Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (disingkat ICMI) adalah sebuah organisasi cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Ketua Umum ICMI periode 2015-2020 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H terpilih dalam Muktamar VI dan Milad ke-25 ICMI di Hotel Lombok Raya, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu, 13 Desember 2015.[1]
Singkatan | ICMI |
---|---|
Tanggal pendirian | 7 Desember 1990 |
Tipe | Organisasi non-pemerintah |
Wilayah | Indonesia |
Anak organisasi | ICMI Muda |
Situs web | icmi |
Latar Belakang Kelahiran ICMI
Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulah sejarah belaka, tetapi berkaitan erat dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang akhir dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.
Seiring dengan itu, semangat kebangkitan Islam di belahan dunia Timur ditandai dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif bagi perkembangan perabadan dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam ini menjadi masalah yang serius karena itu berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antar-peradaban lahir dari perasaan Barat yang subjektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang bangkit kembali, sehingga mengancam dominasi peradaban Barat.
Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (intelectual booming) yang di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-institusi modern. Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang mulanya didominasi oleh kaum abangan dan di beberapa tempat oleh nonmuslim. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan pemerintah.
Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasawarsa 80-an mitos bahwa umat Islam Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas runtuh dengan sendirinya. Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan mereka bukan saja secara mental, tetapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah lahir critical mass yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi intelektual melalui pergumulan ide dan gagasan yang diekspresikan baik melalui forum seminar maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Seiring dengan itu juga terjadi perkembangan dan perubahan iklim politik yang semakin kondusif bagi tumbuhnya saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk yang berada di dalam birokrasi.
ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama.
Masjid Kampus Universitas Brawijaya Malang
Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan kondisi umat Islam, terutama kadena berserakannya keadaan cendekiawan muslim, sehingga menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi masing-masing.
Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas yang direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 29 September-1 Oktober 1990. Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari Erik Salman, Ali Mundakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan Lalu M. Iqbal Songgel berkeliling menemui para pembicara, di antaranya Muhammad Imaduddin Abdulrahim dan M. Dawam Rahardjo.
Dari hasil pertemuan tersebut, pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi'i Anwar menghadap Menristek Prof. Bacharuddin Jusuf Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi dia bersedia tetapi sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Dia juga meminta agar pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.
Tokoh B.J. Habibie dan Soeharto
Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan di rumahnya, Bacharuddin Jusuf Habibie memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui Presiden Soeharto. Beliau juga mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia disingkat ICMI.
Tanggal 28 September 1990, sejumlah cendekiawan muslim bertemu lagi dalam rangka persiapan simposium yang akan diselenggarakan bulan Desember. Pada tanggal 25-26 November 1990, sekitar 22 orang cendekiawan yang akan membentuk wadah baru berkumpul di Tawangmangu, Solo dalam rangka merumuskan beberapa usulan untuk GBHN 1993 dan pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua 1993-2018 serta rancangan Program Kerja dan Struktur Organisasi ICMI.
Pelaksanaan simposium sempat terganggu oleh gugatan tentang rencana B.J. Habibie sebagai calon Ketua Umum ICMI karena posisinya sebagai birokrat. Kepemimpinannya dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kebebasan para cendekiawan muslim. Pada tanggal 30 November dan 1 Desember, panitia secara khusus mengadakan rapat untuk menjawab isu negatif soal pemilihan Habibie. Dari pertemuan tersebut menghasilkan beberapa komitmen. Pertama, berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mampu melahirkan sarjana dan cendekiawan. Kedua, untuk memimpin ICMI diperlukan tokoh cendekiawan muslim yang memiliki reputasi nasional dan internasional serta dapat diterima oleh umat Islam, masyarakat Indonesia, maupun pemerintah. Ketiga, hanya Unibraw salah satu wahana keilmuan yang cukup pantas melahirkan organisasi itu, apalagi pemrakasanya adalah mahasiswa univeritas tersebut. Halangan juga sempat datang dari aparat keamanan setempat. Dalam rapat gabungan antara penyelenggara, pemda, dan aparat keamanan di Surabaya, empat hari menjelang acara, aparat keamanan menpersoalkan pembentukan organisasi tersebut. ICMI, kata mereka harus diwaspadai. Tapi Abdul Aziz Hosein yang menghadiri acara tersebut sebagai panitia penyelenggara mengatakan bagaimanapun ICMI akan terbentuk karena Presiden sudah menyetujui dan AD/ ART-nya sudah disusun.
Tanggal 7 Desember 1990 merupakan lembaran baru dalam sejarah umat Islam Indonesia di era Orde Baru, secara resmi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dibentuk di Malang. Saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam, tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga merupakan tugas utama.
Ketua ICMI
Muktamar | Tanggal | Ketua terpilih | Periode |
Muktamar I | 6-8 Desember 1990 di Kota Malang | Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie | 1990-1995 |
Muktamar II | 7-9 Desember 1995 di Jakarta | Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie | 1995-2000 |
Muktamar III | 9-12 November 2000 di Jakarta | Adi Sasono | 2000-2005 |
Muktamar IV | 4-7 Desember 2005 di Makassar | Dr. Marwah Daud Ibrahim (Presidium)
Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir (Presidium) Ir. M. Hatta Rajasa (Presidium) Dr. Ir. Muslimin Nasution, APU. (Presidium) Prof. Dr. Azyumardi Azra (Presidium) |
2005-2006
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 |
Muktamar V | 4-7 Desember 2010 di Bogor | Dr. Ing. H. Ilham Akbar Habibie, MBA. (Presidium)
Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir (Presidium) Dr. Hj. Marwah Daud Ibrahim, Ph.D. (Presidium) Drs. Priyo Budi Santoso (Presidium) Dr. Sugiharto, SE. MBA. (Presidium) |
2010-2011
2011-2012 2012-2013 2013-2014 2014-2015 |
Muktamar VI | 11-13 Desember 2015 di Kota Mataram | Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H (Ketua Umum) | 2015-2020 |
Muktanar VII | 4-6 Desember 2021 di Bandung | Prof. Dr. Arif Satria, SP, M.Si | 2021-2026 |
BATIC
BATIC, singkatan dari Balai Jurnalistik ICMI Orwil Jawa Barat. Berdiri sejak 1 Januari 2000, dengan aktivitas utama menggelar Majelis Ta'lim Jurnalistik (Majestik) secara rutin tiga bulanan dan berfungsi memfasilitasi diklat-diklat jurnalistik dan kepenyiaran radio—menyediakan materi, silabus, dan instruktur.
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi Diarsipkan 2008-12-16 di Wayback Machine.
- http://icmidalamberita.wordpress.com/
- http://sitarlingicmi.wordpress.com/
- http://icmijabar.or.id/ Diarsipkan 2009-07-22 di Wayback Machine.