Abu Al-Aswad Ad-Du'ali

abu aswad
Revisi sejak 12 November 2022 12.37 oleh Bot5958 (bicara | kontrib) (Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: DEFAULTSORT dengan karakter spesial))

Abul Aswad Ad-Du'aliy (bahasa Arab: أَبُو ٱلْأَسْوَد ٱلدُّؤَلِيّ) merupakan penggagas ilmu nahwu dan pakar tata bahasa Arab dari Bani Kinanah dan dijuluki sebagai bapak bahasa Arab. Nama lengkapnya adalah Abu al-Aswad Ẓālim ibn ʿAmr ibn Sufyān ibn Jandal ibn Yamār ibn Hīls ibn Nufātha ibn al-ʿĀdi ibn al-Dīl ibn Bakr, lebih dikenal atau dengan julukannya Abu Al-Aswad Ad-Du’ali (atau Ad-Dili), orang yang diambil ilmunya dan yang memiliki keutamaan, dan Hakim (Qadhi) di Basyrah. Dia dilahirkan pada masa kenabian Muhammad ﷺ. Ia dianggap sebagai orang yang pertama kali mendefinisikan tata bahasa Arab. Dan yang pertama kali meletakkan titik pada huruf hijaiyah.[1] Dia meninggal karena wabah ganas yang terjadi pada tahun 69 H (670-an M) dalam usia 85 tahun.

Kompetensi

Ali bin Abi Thalib Templat:Ra. adalah yang pertama kali mencetus kodifikasi ilmu Bahasa Arab, dia menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhawatuha, idhafah, imalah, ta’ajjub, istifham dan lain-lain, kemudian dia memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Dualiy untuk mengembangkannya sambil berkata: "“انح هذا النحو; unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini)". Maka istilah ilmu Nahwu diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib ini. Abul Aswad Ad-Duali diperintahkan untuk mengembangkan bahasa Arab oleh Ali bin Abi thalib karena pada masa itu Islam telah berkembang ke berbagai negara dan orang asing (ajam/non arab) banyak yang salah dalam berbahasa Arab dan kesulitan memahami Al-Quran, serta masuknya orang-orang ajam ke negeri-negeri Islam lalu mencampur bahasa mereka.[2]

Dikisahkan bahwa yang membuat Abul Aswad Ad-Du’aliy semakin semangat mengembangkan bahasa Arab adalah pada suatu malam ia berjalan dengan putrinya, kemudian putrinya berkata:" “ما أجمل السماء; maa ajmalus sama’i” (Apa yang paling Indah di langit?), kemudian Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata:" “نجومها; nujumuha” (bintang-bintangnya), kemudian putrinya berkata, “Saya bermaksud mengungkapkan ketakjuban (kekaguman)”. Maka Abul Aswad Ad-Du’aliy berkata membenarkan, katakanlah:"“ما أجمل السماء; “maa ajmalas sama’a”, (betapa indahnya langit).[3]

Perkataan para ulama tentangnya

Ahmad Al-Ijli berkata, “Dia tsiqah (tepercaya) dan orang yang pertama kali berbicara tentang ilmu nahwu”. Al-Waqidi berkata, “Dia masuk Islam pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup.” Orang lain berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali ikut perang Jamal bersama Ali bin Abu Thalib, dan dia termasuk pembesar kelompok pendukung Ali dan orang yang paling sempurna akal serta pendapatnya di antara mereka. Ali radhiallahu ‘anhu telah menyuruhnya meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu ketika dia mendengar kecerdasannya.” Al Waqidi berkata, “Lalu Abu Al Aswad menunjukkan kepadanya apa yang telah ditulisnya,” Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Alangkah baiknya nahwu yang kamu tulis ini.” Dan diriwayatkan pula bahwa dari situlah ilmu nahwu disebut ‘nahwu’. Muhammad bin Salam Al Jumahi berkata, “Abu Al Aswad Ad Du’ali adalah orang yang pertama kali meletakkan bab Fa’il, Maf’ul, Mudhaf, Huruf Rafa’, Nashab, Jar, dan Jazm. Yahya bin Ya’mar lalu belajar tentangnya.”[butuh rujukan]

Al-Mubarrad berkata, Al-Mazini menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sebab yang melatarbelakangi diletakkannya ilmu nahwu adalah karena Bintu Abu Al Aswad (anak perempuan Abu Al Aswad) berkata kepadanya, ‘Maa asyaddu Al Harri (alangkah panasnya) Abu Al Aswad lalu berkata, Al Hasyba Ar Ramadha’ (awan hitam yang sangat panas)’ anak perempuan Abu Al Aswad berkata, ‘aku takjub karena terlalu panasnya’. Abu Al Aswad berkata, ‘Ataukah orang-orang telah biasa mengucapkannya ?’. lalu Abu Al Aswad mengabarkan hal itu kepada Ali bin Abu Thalib, lalu dia memberikan dasar-dasar nahwu kepadanya dan dia meneruskannya. Dialah pula orang yang pertama kali meletakkan titik pada huruf.”[butuh rujukan]

Al-Jahizh berkata, “Abu Al-Aswad adalah pemuka dalam tingkat sosial manusia. Dia termasuk kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”[butuh rujukan]

Lihat pula

  • Sibawaih, Imam dalam tata bahasa bahasa Arab dari Persia.

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^ Ibnu Khallikan. Wafaayat al-'Ayaan. vol. 1 p. 663.
  2. ^ Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah
  3. ^ Huruf hijaiyahnya (Arab) sama, akan tetapi cara membacanya (harakatnya) berbeda, sehingga artinya berbeda.

Bibliografi

  • Ringkasan Syiar A’lam An-Nubala’, Imam Adz-Dzahabi. Pustaka Azzam. (Hal: 742-743)

Pranala luar