Bias negatif,[1] juga dikenal sebagai efek negatif, adalah gagasan yang menyatakan bahwa ketika dengan intensitas yang sama, hal-hal yang bersifat lebih negatif (misalnya pikiran, emosi, atau interaksi sosial yang buruk; peristiwa yang berbahaya/trauma) memiliki pengaruh yang lebih besar berpengaruh pada keadaan dan proses psikologis seseorang daripada hal-hal yang netral atau positif.[2][3][4] Dengan kata lain, sesuatu yang sangat positif umumnya akan berdampak lebih kecil pada perilaku dan kognisi seseorang daripada sesuatu yang sama-sama emosional tetapi negatif. Bias negatif telah diselidiki dalam banyak bidang yang berbeda, termasuk dalam pembentukan kesan dan evaluasi umum; perhatian, pembelajaran, dan memori; serta dalam pengambilan keputusan dan pertimbangan risiko.

Bias seperti ini memiliki efek yang sangat besar, misalnya, membuat negara saling berperang, membuat ekonomi menjadi stagnan, memberikan tendensi sekolah untuk membuat siswa menjadi gagal. Bias ini juga bisa menghancurkan reputasi dan membuat bangkrut perusahaan, bahkan sampai membuat perpecahan politik.[5]

Studi bias negatif juga telah dikaitkan dengan penelitian dalam bidang pengambilan keputusan, khususnya yang berkaitan dengan penghindaran risiko atau penghindaran kerugian. Ketika dihadapkan pada situasi di mana seseorang berada diantara pilihan untuk mendapatkan sesuatu atau kehilangan sesuatu tergantung pada hasilnya, kerugian potensial dianggap lebih berat daripada keuntungan potensial.[6][1][7] Pertimbangan kerugian yang lebih besar (yaitu hasil negatif) sejalan dengan prinsip potensi negatif seperti yang dikemukakan oleh Rozin dan Royzman.[4]

Penyebab

Bias negatif adalah tendensi bahwa kejadian negatif memilki pengaruh yang lebih besar kepada psikologis seseorang dibanding kejadian positif. Terdapat beberapa penjelasan mengapa manusia memiliki bias seperti ini.

Evolusi

Evolusi merupakan sebuah teori dimana spesies perlu memiliki sifat yang sesuai dengan lingkungannya agar tetap dapat bertahan hidup. Mamalia, termasuk manusia, berevolusi dalam lingkungan dimana ancaman-ancaman terjadi secara tidak terprediksi.[8] Kemampuan untuk dapat menentukan dan memprediksi ancaman negatif sangatlah penting agar seorang individu tetap dapat sintas. Oleh karena itu, akan sangat menguntungkan bagi manusia untuk dapat fokus pada informasi negatif, karena informasi negatif memiliki potensi pengaruh yang sangat besar terhadap manusia dibandingkan dengan informasi positif.[9] Informasi negatif ini dapat mengorientasikan manusia melakukan respon yang tepat untuk situasi-situasi berbahaya di masa lampau.[10] Karena kemampuan untuk memberi perhatian lebih terhadap informasi negatif sangatlah penting,[11] kemampuan tersebut akhirnya diturunkan kepada keturunan manusianya di zaman sekarang.[12]

Psikis

Penyebab psikis dari bias negatif dapat ditemukan pada beberapa faktor. Faktor pertama adalah penilaian diri sendiri.[13] Riset yang dilakukan oleh Chang dan Askawa menemukan bahwa orang asia memiliki kecenderungan untuk lebih merasa pesimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh peristiwa masa lampau orang asia yang cenderung lebih defensif.[13] Pesimisme seperti ini dapat membentuk pola pikir defensif yang membuat seseorang untuk membuat harapan yang rendah dan menghabiskan banyak waktu untuk merefleksi semua hal yang dapat dibayangkan untuk suatu situasi.[14] Pola pikir seperti itu dapat menghasilkan bias negatif.

Kepercayaan diri juga memengaruhi seberapa besar bias negatif yang dapat dimiliki seseorang. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan bahwa orang dengan kepercayaan diri yang rendah dapat menilai lebih buruk suatu kejadian dibanding dengan orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi.[15] Artinya, seseorang dengan kepercayaan diri yang rendah cenderung memiliki bias negatif yang lebih tinggi.[16] Perilaku seperti ini konsisten diantara berbagai kebudayaan, sehingga efek ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh norma dan budaya yang berlaku di masyarakat.[17]

Riset sebelumnya menunjukkan bahwa pengalaman seseorang memiliki efek yang besar terhadap kejadian dalam hidupnya.[18] Kejadian yang memiliki pengaruh yang besar terhadap seseorang, terutama yang menyebabkan depresi, dapat membuat bias pemrosesan informasi yang terjadi dalam otak seseorang.[19]

Referensi

  1. ^ a b Kanouse, D. E., & Hanson, L. (1972). Negativity in evaluations. In E. E. Jones, D. E. Kanouse, S. Valins, H. H. Kelley, R. E. Nisbett, & B. Weiner (Eds.), Attribution: Perceiving the causes of behavior. Morristown, NJ: General Learning Press.
  2. ^ Baumeister, Roy F.; Finkenauer, Catrin; Vohs, Kathleen D. (2001). "Bad is stronger than good" (PDF). Review of General Psychology. 5 (4): 323–370. doi:10.1037/1089-2680.5.4.323. Diakses tanggal 2014-11-19. 
  3. ^ Lewicka, Maria; Czapinski, Janusz; Peeters, Guido (1992). "Positive-negative asymmetry or "When the heart needs a reason"". European Journal of Social Psychology. 22 (5): 425–434. doi:10.1002/ejsp.2420220502. 
  4. ^ a b Rozin, Paul; Royzman, Edward B. (2001). "Negativity bias, negativity dominance, and contagion". Personality and Social Psychology Review. 5 (4): 296–320. doi:10.1207/S15327957PSPR0504_2. 
  5. ^ Tierney, John; Baumeister, Roy F. (2019-12-31). The Power of Bad: How the Negativity Effect Rules Us and How We Can Rule It (dalam bahasa Inggris). Penguin. hlm. 2. ISBN 978-1-101-61646-8. 
  6. ^ Kahneman, D.; Tversky, A. (1979). "Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk". Econometrica. 47 (2): 263–291. CiteSeerX 10.1.1.407.1910 . doi:10.2307/1914185. JSTOR 1914185. 
  7. ^ Wells, Jennifer D.; Hobfoll, Stevan E.; Lavin, Justin (1999). "When it rains, it pours: The greater impact of resource loss compared to gain on psychological distress". Personality and Social Psychology Bulletin. 25 (9): 1172–1182. doi:10.1177/01461672992512010. 
  8. ^ Jones, Kate E.; Safi, Kamran (2011-09-12). "Ecology and evolution of mammalian biodiversity". Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences. 366 (1577): 2452. doi:10.1098/rstb.2011.0090. ISSN 0962-8436. PMC 3138616 . PMID 21807728. 
  9. ^ Soroka, Stuart (25 Mei 2015). "Why do we pay more attention to negative news than to positive news?". British Politics and Policy at LSE. Diakses tanggal 20 Desember 2021. 
  10. ^ Öhman, Arne; Flykt, Anders; Esteves, Francisco (2001). "Emotion drives attention: Detecting the snake in the grass". Journal of Experimental Psychology: General (dalam bahasa Inggris). 130 (3): 466–478. CiteSeerX 10.1.1.640.3659 . doi:10.1037/0096-3445.130.3.466. ISSN 1939-2222. 
  11. ^ Tooby, John; Cosmides, Leda (Juli 1990). "The past explains the present" (PDF). Ethology and Sociobiology (dalam bahasa Inggris). 11 (4-5): 412. doi:10.1016/0162-3095(90)90017-Z. 
  12. ^ Cherry, Kendra (29 April 2020). "Why Our Brains Are Hardwired to Focus on the Negative". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 Desember 2021. 
  13. ^ a b Chang, Edward C.; Asakawa, Kiyoshi (2003). "Cultural variations on optimistic and pessimistic bias for self versus a sibling: Is there evidence for self-enhancement in the West and for self-criticism in the East when the referent group is specified?". Journal of Personality and Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 84 (3): 579. CiteSeerX 10.1.1.582.1901 . doi:10.1037/0022-3514.84.3.569. ISSN 1939-1315. 
  14. ^ Norem, Julie K.; Chang, Edward C. (2002-09). "The positive psychology of negative thinking" (PDF). Journal of Clinical Psychology (dalam bahasa Inggris). 58 (9): 994. doi:10.1002/jclp.10094. ISSN 0021-9762. 
  15. ^ Kontributor, WebMD Editorial (23 November 2020). "Signs of Low Self-Esteem". WebMD (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 20 Desember 2021. 
  16. ^ Müller-Pinzler, Laura; Czekalla, Nora; Mayer, Annalina V.; Stolz, David S.; Gazzola, Valeria; Keysers, Christian; Paulus, Frieder M.; Krach, Sören (8 Oktober 2019). "Negativity-bias in forming beliefs about own abilities". Scientific Reports (dalam bahasa Inggris). 9 (14416): 9. doi:10.1038/s41598-019-50821-w. ISSN 2045-2322. Individuals with ... lower self-esteem showed more biases towards negative information 
  17. ^ Brown, Jonathon D.; Huajian Cai; Oakes, Mark A.; Ciping Deng (2009-01). "Cultural Similarities in Self-Esteem Functioning: East is East and West is West, But Sometimes the Twain do Meet". Journal of Cross-Cultural Psychology (dalam bahasa Inggris). 40 (1): 146. CiteSeerX 10.1.1.620.4824 . doi:10.1177/0022022108326280. ISSN 0022-0221. 
  18. ^ Oishi, Shigehiro; Diener, Ed; Choi, Dong-Won; Kim-Prieto, Chu; Choi, Incheol (2007). "The dynamics of daily events and well-being across cultures: When less is more". Journal of Personality and Social Psychology (dalam bahasa Inggris). 93 (4): 685–686. doi:10.1037/0022-3514.93.4.685. ISSN 1939-1315. 
  19. ^ Łosiak, Władysław; Blaut, Agata; Kłosowska, Joanna; Łosiak-Pilch, Julia (2019). "Stressful Life Events, Cognitive Biases, and Symptoms of Depression in Young Adults". Frontiers in Psychology. 10 (2165): 2. doi:10.3389/fpsyg.2019.02165. ISSN 1664-1078. 

Bacaan lanjutan

  • Dong, Guangheng; Zhou, Hui; Zhao, Xuan; Lu, Qilin (2011). "Early Negativity Bias Occurring Prior to Experiencing of Emotion". Journal of Psychophysiology. 25: 9–17. doi:10.1027/0269-8803/a000027. 
  • Sonsino, Doron (2011). "A note on negativity bias and framing response asymmetry". Theory and Decision. 71 (2): 235–250. CiteSeerX 10.1.1.523.5455 . doi:10.1007/s11238-009-9168-9. 

Pranala luar