat diberangkatkannya pesawat kamikaze. Kerugian tempur berjumlah 458 personel, 310 korban di antaranya akibat kecelakaan operasional. Pada periode yang sama, kerugian pesawat Jepang berjumlah 7.830 pesawat, termasuk 2.655 pesawat akibat kecelakaan operasional. Pesawat-pesawat tempur Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat menjatuhkan 3.047 pesawat Jepang, sementara tembakan antipesawat dari kapal laut menjatuhkan 409 pesawat. Pesawat pengebom B-29 menghancurkan 558 pesawat di darat.[30]

Di laut, 368 kapal-kapal Sekutu, termasuk 120 pendarat amfibi rusak selama Pertempuran Okinawa, ditambah 28 buah kapal tenggelam, termasuk 15 kapal amfibi dan 12 kapal perusak. Korban tewas di pihak Angkatan Laut AS melebihi jumlah korban luka: 4.907 tewas dan 4.874 luka, terutama akibat serangan kamikaze.[31] Di antara korban pihak Amerika Serikat, angkatan laut menderita korban tewas paling besar, jauh di atas jumlah korban tewas angkatan darat dan marinir.[30] Enam belas kapal Jepang tenggelam, termasuk kapal tempur Yamato.

Di darat, pasukan AS kehilangan setidaknya 225 tank dan sejumlah besar LVT hancur. Sementara itu, kerugian Jepang sebanyak 27 tank 743 buah artileri (termasuk mortir, antitank, dan senjata antipesawat), beberapa di antaranya hancur oleh bombardemen laut dan udara, tetapi sebagian besar di antaranya hancur karena tembakan balasan Amerika Serikat. Kerugian di pihak artileri darat Amerika tidak diketahui.

 
Sekelompok tawanan Jepang yang sedang menunggu diinterogasi. Mereka lebih suka menyerah daripada bunuh diri.

Menurut sebuah laporan, ada sekitar 95.000 tentara Jepang tewas dan 7.400 ditangkap. Sebagian besar prajurit melakukan seppuku atau meledakkan diri mereka dengan granat tangan. Ribuan tentara Jepang dikubur hidup-hidup di dalam gua-gua mereka oleh pasukan zeni Amerika Serikat.

Pertempuran ini merupakan pertempuran pertama dalam Perang Pasifik yang mengakibatkan ribuan orang Jepang yang menyerah dijadikan tawanan perang. Sebagian besar dari tawanan adalah penduduk asli Okinawa yang dipaksa menjadi anggota militer tidak lama sebelum pertempuran terjadi, dan mereka masih belum menjiwai doktrin pantang menyerah Angkatan Darat Kekaisaran Jepang.[32] Ketika pasukan Amerika menduduki Pulau Okinawa, orang Jepang mengambili pakaian orang Okinawa untuk menghindari penangkapan. Sebaliknya, orang Okinawa menawarkan jasa kepada orang Amerika untuk menemukan orang Jepang yang sedang bersembunyi. Bahasa Okinawa sangat berbeda dari bahasa Jepang. Warga Okinawa yang ditemani pasukan Amerika memberi perintah kepada penduduk dalam bahasa setempat. Mereka yang tidak mengerti adalah orang Jepang yang sedang bersembunyi, dan lalu ditangkap.

Kerugian sipil

 
Warga sipil Okinawa (1945)
 
Dua Marinir sedang tidur di lubang perlindungan bersama seorang anak yatim warga Okinawa, 1945

Pada beberapa pertempuran, seperti Pertempuran Iwo Jima, warga sipil tidak ada yang terlibat, tetapi Okinawa memiliki warga sipil penduduk asli Okinawa dalam jumlah besar. Menurut berbagai perkiraan, kira-kira antara sepersepuluh dan sepertiga dari warga asli Okinawa tewas selama pertempuran.[21] Kerugian warga sipil Okinawa dalam pertempuran ini diperkirakan antara 42.000 dan 150.000 tewas (lebih dari 100.000 warga tewas menurut Pemerintah Prefektur Okinawa).[33] Angka-angka statistik Angkatan Darat Amerika Serikat menunjukkan total 142.058 warga sipil tewas, termasuk warga yang dipaksa menjalani dinas militer oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang.[21]

Selama pertempuran, tentara AS menemui kesulitan dalam membedakan warga sipil dari tentara. Sudah menjadi rutinitas bagi tentara AS untuk menembaki rumah-rumah orang Okinawa. Sebagaimana dikisahkan oleh seorang prajurit infanteri, "Memang ada beberapa tembakan balasan dari sejumlah kecil rumah, tetapi rumah-rumah lainnya kemungkinan dihuni warga sipil--dan kami tidak peduli. Mengerikan sekali tidak dapat membedakan musuh dari wanita dan anak-anak. Orang Amerika selalu memiliki kasih sayang yang besar, terutama untuk anak-anak. Sekarang kita menembak tanpa pandang bulu ".[34]

Menurut sejarah yang ditulis Museum Peringatan Perdamaian Prefektur Okinawa,[33] posisi Okinawa terjepit di tengah pertarungan antara Amerika Serikat dan Jepang. Selama pertempuran tahun 1945, Angkatan Darat Jepang telah menunjukkan ketidakpedulian terhadap pertahanan dan keselamatan Okinawa. Tentara Jepang menggunakan warga sipil sebagai perisai hidup melawan tentara Amerika. Militer Jepang merampok makanan dari orang Okinawa dan mengeksekusi mereka yang menyembunyikan makanan hingga mengakibatkan kelaparan massal di kalangan penduduk, serta memaksa warga sipil untuk meninggalkan tempat-tempat perlindungan mereka. Tentara Jepang juga membunuh sekitar 1.000 orang Okinawa yang berbicara dalam dialek lokal yang berbeda, dengan tujuan mengurangi jumlah mata-mata.[35] Museum Peringatan Perdamaian Prefektur Okinawa menjelaskan nasib warga Okinawa waktu itu, "sebagian luluh lantak oleh bom, sebagian yang sadar diri mereka dalam situasi tanpa harapan didorong untuk bunuh diri, sebagian mati karena kelaparan, sebagian mati karena malaria, sementara lainnya menjadi korban tentara Jepang yang sedang mundur."[33]

Bunuh diri massal

Mengetahui kemenangan tentara Amerika sudah tidak terhindari, warga sipil banyak yang melakukan bunuh diri massal, di bawah anjuran tentara Jepang memberi tahu penduduk setempat kalau tentara Amerika yang menang akan mengamuk, membunuh dan memerkosa. Harian Ryukyu Shimpo, salah satu dari dua surat kabar utama Okinawa, menulis pada tahun 2007, "Ada banyak orang Okinawa yang telah bersaksi bahwa Angkatan Darat Jepang memerintahkan mereka untuk bunuh diri. Ada pula orang-orang yang bersaksi bahwa mereka diberi granat oleh tentara Jepang untuk meledakkan diri sendiri.[36] Sejumlah warga sipil yang termakan propaganda Jepang percaya bahwa tentara Amerika Serikat adalah orang barbar yang melakukan kekejaman mengerikan. Mereka berpendapat lebih baik membunuh anggota keluarga dan diri sendiri daripada tertangkap. Sebagian dari mereka meloncat bunuh diri ke laut dari tebing tinggi berdekatan dengan lokasi Museum Peringatan Perdamaian Prefektur Okinawa sekarang.

Meskipun sudah diberitahu oleh militer Jepang kalau mereka akan diperkosa, disiksa, dan dibunuh oleh orang-orang Amerika, orang Okinawa yang menyerah, "sering terkejut dengan perlakuan relatif manusiawi yang mereka terima dari orang Amerika musuh mereka."[37][38] Menurut Mark Selden dalam buku Islands of Discontent: Okinawan Responses to Japanese and American Power, tentara Amerika "tidak melakukan kebijakan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan warga sipil seperti sebelumnya telah diperingatkan oleh pejabat militer Jepang."[39] Penerjemah lapangan dari Korps Intelijen Militer[40] Teruto Tsubota, anggota Marinir Amerika Serikat kelahiran Hawaii berhasil meyakinkan ratusan warga sipil untuk tidak melakukan bunuh diri, dan berhasil menyelamatkan nyawa mereka.[41]

Tuduhan perkosaan

Menurut laporan penduduk sipil dan sejarawan, tentara dari kedua belah pihak telah memerkosa warga sipil Okinawa selama pertempuran. Pemerkosaan oleh tentara Jepang menjadi "sudah umum" pada bulan Juni, setelah kekalahan tentara Jepang sudah menjadi jelas.[13][42]

The New York Times melaporkan pada tahun 2000, kalau di desa Katsuyama tahun 1945, warga sipil membentuk sebuah kelompok main hakim sendiri yang menyergap serta membunuh tiga tentara kulit hitam Amerika Serikat yang mereka tuduh sering memerkosa gadis-gadis setempat di sana.[43]

Pejabat Korps Marinir di Okinawa dan Washington telah menyatakan bahwa mereka "tidak tahu menahu soal adanya pemerkosaan oleh personel militer Amerika di Okinawa pada akhir perang, dan catatan mereka tidak mendaftar kejahatan perang yang dilakukan oleh Marinir di Okinawa".[44] Meskipun demikian, wartawan George Feifer menulis bahwa pemerkosaan di Okinawa adalah "rahasia kotor lain dalam pertempuran ini" yang "kejahatannya diabaikan dalam sejarah militer Amerika." Sejumlah wanita Okinawa ketika mengungkap soal kehamilan mereka, sebagai "stres dan kebiasaan makan yang buruk ... menjadikan sebagian besar wanita Okinawa infertil. Sebagian besar di antara mereka yang hamil menggugurkannya sebelum suami dan ayah mereka kembali. Sejumlah kecil dari bayi baru lahir yang berayahkan orang Amerika dicekik ".[45] Feifer juga menulis bahwa "mungkin ada ribuan insiden" perkosaan yang dilakukan oleh pasukan Amerika Serikat, tetapi tidak mungkin untuk menentukan jumlah yang sebenarnya. Namun, ia menyatakan bahwa "banyak unit tidak tahu menahu" telah terjadi perkosaan, dan kalau para perwira sudah secara keras memperingatkan tentaranya untuk tidak menganiaya perempuan.[46]

Kontroversi perintah bunuh diri

 
Perlawanan warga sipil di Okinawa antara lain diatasi dengan pamflet propaganda Amerika, salah satunya sedang dibaca oleh seorang tawanan yang sedang menunggu pengangkutan.

Pemerintah daerah Okinawa dan pemerintah pusat masih tidak sepakat mengenai peran militer Jepang dalam bunuh diri massal warga sipil selama pertempuran. Pada bulan Maret 2007, Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang (MEXT) menyarankan penerbit buku pelajaran untuk menulis ulang bagian yang menjelaskan bahwa Angkatan Darat Kekaisaran Jepang yang kesulitan memaksa warga sipil untuk bunuh diri dalam perang agar mereka tidak akan ditawan oleh tentara Amerika. MEXT lebih menyukai penjelasan yang mengatakan warga sipil menerima granat tangan dari militer Jepang.

Keputusan tersebut memicu protes luas di kalangan warga Okinawa. Pada Juni 2007, Parlemen Prefektur Okinawa menyetujui sebuah resolusi yang menyatakan, "Kami dengan keras mengimbau pemerintah pusat untuk menarik kembali instruksi tersebut dan untuk segera mengembalikan penjelasan semula di buku-buku pelajaran sehingga kebenaran mengenai Pertempuran Okinawa akan diteruskan dengan benar dan perang tragis tidak akan terjadi lagi."[47]

Pada 29 September 2007, sekitar 110.000 orang hadir pada demonstrasi politik terbesar dalam sejarah Okinawa. Massa menuntut MEXT menarik kembali perintahnya kepada penerbit-penerbit buku pelajaran tentang revisi sejarah bunuh diri massal warga Okinawa. Pernyataan tersebut menyatakan: "Sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa "bunuh diri ganda" tidak akan terjadi tanpa keterlibatan militer Jepang dan setiap penghapusan atau revisi terhadap (deskripsinya) adalah sebuah penyangkalan dan distorsi dari sebagian besar kesaksian orang-orang yang selamat dari peristiwa ini".[48]

Pada 26 Desember 2007, MEXT secara sebagian mengakui peran militer Jepang dalam bunuh diri massal warga sipil.[49] Dewan Otorisasi Buku Pelajaran Kementerian Pendidikan mengizinkan penerbit untuk mengembalikan bagian bahwa warga sipil "dipaksa melakukan bunuh diri massal oleh militer Jepang", asalkan kata-kata tersebut diletakkan pada konteks yang sesuai. Laporan dewan menyatakan: "Bisa dikatakan bahwa dari sudut pandang warga Okinawa, mereka dipaksa melakukan bunuh diri massal."[50]

Penulis pemenang Hadiah Nobel Kenzaburō Ōe menulis sebuah buklet yang menyatakan bahwa perintah bunuh diri massal diberikan oleh militer selama pertempuran.[51] Ia digugat oleh para revisionis, termasuk seorang komandan perang selama pertempuran yang mempermasalahkan isi buklet, dan meminta agar penerbitan buklet tersebut dihentikan. Menurut kesaksiannya di sidang pengadilan 9 November 2007, Ōe berkata, "Bunuh diri massal diperintahkan kepada penduduk Pulau Okinawa berdasarkan struktur sosial hirarkis Jepang yang berakar di negara Jepang, angkatan bersenjata Jepang, dan garnisun lokal."[52] Keputusan Pengadilan Prefektur Osaka tanggal 28 Maret 2008 mendukung Ōe, menyatakan bahwa, "Bisa dikatakan militer sangat terlibat dalam bunuh diri massal ini." Pengadilan mengakui keterlibatan militer dalam bunuh diri massal dan pembunuhan/bunuh diri, mengutip kesaksian tentang pembagian granat untuk bunuh diri oleh tentara dan fakta bahwa bunuh diri massal yang tidak tercatat di pulau-pulau yang tidak ditempati oleh militer.[53]

Akhir peristiwa

 
Monumen Cornerstone of Peace yang mendaftar semua korban, baik korban militer maupun sipil dari semua negara yang tewas dalam Pertempuran Okinawa.

Sembilan puluh persen dari bangunan di Pulau Okinawa hancur, dan lanskap tropis berubah menjadi "lahan lumpur luas, besi rongsokan, pembusukan, dan belatung".[54]

Nilai militer Okinawa "melebihi semua harapan". Okinawa menyediakan pelabuhan untuk armada Amerika Serikat, daerah tumpuan pasukan, dan lapangan-lapangan terbang yang berada di dekat Jepang. Amerika Serikat membersihkan perairan sekitarnya dari ranjau melalui Operasi Zebra, menduduki Okinawa, dan mendirikan sejenis pemerintahan militer bernama Administrasi Sipil Amerika Serikat untuk Kepulauan Ryukyu.[55] Tentara Amerika Serikat hingga kini masih ditempatkan dalam jumlah besar di Okinawa. Kadena merupakan pangkalan udara terbesar Amerika Serikat di Asia.

Beberapa sejarawan militer berpendapat bahwa kampanye Okinawa berakibat langsung terhadap keputusan menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, sebagai cara menghindari invasi darat ke daratan utama Jepang. Victor Davis Hanson menjelaskan pendapatnya dalam buku Ripples of Battle:

...karena orang Jepang di Okinawa... begitu gigih dalam pertahanan mereka (bahkan setelah [jalur logistik mereka] terputus dan tanpa perbekalan), dan karena jumlah korban sangat mengejutkan, sebagian besar ahli strategi Amerika mencari cara alternatif untuk menundukkan daratan utama Jepang, cara lain selain invasi langsung. Cara ini terbukti, dengan kemajuan bom atom, yang terbukti dengan mengagumkan dalam meyakinkan Jepang untuk mencari damai [tanpa syarat], tanpa korban di pihak Amerika. Ironisnya, pengeboman api konvensional terhadap kota-kota utama Jepang (yang telah berlangsung berbulan-bulan sebelum Okinawa) terbukti jauh lebih efektif dalam membunuh warga sipil daripada bom atom, dan bila Amerika meneruskannya, atau memperluasnya, Jepang kemungkinan akan menyerah juga.

Pada tahun 1995, Pemerintah Prefektur Okinawa mendirikan tugu peringatan yang diberi nama Cornerstone of Peace di Mabuni, lokasi terjadinya pertempuran terakhir di tenggara Okinawa.[56] Tugu peringatan ini mendaftar semua nama korban tewas dalam Pertempuran Okinawa, baik warga sipil maupun militer, warga negara Jepang dan warga negara asing. Hingga Juni 2008, pada tugu peringatan ini dicatat sejumlah 240.734 nama.[57]

Referensi

  1. ^ Appleman, Roy E. (2000). Okinawa: the last battle. Washington, D.C.: United States Army Center of Military History. hlm. 36. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-26. Diakses tanggal 2012-11-03. 
  2. ^ Brooks, Risa. "Creating Military Power: The Sources of Military Effectiveness". Books.google.com. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  3. ^ "Planning Iceberg, Chp 2 of Okinawa: Victory in the Pacific by Major Chas. S. Nichols, Jr., USMC and Henry I. Shaw, Jr." Historical Section, Division of Public Information, U.S. Marine Corps. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 13 2010. Diakses tanggal May 7, 2010. 
  4. ^ "The United States Navy assembled an unprecedented armada in April 1945". Militaryhistoryonline.com. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  5. ^ "The American invasion of Okinawa was the largest amphibious invasion of all time". Historynet.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-28. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  6. ^ Okinawa: The Typhoon of Steel: American Veterans Center
  7. ^ At 60th anniversary, Battle of Okinawa survivors recall 'Typhoon of Steel' - News - Stripes, Allen, David; Stars and Stripes; April 1, 2005.
  8. ^ Battle of Okinawa
  9. ^ a b c Rottman, Gordon (2002). Okinawa 1945: The last Battle. Osprey Publishing. hlm. 38. ISBN 1-84176-546-5. 
  10. ^ "Task Force 54". Pacific.valka.cz. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  11. ^ a b c d e f g h i j k Rottman, Gordon (2002). Okinawa 1945: The last Battle. Osprey Publishing. hlm. 39. ISBN 1-84176-546-5. 
  12. ^ a b Rottman, Gordon (2002). Okinawa 1945: The last Battle. Osprey Publishing. hlm. 40. ISBN 1-84176-546-5. 
  13. ^ a b Huber, Thomas M. Japan's Battle of Okinawa, April–June 1945 Diarsipkan 2009-12-30 di Wayback Machine., Command and General Staff College
  14. ^ John Toland, The Rising Sun: The Decline and Fall of the Japanese Empire 1936–1945, Random House, 1970, p. 711.
  15. ^ "OKINAWA: THE LAST BATTLE, Chapter 4, Page 97". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-02. Diakses tanggal 11 June 2012. 
  16. ^ "OKINAWA: THE LAST BATTLE, Chapter 4, Page 102". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-02. Diakses tanggal 11 June 2012. 
  17. ^ Baldwin, Hanson W. Sea Fights and Shipwrecks Hanover House 1956 page 309
  18. ^ Hastings (2007), p. 401.
  19. ^ "Action in the North, Chp 6 of Okinawa: Victory in the Pacific by Major Chas. S. Nichols, Jr., USMC and Henry I. Shaw, Jr." Historical Section, Division of Public Information, U.S. Marine Corps. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-13. Diakses tanggal May 7, 2010. 
  20. ^ West Point Atlas Amerika Wars
  21. ^ a b c Battle of Okinawa, GlobalSecurity.org
  22. ^ a b "The Ordeals of Shuri Castle". Wonder-okinawa.jp. August 15, 1945. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-04. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  23. ^ "The Final Campaign: Marines in the Victory on Okinawa (Assault on Shuri)". Nps.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-15. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  24. ^ ""The World is beginning to know Okinawa": Ota Masahide reflects on his life from the Battle of Okinawa to the Struggle for Okinawa". Japanfocus.org. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  25. ^ John Toland, ibid, p. 723.
  26. ^ "Battle of Okinawa: The Bloodiest Battle of the Pacific War". HistoryNet. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  27. ^ Manchester, William (June 14, 1987). "The Bloodiest Battle Of All". The New York Times. Diakses tanggal March 31, 2010. 
  28. ^ John Pike. "Battle of Okinawa". Globalsecurity.org. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  29. ^ Reid, Chip. "Ernie Pyle, trail-blazing war correspondent—Brought home the tragedy of D-Day and the rest of WWII", NBC News, June 7, 2004. Diakses 26 April 2006.
  30. ^ a b Baldwin, Hanson W. Sea Fights and Shipwrecks Hanover House 1956 page 308
  31. ^ The Amphibians Came to Conquer
  32. ^ Huber, Thomas M. (1990). "Japan's Battle of Okinawa, April–June 1945". Leavenworth Papers. United States Army Command and General Staff College. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-30. Diakses tanggal May 9, 2008. 
  33. ^ a b c "Konsep Dasar dari Okinawa Prefectural Peace Memorial Museum". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-21. Diakses tanggal 2008-12-09. 
  34. ^ Feifer, George, The Battle of Okinawa, The Lyons Press (2001), p. 374
  35. ^ "1945 suicide order still a trauma on Okinawa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-01-14. Diakses tanggal 2006-01-14. 
  36. ^ Onishi, Norimitsu (April 1, 2007). "Japan's Textbooks Reflect Revised History". New York Times. Diakses tanggal March 31, 2010. 
  37. ^ Molasky, Michael S. (1999). The American Occupation of Japan and Okinawa: Literature and Memory. Routledge. hlm. 16. ISBN 978-0-415-19194-4. 
  38. ^ Molasky, Michael S.; Rabson, Steve (2000). Southern Exposure: Modern Japanese Literature from Okinawa. University of Hawaii Press. hlm. 22. ISBN 978-0-8248-2300-9. 
  39. ^ Sheehan, Susan D; Elizabeth, Laura; Selden, Hein Mark. "Islands of Discontent: Okinawan Responses to Japanese and American Power": 18. 
  40. ^ Military Intelligence Service Research Center: Okinawa
  41. ^ Defiant soldier saved lives of hundreds of civilians during Okinawa battle, Stars and Stripes, April 1, 2005.
  42. ^ Appleman, Roy E. (1948). Okinawa: The Last Battle. United States Army in World War II. Washington DC: United States Army Center of Military History. hlm. 462. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-26. Diakses tanggal 2012-11-03. 
  43. ^ Lisa Takeuchi Cullen (August 13, 2001). "Okinawa Nights". TIME. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-10. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  44. ^ Sims, Calvin (June 1, 2000). "3 Dead Marines and a Secret of Wartime Okinawa". The New York Times. Diakses tanggal April 5, 2010. 
  45. ^ Feifer, George, The Battle of Okinawa, The Lyons Press (2001), p. 373
  46. ^ Feifer, George (1992). Tennozan : The Battle of Okinawa and the Atomic Bomb. New York: Ticknor & Fields. hlm. 497. ISBN 0395599245. 
  47. ^ Okinawa slams history text rewrite, Japan Times, June 23, 2007
  48. ^ "110,000 protest history text revision order"
  49. ^ Japan to amend textbook accounts of Okinawa suicides Herald Tribune, 26 Desember 2007
  50. ^ Texts reinstate army's role in mass suicides: Okinawa prevails in history row Japan Times, December 27, 2007
  51. ^ Japan Times, September 12, 2007, Witness: Military ordered mass suicides
  52. ^ Oe testifies military behind Okinawa mass suicides, Japan Times, November 10, 2007
  53. ^ Court sides with Oe over mass suicides, Japan Times, 29 Maret 2008
  54. ^ "Okinawan History and Karate-do". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-24. Diakses tanggal 2012-11-03. 
  55. ^ "Military Government In The Ryukyu Islands, 1945–1950". Diakses tanggal February 26, 2008. 
  56. ^ "The Cornerstone of Peace" (dalam bahasa (Jepang)). Pref.okinawa.jp. Diakses tanggal 2012-05-06. 
  57. ^ Okinawa is promised reduced base burden, The Japan Times, June 24, 2008

Bacaan lebih lanjut

Sumber primer

Pranala luar