Hubungan antarkelompok
Hubungan antarkelompok adalah hubungan sosial yang dijalin antara dua atau lebih kelompok masyarakat dengan ciri-ciri khusus yang menyertai kelompok.[1] Hubungan antarkelompok terbentuk melalui jalinan sosial yang telah dilakukan sebelumnya, seperti perilaku, sikap, dan gerakan sosial.
Menurut Muzafer Sherif, hubungan antarkelompok terjadi apabila antara dua atau lebih kelompok saling berinteraksi dan anggota kelompok menunjukkan ciri kelompoknya dengan penghayatan kepada kelompok lain.[1]
Suatu kelompok terdiri dari kumpulan individu yang memiliki karakteristik, yakni terjadi interaksi yang dekat dan intensif antarindividu yang terlibat dalam kelompok, keanggotaan berdasarkan kategori (jenis kelamin, usia, status sosial, profesi), dan mempunyai tujuan bersama. Lebih lanjut terdapat fenomena antara psikologis dan sosial, dalam penelitian akan hubungan antarkelompok, seperti dinamika kelompok, motif dasar kelompok, identitas sosial, dan prasangka yang termasuk dalam kajian psikologi sosial.
Teori
Kelompok sendiri (ingroup) dan kelompok luar (outgrup)
Ketika individu berada dalam sebuah kelompok maka akan ada pengaruh atas tindakannya kepada kelompok lain. Perilaku tersebut disebabkan oleh faktor perbedaan identitas sosial sehingga memberikan pandangan yang berbeda dengan kelompok lain.[2]
Teori konflik realistis
Menurut Levne dan Campbell (1972) teori konflik realistis didefiniskan sebagai tindak persaingan secara langsung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas lagi berharga sehingga rentan menyebabkan permusuhan antarkelompok.[3]
Teori konflik realistis oleh Sherif (1966) mengemukakan bahwa teori ini menekankan pada pentingnya hubungan fungsional antarkelompok karena kompetisi memperebutkan sumber daya itu dapat menimbulkan prasangka yang berujung konflik antarkelompok.
Teori identitas sosial
Memiliki identitas sosial merupakan kebanggaan bagi individu atau kelompok terhadap kelompok lain karena identitas sosial mengandung prestasi, kehormatan dan kekayaan bagi seseorang sehingga berusaha menampilkan citra positif.
Sudut pandang
Menurut Kinloc (Sunarto, 2000), terdapat dimensi dalam hubungan antarkelompok seperti dimensi sikap, dimensi sejarah, gerakan sosial, perilaku, demografi, dan institusi.
Dimensi sikap
Stereotip
Menurut Suryanto, stereotip adalah persepsi yang khas mengenai individu atau keanggotaan individu dari suatu kelompok tertentu.[3] Di Indonesia stereotip berkaitan dengan etrnis contohnya, orang Madura terkenal sebagai pedagang sate atau pedagang soto, kemudian orang Padang yang memiliki kebiasan merantau dan pekerja keras. Dapat dikatakan bahwa stereotip adalah kepercayaan khalayak umum terhadap suatu kelompok.
Prasangka
Prasangka adalah perasaan yang berkesan negatif terhadap individu yang merupakan bagian dari suatu kelompok sosial.[3] Prasangka bersifat spekulatif, tidak didasarkan pada bukti yang konkret sehingga dapat memicu permusuhan karena suatu kelompok tidak menyukai ciri pada kelompok lain.
Diskriminasi
Diskriminasi adalah perilaku negatif untuk orang-orang di luar anggota kelompoknya. [3]Contoh dari perilaku dikriminatif adalah sistem kasta, seksisme dan rasisme.
Dimensi sejarah
Dimensi ini melihat latar belakang dari tumbuh dan berkembangnya hubungan antarkelompok. Selain itu dimensi sejarah berusaha mencari jawaban atas waktu, dan proses terjadinya kontak antarkelompok saat pertama kali.
Dimensi gerakan sosial
Usaha atau gerakan sosial yang dilakukan antarkelompok berguna untuk melakukan pemebebasan atas dominasi dari kelompok lain,
Dimensi perilaku
Diskriminasi adalah perilaku yang kerap dilakukan dalam hubungan antarkelompok baik itu menyangkut gender, pendidikan, ras, agama, dan etnis.
Dimensi perilaku kolektif
Perilaku kolektif adalah perilaku bersama antarkelompok dalam melakukan sesuatu, contohnya positif adalah ketentuan yang berlaku saat sedang di bioskop, dan contoh negatif, ialah pengrusakan harta benda kepada pihak atau intitusi tertentu.
Bentuk dan pola
Kekuasaan ialah konsep dasar yang berkaitan dengan hubungan antarkelompok, oleh karenanya pola hubungan antarkelompok dapat terbentuk, tetapi perlu dikombinasikan oleh variabel lain. Berikut pola hubungan antarkelompok:[4]
- Akulturasi adalah berpadu atau berbaurnya kebudayaan di antara dua kelompok etnis. Akulturasi dapat tercipta meski diantara kelompok memiliki status sosial yang berbeda.
- Dominasi adalah penguasaan suatu kelompok terhadap kelompok lain. Komblum menjelaskan empat macam proses dominasi dalam hubungan antarkelompok, yaitu (1) genosida; (2) pengusiran; (3) perbudakan; dan (4) segregasi.
- Paternalisme merupakan penguasaan secara politik dari ras pendatang kepada kelompok pribumi.
- Pluralisme yakni sikap menghargai dan mengakui adanya perbedaan di antara berbagai kelompok-kelompok masyarakat. Menurut Furnival, pluralisme (kemajemukan) terdiri dari individu yang berasal dari ras dan etnis yang bermacam-macam.
- Integrasi ialah bentuk hubungan yang tidak menaruh perhatian kepada kelompok masyarakat yang berbeda ras, karena perbedaan ras dianggap tidak penting dalam bidang status pendidikan, pekerjaan, dan politik.
Lihat pula
Referensi
- ^ a b Shaw, Marvin E. (2000). Teori-teori psikologi sosial. Philip B. Costanzo, Sarlito Wirawan Sarwono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ISBN 979-421-094-3. OCLC 950482297.
- ^ Alimin, Asep; Musthofa, Muhammad Ariez (2019-12-31). "HUBUNGAN ANTARA INGROUP FAVORITISM DAN PERILAKU PROSOSIAL". JURNAL PSIKOLOGI INSIGHT. 3 (1): 32–45. doi:10.17509/insight.v3i1.22250. ISSN 2581-0553.
- ^ a b c d Maryam, Effy Wardati (2019). Buku Ajar Psikologi Sosial Penerapan Dalam Permasalahan Sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press. hlm. 15. ISBN 978-602-5914-69-0.
- ^ Soerjono soekanto. Sosiologi : suatu pengantar. ISBN 979-421-009-9. OCLC 950520043.