Yahya Cholil Staquf

Ulama Islam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Yahya Cholil Staquf dikenal juga dengan sapaan Gus Yahya (lahir di Rembang 16 Februari 1966: umur 55 tahun) adalah ulama berkebangsaan Indonesia. Gus Yahya dikenal sebagai kiai, ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan saat ini menjabat sebagai Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).[1]

Gus Yahya adalah saudara dari Menteri Agama RI KH. Yaqut Cholil Qoumas. Gus Yahya merupakan putra dari KH. Muhammad Cholil Bisri, salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).[2] Ia juga dikenal sebagai pengasuh pondok pesantren Roudlotut Tholibien, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.[3]

Pendidikan

Riwayat pendidikan Gus Yahya tercatat pernah menimba ilmu di pesantren dan ia adalah murid KH. Ali Maksum di Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Pada jenjang pendidikan tinggi, ia tercatat pernah menempuh pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada.[1]

Kiprah di Nahdlatul Ulama

Kiprah Yahya Cholil Staquf di NU tidak diragukan lagi. Tercatat ia menjadi Sekretaris Umum Katib Syuriah PBNU sejak 2015 samlai sekarang.[4]

Kiprah di Politik dan Pemerintahan

Gus Yahya pernah menjadi juru bicara Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada 31 Mei 2018, Gus Yahya dilantik oleh Presiden Jokowi menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Istana Negara, Jakarta.[1]

Kiprah di Kancah Global

Gus Yahya pada tahun 2014, tercatat menjadi salah satu inisiator pendiri institut keagamaan di California, Amerika Serikat yaitu Bayt Ar-Rahmah Li adDa’wa Al-Islamiyah rahmatan Li Al-alamin yang mengkaji agama Islam untuk perdamaian dan rahmat alam.

Kaka dari Menteri Agama Gus Yaqut ini pernah dipercaya menjadi tenaga ahli perumus kebijakan pada Dewan Eksekutif Agama Agama di Amerika Serikat – Indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Presiden Obama dan Presiden Jokowi pada Oktober 2015 untuk menjalin kemitraan strategis antara Amerika Serikat dan Indonesia.[5] American Jewish Committee (AJC) pernah mengundangnya berpidato tentang resolusi konflik keagamaan di sana dan menawarkan gagasan bernas.

Gus Yahya sering didaulat menjadi pembicara internasional di luar negeri. Seperti pada Juni 2018, Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam forum ini, Gus Yahya menyuarakan menyerukan konsep rahmat, sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan agama. Ia menawarkan perdamaian dunia melalui jalur-jalur penguatan pemahaman agama yang damai.[1]

Pada 15 Juli 2021, Gus Yahya mendapatkan apresiasi tinggi dari tokoh-tokoh perdamaian dunia dalam perhelatan International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, DC, Amerika Serikat. Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menyampaikan pidato kunci dengan judul “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).

Pada hari ketiga konferensi tingkat tinggi (KTT) tersebut Gus Yahya mendapat apresiasi dari tokoh-tokoh dunia. Gus Yahya menjelaskan bahwa dinamika bangkitnya nasionalisme religius merupakan bagian metode untuk pertahanan ketika suatu kelompok agama yang biasanya merupakan mayoritas di negaranya merasa terancam secara budaya.

Menurut Gus Yahya, kebangkitan ini pun tidak terelakkan lantaran dunia tengah bergulat dalam persaingan antar-nilai untuk menentukan corak peradaban di masa depan. Selain itu, dinamika internasional telah mengarah pada perwujudan satu peradaban global yang tunggal dan saling berbaur (single interfused global civilization).

Pihaknya mempertegas bahwa persaingan yang sengit ini berpotensi besar memicu permusuhan dan kekerasan. Maka dari itu, Gus Yahya mendorong berbagai elemen di dunia menemukan cara untuk mengelolanya sebelum telanjur meletus konflik global yang kian parah.

Solusi yang ditwarkan Gus Yahya adalah dengan menawarkan strategi dan model perdamaian dunia sebagaimana yang selama ini telah dipraktikkan warga Nahdlatul Ulama atau NU.

Gus Yahya menwarkan beberapa solusi.

  1. Langkah awal harus diidentifikasi lebih dahulu nilai-nilai apa yang selama ini telah menjadi kesepakatan bersama. Nilai-nilai itu antara lain kejujuran, kasih-sayang dan keadilan.
  2. Dunia harus membangun konsensus atas nilai-nilai yang perlu disepakati agar semua pihak yang berbeda-beda dapat hidup berdampingan secara damai. Bahkan nilai-nilai tradisional yang menghambat koeksistensi damai pun layak untuk diubah.
  3. Strategi NU yang menyatakan bahwa kategori kafir tidak memiliki relevansi hukum dalam konteks negara bangsa modern perlu dikontekstualisasi dalam hal tersebut.[3]

Daftar Rujukan

  1. ^ a b c d Hendartyo, Muhammad (12 Oktober 2021). "Profil Yahya Staquf, Salah Satu Calon Ketua Umum PBNU". Tempo. Diakses tanggal 13 November 2021. 
  2. ^ Kumparan (8 Oktober 2021). "Profil Yahya Cholil Staquf, Caketum Kuat PBNU Penantang Said Aqil". Kumparan.com. Diakses tanggal 13 November 2021. 
  3. ^ a b Fathuddin, Agus (18 Juli 2021). "Yahya Staquf Tawarkan Strategi Perdamaian Global Model NU, Dipuji di IRF Summit". Suaramerdeka.com. Diakses tanggal 13 November 2021. 
  4. ^ Tirto.id. "Profil Yahya Cholil Tsaquf". Tirto.id. Diakses tanggal 13 November 2021. 
  5. ^ Kabartangsel.com (22 Desember 2020). "Profil dan Biodata Lengkap KH. Yahya Cholil Staquf". Kabartangsel.com. Diakses tanggal 13 November 2021.