Keadilan
Keadilan adalah kondisi yang bersifat adil terhadap suatu sifat, perbuatan maupun perlakuan terhadap sesuatu hal.[1] Nilai keadilan merupakan salah satu jenis nilai yang menjadi tujuan perwujudan hukum,[2] sehingga keadilan selalu berkaitan dengan hukum.[3] Sifat dari keadilan ialah tidak dapat dinyatakan seluruhnya dalam satu pernyataan, karena keadilan merupakan gagasan yang dinyatakan. Sudut pandang kebaikan terhadap keadilan dapat dalam tingkat pengertian individu hingga ke tingkat negara.[4] Nilai keadilan mengandung moral yang universal tetapi dinamis, dan hak-hak anggota masyarakat yang bersifat abstrak. Keadilan untuk setiap anggota masyarakat terpenuhi melalui pemberian perlakuan yang sama dan tidak berpihak pada suatu golongan tertentu.[5] Pemenuhan keadilan di masyarakat umumnya melalui sistem peradilan pidana.[6] Pengaturan keadilan yang bersifat umum maupun individu serta keselarasan kedunaya merupakan peran dari hukum negara.[7]
Sejarah kajian
Masa Yunani Kuno
Kajian mengenai keadilan telah dimulai sejak masa Yunani Kuno. Pada masa ini telah ada gagasan umum tentang keadilan secara kodrati dan keadilan berdasarkan hukum yang berlaku. Pada masa Yunani Kuno, keadilan dikaitkan dengan hukum kodrat. Pencetus pemikiran ini ialah Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran bahwa kehidupan manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam masih diterima. Segala pandangan mengenai kebenaran disesuaikan dengan hukum kodrat yang pelaksanaannya hanya dapat terpenuhi dengan adanya keadilan. Munculnya gagasan mengenai keadilan di Yunani Kuno berawal dari penurunan kualitas demokrasi di Athena setelah terjadinya Perang Peloponnesos. Pada masa ini terdapat dua tokoh yang mengkaji keadilan sebagai bagian dari filsafat hukum, yaitu Plato dan Aristoteles. Keduanya mengemukakan pengertian keadilan yang berkaitan dengan hukum positif.[8]
Karakteristik
Sifat utama dari keadilan adalah relatif bagi setiap individu yang berbeda. Suatu keadilan di dalam masyarakat dapat tidak dipahami maknanya sebagai suatu substansi hukum meskipun telah dilakukan secara adil. Ini disebabkan adanya perbedaan pandangan atas keadilan dari segi penilaian, pengamatan, perasaan, dan persepsi mengenai makna keadilan. Suatu keadilan tidak dapat dipandang sebagai suatu bagian dari rasa, keinginan atau harapan. Keadilan merupakan sesuatu yang tidak pasti karena maknanya hanya dimiliki oleh masing-masing hati nurani manusia. Kualifikasi terhadap substansi mengenai keadilan telah dibagi oleh Plato menjadi tiga jenis. Pertama, keadilan muncul secara alami dalam diri tiap individu. Kedua, keberadaan sifat keadilan dalam diri manusia membentuk penataan dan pengendalian diri manusia terhadap tingkat emosi dalam rangka adaptasi dengan lingkungan sosial. Ketiga, adanya keadilan membuat masyarakat dapat memenuhi kodratnya sebagai manusia secara utuh dan semestinya.[9]
Keadilan selalu berkaitan dengan hukum. Keberterimaan dan keberlangsungan hukum di dalam suatu masyarakat memerlukan asas-asas keadilan. Sifat dari hukum harus sesuai dengan asas-asas keadilan di dalam masyarakat agar dapat menghasilkan kepastian hukum. Sementara itu, keadilan menjadi salah satu cita-cita dari hukum selain dari kepastian hukum dan kebermanfaatannya. Keadilan, kepastian dan kebermanfaatan hukum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian hukum diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang tertib dan berkeadilan. Sementara itu, keadilan dan kebermanfaatan diperlukan untuk memberi nilai guna terhadap kepastian hukum.[10]
Jenis
Keadilan restoratif
Keadilan restoratif merupakan jenis keadilan yang berkaitan dengan tindakan pelanggaran sosial di dalam masyarakat. Penegakan keadilan dilakukan terhadap pelaku pelanggaran maupun korban pelanggaran. Pelaku pelanggaran diberikan rehabilitasi, sementara korban diberikan penyembuhan. Penegakan keadilan bersifat terbuka dengan pengadaan penegakan hanya di komunitas yang menjamin penegakan keadilan dalam masyarakat. Jaminan dari masyarakat ialah mengenai penetapan tindakan pelanggaran sebagai suatu perbuatan yang sifatnya salah, tidak adal dan tidak patut dilakukan.[11] Peradilan pidana yang menggunakan konsep keadilan restoratif memberikan pemusatan perhatian kepada pelibatan korban, pelaku pidana dan masyarakat. Melalui keadilan restoratif, penegak hukum dapat memberikan tanggapan terhadap suatu tindak pidana.[12] Pendekatan keadilan restoratif ini umumnya digunakan untuk penyelesaian hukum yang melibatkan anak dalam perkara diversi atau perkara yang tidak memerlukan mekanisme pidana.[13]
Sudut pandang keagamaan
Islam
Dalam Islam, Al-Qur'an diyakini sebagai pedoman lengkap terhadap moral yang didasarkan kepada prinsip-prinsip keadilan. Adanya prinsip-prinsip keadilan di dalam Al-Qur'an bertujuan untuk menciptakan keramahan dan kedamaian di dalam tatanan kehidupan manusia yang diyakini terlahir dalam keadaan suci. Penegakan keadilan oleh Allah sebagai tuhan diwakili dengan pengutusan para nabi dan rasul ke Bumi. Pandangan ini disampaikan di dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Hadid ayat 25. Dalam ayat ini disampaikan bahwa para nabi dan rasul diutus dengan dua tujuan utama, yaitu misi kenabian dan menegakkan keadilan. Misi kenabian dilaksanakan dengan mengajarkan tauhid dan melarang perbuatan musyrik. Sementara penegakan keadilan dilakukan dengan menghilangkan kezaliman yang terjadi di dalam suatu masyarakat.[14]
Islam menjadikan keadilan sebagai salah satu doktrin utama dalam kegiatan muamalah. Pandangan ini disampaikan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 8. Dalam ayat ini disampaikan bahwa keadilan merupakan suatu pendekatan kepada ketakwaan. Keadilan ini harus dipenuhi tanpa membawa emosi tertentu pada suatu golongan tertentu.[15]
Kekristenan
Dalam Kekristenan, keadilan merupakan salah satu nilai fundamental. Keadilan ini berkaitan dengan kesetaraan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Kesetaraan ini diperoleh oleh setiap manusia karena statusnya sebagai ciptaan. Masyarakat berperan mewujudkan kesetaraan ini dalam bentuk penyediaan sumber daya yang mampu menjaga martabat manusia.[16]
Akses
Akses terhadap keadilan merupakan langkah-langkah yang ditempuh oleh masyarakat dalam pertahanan dan pemulihan hak serta penyelesaian permasalahan hukum sesuai dengan standar hak asasi manusia. Penyelesaian permasalahan hukum dapat melalui mekanisme formal maupun informal sesuai dengan kemampuan masyarakat.[17] Akses terhadap keadilan terbagi menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan keadilan sebagai hak asasi manusia dan pendekatan keadilan ditinjau dari segi kemampuan pemerolehannya. Kedua jenis pendekatan ini dilakukan karena masyarakat tidak hanya harus mengetahui hak-hak yang dimilikinya beserta dengan cara memperolehnya dari negara, melainkan juga harus mengetahui kemampuan untuk memperolehnya.[18]
Penegakan
Konsep peradilan yang adil
Peradilan yang adil merupakan konsep yang mengemukakan bahwa proses peradilan harus bertindak secara adil terhadap mengadili pidana untuk jenis kejahatan apapun. Konsep peradilan yang adil merupakan salah satu sarana dalam melakukan penegakan keadilan. Konsep ini didasarkan kepada adanya prinsip persamaan di hadapan hukum. Ini sejalan dengan tujuan hukum untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan. Kedua konsep ini saling berkaitan satu sama lain serta saling melengkapi tujuannya masing-masing.[19]
Peradilan adat
Peradilan adat dilakukan ketika terjadi sengketa yang dapat diselesaikan dalam basis komunitas. Keberadaan peradilan adat didasarkan kepada peran hukum sebagai pengarah bagi terwujudnya keadilan. Proses legitimasi hukum didasarkan kepada asas dan nilai hukum yang berlaku di dalam suatu masyarakat secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Peradilan adat memperoleh reaktualisasi dan revitalisasi karena hukum harus ditetapkan secara bertanggung-jawab.[20]
Tokoh pemikir
Aristoteles
Aristoteles menganggap keadilan sebagi suatu gagasan yang mengandung ambiguitas. Keadilan menurutnya dapat diartikan menjadi dua hal, yaitu kebajikan sosial yang menyeluruh atau kebajikan sosial yang memilik kekhususan. Kebajikan sosial yang menyeluruh ini ia sebut sebagai keadilan universal. Sementara, kebajikan sosial yang khusus disebutnya sebagai keadilan partikular. Aristoteles mengemukakan bahwa keadilan universal terbentuk bersamaan dengan proses penegakan hukum. Sedangkan keadilan partikular berkaitan dengan kepatutan. Ia kemudian membagi lagi keadilan partikular menjadi keadilan komunitatif dan keadilan distributif.[21]
Melalui bukunya yang berjudul Etika Nikomakea, Aristoteles mengemukakan pandangannya mengenai pemenuhan keadilan dengan tuntutan pemenuhan hak masyarakat. Dalam pandangannya, suatu masyarakat tidak hanya memikirkan tentang bentuk pemerintahan yang terbaik, tetapi juga melibatkan pemikiran mengenai bentuk pemerintahan yang termudah untuk memenuhi keinginan masyarakat. Pemikiran Aristoteles ini menjadi inti dari filsafat hukum yang ia kembangkan. Ia berpendapat bahwa keadilan merupakan syarat untuk menetapkan hukum.[22]
Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah mengartikan keadilan sebagai tindakan memberikan hak setiap anggota masyarakat secara adil dan sukarela serta tetap menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, keadilan diterapkan baik oleh individu, keluarga, maupun masyarakat. Tiap individu di dalam masyarakat harus bersikap jujur, mengetahui kebenaran dan kesalahan serta menaati peraturan yang berlaku. Tujuan penegakan keadilan tidak hanya dianggap sebagai pemenuhan harapan bagi setiap manusia, tetapi juga berkaitan dengan pelaksanaan perintah Tuhan di dalam Al-Qur'an yang merupakan kitab suci bagi umat Islam.[23] Konsep keadilan yang diyakini oleh Ibnu Taimiyah adalah yang tidak memberikan kezaliman bagi orang lain. Keadilan harus mampu mencegah tindakan melukai atau merugikan orang lain. Ia meyakini bahwa kompensasi yang adil perlu diberikan berkaitan dengan permasalahan moral maupun kewajiban hukum.[24]
John Rawls
John Rawls memberikan pemikiran-pemikiran yang berpengaruh terhadap diskursus tentang nilai keadilan. Karya-karyanya yang penting terkait dengan keadilan antara lain A Theory of Justice, Political Liberalism, dan The Law of Peoples. Rawls mengembangkan prinsip-prinsip mengenai keadilan dengan konsep posisi azali dan selubung ketidaktahuan. [25]
Referensi
- ^ Purwana, Agung Eko (2016). Masykuroh, Ely, ed. Keadilan: Pendekatan Ekonomi Islam Teori, Masalah, dan Kebijakan (PDF). Ponorogo: STAIN Po Press. hlm. 9. ISBN 978-602-9312-89-8.
- ^ Aprita, S., dan Adhitya, R. (2020). Nurachma, Shara, ed. Filsafat Hukum (PDF). Depok: Rajawali Pers. hlm. 190. ISBN 978-623-231-448-1.
- ^ Marsaid, Zuber, R., dan Romziatussa'adah. Anak dan Penyalahgunaan Narkoba Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam Perspektif Nilai Kepatutan dan Keadilan (PDF). Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Raden Fatah. hlm. 130. ISBN 978-602-7253-07-0.
- ^ Michael, Tomy (2017). "Diskursus Keadilan dalam Pasal 24 Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 23 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan". Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu dan Call of Papers UNISBANK Ke-3: 402. ISBN 978-979-364-999-3.
- ^ Saifullah (2020). Senjakala Keadilan: Risalah Paradigma Baru Penegakan Hukum di Indonesia (PDF). Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. hlm. 4.
- ^ Sugiharto, R. (2012). Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan Sekilas Sistem Peradilan Pidana di Beberapa Negara (PDF). Unissula Press. hlm. 1. ISBN 978-602-7525-15-3.
- ^ Handoko, Sigit (2020). Revitalisasi Pancasila (PDF). Yogyakarta: Kreasi Total Media. hlm. 156.
- ^ Jainah, Z. O., dkk. (2019). Sisi Pembangunan Hukum Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press. hlm. 143–144. ISBN 978-602-60638-8-5.
- ^ Syarifuddin, M. (2020). Cholil, A., dan Fathony, A. F., ed. Aksesibilitas Keadilan bagi Perempuan dan Anak: Peran Mahkamah Agung dalam Mewujudkan Keadilan bagi Perempuan dan Anak Berhadapan dengan Hukum (PDF). PT Imaji Cipta Karya. hlm. 11–12. ISBN 978-623-90916-6-8.
- ^ Wantu, Fence M. (2015). Pengantar Ilmu Hukum (PDF). Gorontalo: UNG Press. hlm. 5. ISBN 978-602-72133-6-4.
- ^ Purwati, Ani (2020). Lestari, Tika, ed. Keadilan Restoratif dan Diversi dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak (PDF). Surabaya: CV. Jakad Media Publishing. hlm. 21. ISBN 978-623-7681-67-0.
- ^ Syaufi, Ahmad (2020). Konstruksi Model Penyelesaian Perkara Pidana yang Berorientasi pada Keadilan Restoratif (PDF). Bantul: Penerbit Samudra Biru. hlm. 179. ISBN 978-623-261-017-0.
- ^ Novianti, dkk. (2015). Sistem Peradilan Pidana Anak: Peradilan untuk Keadilan Restoratif (PDF). Jakarta Pusat: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. hlm. 120. ISBN 978-602-1247-49-5.
- ^ Khaeruman, Badri (2019). Membangun Keadilan Ekonomi: Penguatan Konsep Islami dan Pengembangan Usaha (PDF). Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Bandung. hlm. 21–22. ISBN 978-623-6070-91-8.
- ^ Suretno, Sujian (2018). Pelaksanaan Musyarakah di Bank Syariah Mandiri: Kajian Prinsip Keadilan dan Kepatuhan Syariah (PDF). Cirebon: Nusa Literasi Inspirasi. hlm. 107. ISBN 978-602-5668-57-9.
- ^ Wijaya, Y., Wantian, C., dan Stückelberger, C. (2017). Iman Dan Nilai-Nilai Kristiani: Sebuah Pengantar untuk Para Pengusaha di Cina (PDF). Diterjemahkan oleh Wati, Mega. Jenewa: Globethics.net International Secretariat. hlm. 79. ISBN 978-2-88931-116-3.
- ^ Hidayat, Papang (2020). Budiman, A. A., dan Rahmawati, M., ed. Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Hak-Hak Konsumen: Sebuah Panduan Akses terhadap Keadilan (PDF). Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice Reform. hlm. 28. ISBN 978-623-719-804-8.
- ^ Wicaksana, D. A., dkk. (2020). Hertanto, Hasril, ed. Indeks Akses Terhadap Keadilan di Indonesia 2019 (PDF). Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Akses terhadap Keadilan. hlm. 26. ISBN 978-623-93444-0-5.
- ^ Abidin, Z., dkk. (2019). Qorib, F., dan Anggara, ed. Menyelisik Keadilan yang Rentan: Hukuman Mati dan Penerapan Fair Trial di Indonesia (PDF). Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice Reform. hlm. 180. ISBN 978-602-6909-86-2.
- ^ Jamaluddin, dkk. (2019). Yulia, Sari, E., dan Rahman, A., ed. Penyelesaian Sengketa melalui Peradilan Adat: Suatu Instrumen Mencapai Perdamaian Dan Keadilan Bagi Masyarakat (PDF). Lhokseumawe: Unimal Press. hlm. 11. ISBN 978-602-464-093-4.
- ^ Wargasetia, G., dan Setiawan, J. M., ed. (2011). Mozaik Kebenaran (PDF). Bandung: PT Danamartha Sejahtera Utama. hlm. 53. ISBN 978-979-1194-14-3.
- ^ Kalalo, F. (2008). "Kebijakan Reklamasi Pantai dan Laut serta Implikasinya pada Status Hukum Tanah dan Masyarakat Pesisir" (PDF). Konverensi Nasional VI Pengelolaaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Manado: 1100–1101. ISBN 978-979-25-2347-8.
- ^ Muqoddas, Muh. Busyro (2018). "Reposisi CSO Sebagai Basis Kekuatan Demokrasi" (PDF). Proceedings Seminar Nasional dan Call For Papers: Menagih Komitmen Pemerintah, Mewujudkan Keadilan Sosial. Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: 8. ISBN 978-623-7054-09-2.
- ^ Rahim, Abdul (2020). Juhasdi, ed. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam (PDF). Makassar: Yayasan Barcode. hlm. 108. ISBN 978-623-285-080-4.
- ^ Sukarna, Kadi (2016). Alat Bukti Petunjuk Menurut KUHP dalam Perspektif Teori Keadilan (PDF). Semarang: Unnes Press. hlm. 41. ISBN 978-602-285-066-3.
Pranala luar
- (Inggris) Stanford Encyclopedia of Philosophy:
- Distributive justice, oleh Julian Lamont.
- Justice as a virtue, oleh Michael Slote.
- Punishment, oleh Hugo Adam Bedau.