Kabupaten Aceh Tenggara

kabupaten di Indonesia, di pulau Sumatera
Revisi sejak 6 Februari 2022 14.53 oleh Herryz (bicara | kontrib) (Suntingan Nediex (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Herryz)

4°22′N 96°15′E / 4.367°N 96.250°E / 4.367; 96.250

Kabupaten Aceh Tenggara
Peta
Peta
Kabupaten Aceh Tenggara di Sumatra
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Aceh Tenggara
Peta
Kabupaten Aceh Tenggara di Indonesia
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Aceh Tenggara (Indonesia)
Koordinat: 3°22′N 97°41′E / 3.37°N 97.68°E / 3.37; 97.68
Negara Indonesia
ProvinsiAceh
Tanggal berdiri4 Juni 1974[1]
Dasar hukumUU Nomor 4 Tahun 1974[1]
Ibu kotaKota Kutacane
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
Pemerintahan
 • BupatiDrs. H. Raidin Pinim. M.AP
 • Wakil BupatiH. Bukhari
Luas
 • Total4.242,04 km2 (1,637,86 sq mi)
Populasi
 • Total220.860
 • Kepadatan52/km2 (130/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam 81,32%
Kristen 18,68%
- Protestan 17,73%
- Katolik 0,95%[3]
 • BahasaAlas, Batak, Aceh, Karo, Singkil, Gayo
 • IPMKenaikan 69,44 (2021)
sedang[4]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
1104 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0629
Kode Kemendagri11.02 Edit nilai pada Wikidata
APBDRp 1.327.797.858.664,- (2020)
PADRp 95.280.537.544,- (2020)
DAURp 557.213.845.000,- (2021)


Aceh Tenggara adalah salah satu kabupaten di provinsi Aceh, Indonesia. Pusat pemerintahan atau ibukota kabupaten berada di Kota Kutacane.[2][5] Kabupaten ini berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, yang merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah cagar alam nasional terbesar terdapat di kabupaten ini.

Geografi

Batas wilayah

Utara Kabupaten Gayo Lues
Timur Provinsi Sumatra Utara
Selatan Kabupaten Aceh Selatan dan Kota Subulussalam
Barat Kabupaten Aceh Selatan

Batas Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara Sejak 1904-2002

 
Peta Aceh Tenggara

Awalnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara sangat luas, tepat berada di tengah-tengah pegunungan Bukit Barisan, yang membentang dari utara ke tenggara.[6] Pada tahun 1904, oleh Overste Van Daalen, dalam perjalanan menyerang kubu-kubu pertahanan pejuang Tanah Alas dan Gayo Luas, membuat batas-batas Tanah Alas dan Gayo Luas, yakni: sebelah utara berbatasan dengan Gunung Intem-Intem dan Gayo Luas; sebelah selatan berbatasan dengan batas Bahbala Barat (Toba) dan Lau Baleng (Karo); sebelah timur berbatasan dengan Lokop dan Peureulak; Sebelah barat berbatasan dengan Kluet (Singkil) dan Barus, dengan catatan bahwa Bahbala Barat, Lau Baleng, Lokop dan Bahorok masuk wilayah Tanah Alas dan Gayo Lues. Pada waktu itu, luas wilayah Tanah Alas dan Gayo Lues adalah 10.487 km² (1.048.700 Ha) dengan jumlah penduduk sebanyak 12.400 jiwa. Sebelum pemekaran pada tahun 2002, luas wilayah Kabupaten Aceh Tenggara adalah 9,635 km². Setelah terjadi pemekaran wilayah dengan lahirnya Kabupaten Gayo Lues pada tanggal 10 April 2002, berdasarkan UU No.4/2002, wilayah Kabupaten Aceh Tenggara menjadi 4.231,41 km² dengan sebagian besar wilayah berada di Lembah Alas.

Pemekaran Tahun 2002

Pada 10 April 2002, terjadi pemekaran di Aceh Tenggara dengan berdirinya Kabupaten Gayo Lues dengan ibu kota Blangkejeren. Kabupaten baru ini menguasai hampir 57% wilayah induk yang lama dari Kabupaten Aceh Tenggara. Daerahnya yang bergunung-gunung membuat Kabupaten Gayo Lues menjadi kabupaten yang terisolasi di provinsi Aceh. Kabupaten baru ini amat tergantung dari suplai bahan-bahan pokok dari Kutacane sebagai kabupaten induknya yang lama. Gelar sebagai penghasil Tembakau terbesar di Provinsi Aceh pun harus rela diberikan oleh Aceh Tenggara kepada Kabupaten Gayo Lues, karena daerah penghasil Tembakau, Blangkejeren, Trangon, dan Rikit Gaib telah Masuk ke kabupaten baru ini.

Sejarah

Masa Kesultanan Iskandar Muda

Sebelum datangnya pengaruh Kesultanan Aceh, tanah Alas sudah mengenal yang namanya sistem Kerajaan yang dimulai dengan kerajaan mbatu bulan yang didirikan oleh Raja lembing anak dari Raja lotung dari Tanah Samosir Laut yang diikuti oleh berdirinya kerajaan Bambel, dan kerajaan mbiak moli. Berbeda dengan daerah inti Kesultanan Aceh Darussalam yang memimpin setiap Mukim adalah Ullebalang, Di Tanah Alas dan Gayo Lues tidak mengenal sistem Mukim melainkan Kejuruan yang masing-masing kejuruan di perintah oleh Reje/Raje yang langsung bertanggung jawab kepada Sultan di ibu kota kerajaan Banda Aceh. Pada masa Sultan Iskandar Muda Tanah Alas di bagi menjadi dua kejuruan, yakni Kejuruan Bambel dan Kejuruan Mbatu bulan yang masing-masing kejuruan telah mendapatakan Cap Sikureung dari Kesultanan Aceh Darussalam selain cap sekureung Sultan Iskandar Muda juga memberikan sebuah Bawar Pedang (sejenis tongkat komando).[7]

Masa Kemerdekaan Indonesia

Kabupaten Aceh Tenggara adalah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, awal berdirinya Kabupaten Agara (kabupaten Aceh Tenggara) adalah di mulai ketika pada tanggal 06 Desember 1957 terbentuk panitia tuntutan rakyat Alas dan Gayo Lues melalui sebuah rapat di sekolah MIN Prapat Hulu yang di hadiri oleh 60 pemuka adat Alas dan Gayo lues, dan hasilnya adalah:[butuh rujukan]

1) Ibu kota Aceh Tengah dipindahkan dari Takengon ke Kutacane. 2) Jika tidak memungkinkan memindahkan ibu kota ke Kutacane, maka kewedanan Alas dan Gayo Lues dijadikan satu kabupaten yang tidak terlepas dari Provinsi Aceh.

Atas tuntutan itu diadakanlah rapat besar pada tanggal 18 Desember 1957 dengan ketua terpilih T. Syamsuddin di Kutacane yang di hadiri lebih dari 200.000 orang untuk menyatakan sikap mendukung pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara. Kehadiran Lettu Syahadat pada tahun 1957 sebagai Kepala Staf Sektor VII KDMA membawa angin segar bagi upaya pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara. Gubernur Aceh kemudian menunjuk Syahadat sebagai Kepala Perwakilan Kabupaten Aceh Tengah untuk Tanah Alas dan Gayo Luas di Kutacane, yang kemudian menyusun Program Pembangunan Aceh Tenggara. Setelah melalui perjuangan tanpa kenal lelah, akhirnya Mayor Syahadat berhasil meyakinkan Pangkowilhan I Letjend. Koesno Oetomo untuk secara de facto menyatakan mengesahkan daerah Tanah Alas dan Gayo Luas Menjadi Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 14 November 1967. Pada 22 Desember 1972 Pemerintah Pusat mengirim tim yang dipimpin Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri Mayjen. Sunandar Priyosudharmo (belakangan menjadi Gubernur Jawa Timur) untuk memeriksa persiapan terakhir di Kutacane.

Pada tahun 1974, setelah berjuang selama 17 tahun sejak tahun 1956, Pemerintah akhirnya menerbitkan UU No. 4/1974 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Tenggara dan peresmiannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud pada tanggal 26 Juni 1974 dalam suatu acara yang khidmat di Kutacane. Pada hari itu juga Gubernur Daerah Istimewa Aceh A. Muzakkir Walad melantik Syahadat sebagai Bupati Kabupaten Aceh Tenggara. Pada tanggal 24 Juli 1975 Syahadat secara definitif diangkat sebagai Bupati Aceh Tenggara yang pertama.

Pemerintahan

Daftar Bupati

Bupati Aceh Tenggara Republik Indonesia
 
Lambang Bupati Aceh Tenggara Republik Indonesia
KediamanPendopo Bupati Aceh Tenggara
Masa jabatan5 tahun (definitif)
Dibentuk1975
Situs webSitus Resmi Kabupaten Aceh Tenggara

Berikut ini adalah Daftar Bupati Aceh Tenggara dari masa ke masa.

</onlyinclude>

No. Bupati
(lahir–wafat)
Potret Mulai menjabat Akhir menjabat Wakil Bupati Portret Periode Referensi
1 Kol. H. Syahadat Desky 1975 1980 1
- Drs. A. Djalil (Penjabat) 1980 1981
2 Kol. AURI T. Djohan Syahbudin, S.H. 1981 1986 2
- Drs. Soetardjo
(Penjabat)
1986 1986 3
3 Drs. H. T. Iskandar 1986 1991 4
4 Drs. H. Syahbudin BP, M.M.
(l. 1949)
1991 1996 5
1996 2001 6
5 Drs. H. Armen Desky, M.M.
(l. 1949)
2001 2006 Drs. H. Darmansyah, M.M. 7

(2001)

- Drs. Rajadin

(Penjabat)

2006 2007
- Drs. H. Marthin Desky, M.M.
(Penjabat)
2007 2007 [8]
6 Ir. H. Hasanuddin Beruh, M.M.(1952–2023) 1 September 2007 1 September 2012 Drs. H. Syamsul Bahri 8

(2007)

[9][10]
- Drs. H. Hasanuddin Darjo, M.M.
(Pelaksana Harian)
1 September 2012 24 September 2012
6 Ir. H. Hasanuddin Beruh, M.M.(1952–2023) 24 September 2012 24 September 2017 H. Ali Basrah, S.Pd, M.M.
(l. 1966)
9

(2012)

[11]
- Drs. H. Gani Suhud, M.AP.
(Pelaksana Harian)
25 September 2017 2 Oktober 2017 [12]
7 Drs. H. Raidin Pinim, M.AP.
(l. 1970)
2 Oktober 2017 2 Oktober 2022 H. Bukhari
(l. 1964)
10

(2017)

[13][14]
- M. Ridwan, S.E., M.Si.
(Pelaksana Harian)
2 September 2022 11 Oktober 2022 [15]
- Drs. Syakir, M.Si.

(Penjabat)

11 Oktober 2022 11 Oktober 2024 [16][17]
- Taufik, S.T., M.Si.

(Penjabat)

11 Oktober 2024 Sekarang [18][19]
Legenda

</onlyinclude>

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b "Pembentukan Daerah-Daerah Otonom di Indonesia s/d Tahun 2014" (PDF). www.otda.kemendagri.go.id. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 12 Juli 2019. Diakses tanggal 8 Desember 2021. 
  2. ^ a b c "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  3. ^ a b c "Kabupaten Aceh Tenggara Dalam Angka 2021" (pdf). www.acehtenggarakab.bps.go.id. hlm. 10, 79, 173. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  4. ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021". www.bps.go.id. Diakses tanggal 8 Desember 2021. 
  5. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  6. ^ M. Zainuddin Syah, S.Si
  7. ^ http://kabupatenacehtenggara.blogspot.co.id/2015/03/kabupaten-aceh-tenggara-masa-lalu_17.html
  8. ^ "Pejabat Bupati Aceh Tenggara Dilantik". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2007-04-23. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  9. ^ Liputan6.com (2007-09-01). "Pelantikan Bupati Aceh Tenggara Ricuh". liputan6.com. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  10. ^ Amran, Ali. "Ucapan Belasungkawa Berdatangan Pada Almarhum Mantan Bupati Agara H.Hasanuddin.B .MM Bin Baduali". acehtenggarakab.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-18. 
  11. ^ "Bupati Aceh Tenggara Hasanuddin Beruh Dilantik". Indoplaces.com. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  12. ^ "Gani Suhud Ditunjuk Menjadi Plh Bupati Aceh Tenggara". Serambinews.com. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  13. ^ Agency, ANTARA News. "Gubernur lantik Bupati Aceh Tenggara - ANTARA News Aceh". Antara News. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  14. ^ "Gubernur Minta Raidin Rawat Keberagaman di Aceh Tenggara – LINTAS GAYO" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-18. 
  15. ^ Network, AJNN net-Aceh Journal National. "MHD Ridwan Ditunjuk Jadi Plh Bupati Agara". AJNN.net. Diakses tanggal 2023-02-03. 
  16. ^ Redaksi. "Kemendagri Tunjuk Drs, Syakir M.Si Pj Bupati Aceh Tenggara | Rakyat Aceh" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-18. 
  17. ^ Aziz, Abdul. "Pj Gubernur Aceh Lantik Sekaligus Pj Bupati Aceh Tenggara, Gayo Lues, Nagan Raya, dan Aceh Barat". acehtenggarakab.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-18. 
  18. ^ "Taufik, Pj Bupati Agara Baru — WASPADA". 2024-10-11. Diakses tanggal 2024-11-06. 
  19. ^ "Pj Gubernur Lantik Taufik sebagai Pj Bupati Aceh Tenggara". Diakses tanggal 2024-11-06. 


Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Aceh Tenggara dalam tiga periode terakhir.[1][2]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2009–2014 2014–2019 2019–2024 2024–2029
PKB 0   0   1   1
Gerindra (baru) 1   2   5   2
PDI-P 0   3   1   2
Golkar 4   11   10   9
NasDem (baru) 3   1   1
PKS 2   0   0   1
Hanura (baru) 1   5   9   4
PAN 1   0   1   6
Demokrat 0   3   1   3
Partai Aceh (baru) 1   3   1   0
PKPI 2   0   0   0
PNI 2
PPD 2
PDP 2
PPI 2
Sarikat 1
PNBK 1
PKNU 1
PDK 1
Patriot 1
Jumlah Anggota 25  30   30   30
Jumlah Partai 16   7   9   10


Kecamatan

Kabupaten Aceh Tenggara memiliki 16 kecamatan dan 385 kute dengan kode pos 24651-24678 (dari total 289 kecamatan dan 6.497 gampong/desa/kute/kampong di seluruh Aceh). Pada tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 178.852 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 89.305 pria dan 89.547 wanita (rasio 99,73). Dengan luas daerah 416.963 ha (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 5.677.081 ha), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 42 jiwa/m² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²). Pada tahun 2020, jumlah penduduknya sebanyak 220.860 jiwa dengan luas wilayahnya 4.242,04 km² dan sebaran penduduk 52 jiwa/km².[3][4]

Daftar kecamatan dan kute di Kabupaten Aceh Tenggara, adalah sebagai berikut:

Kemendagri Kecamatan Jumlah Kute Daftar Kute
11.02.05 Badar 18
11.02.04 Babussalam 27
11.02.03 Bambel 33
11.02.06 Babul Makmur 21
11.02.11 Babul Rahmah 27
11.02.09 Bukit Tusam 23
11.02.07 Darul Hasanah 28
11.02.13 Deleng Phokisen 22
11.02.12 Ketambe 25
11.02.01 Lawe Alas 28
11.02.08 Lawe Bulan 24
11.02.02 Lawe Sigala-Gala 35
11.02.14 Lawe Sumur 18
11.02.16 Leuser 23
11.02.10 Semadam 19
11.02.15 Tanah Alas 14
TOTAL 385

Berdasarkan Permendagri no. 137 tahun 2017, Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 16 Kecamatan, antara lain;

  1. Kecamatan Babul Makmur
  2. Kecamatan Babul Rahmah
  3. Kecamatan Babussalam
  4. Kecamatan Badar
  5. Kecamatan Bambel
  6. Kecamatan Bukit Tusam
  7. Kecamatan Darul Hasanah
  8. Kecamatan Deleng Phokisen
  9. Kecamatan Ketambe
  10. Kecamatan Lawe Alas
  11. Kecamatan Lawe Bulan
  12. Kecamatan Lawe Sigala-gala
  13. Kecamatan Lawe Sumur
  14. Kecamatan Leuser
  15. Kecamatan Semadam
  16. Kecamatan Tanah Alas

Demografi

Kabupaten Aceh Tenggara lebih multikultural dibandingkan Aceh bagian tengah (Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues) yakni didiami oleh lebih dari 3 suku yaitu: suku Alas sebagai suku asli di ikuti oleh suku-suku pendatang seperti suku Karo, Gayo, Aceh, Batak Toba, Jawa, Minang, Batak Pakpak, Batak Mandailing, Tionghoa, dan suku Melayu.

Suku Perantau

 
Masjid Agung At-Taqwa

Yang dimaksud suku perantau adalah suku Minangkabau, bagi suku Alas etnik Minangkabau sudah tidak asing lagi bagi Tanah Alas, Bahkan menantu Raja Lembing pendiri Kerajaan Mbatu Bulan adalah pria Minang dari Pariaman yang bernama Raja Dewa. Dia adalah penyiar agama Islam yang pertama di Tanah Alas, untuk mempercepat proses pengislaman Rakyat Alas, Raja Dewa dan Raja Lembing membuat suatu prasasti di daerah Desa Mbatu Bulan sekarang, di mana Raja Dewa akan menikahi putri sulung dari Raja lembing dan Raja lembing akan memberikan takhta kerajaan mbatu bulan ke Raja Dewa, tetapi sayang keturunan Minangkabau di Tanah Alas harus berhenti di Raja Dewa, di akibatkan sistem adat Minangkabau, yang menarik garis keturunan dari Ibu.

Barulah pada zaman kemerdekaan terjadi kembali Transmigrasi secara besar-besaran dari daerah Pariaman pesisir, permukiman Minang di Kabupaten Aceh Tenggara masih ada sampai sekarang terbukti dengan adanya Desa Trandam dengan populasi terbesar di Aceh Tenggara di ikuti dengan Desa Pasar Belakang, Desa Strak Pisang, dan Kota Kutacane.

Suku perantau lainnya adalah suku Jawa yang sekarang bermukim di desa Purwodadi, dan pada akhir-akhir ini etnis pendatang bertambah kembali dengan datangnya Suku Tionghoa-Indonesia

Suku Alas

Suku Alas telah bermukim di lembah Alas, jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia di mana keadaan penduduk lembah Alas telah diabadikan dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.

Nama Alas diperuntukkan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing), dia bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.

Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING yaitu keturunan dari RAJA LOTUNG atau dikenal dengan cucu dari GURU TATAE BULAN dari Samosir Tanah Batak, Tatae Bulan adalah saudara kandung dari RAJA SUMBA. Guru Tatae Bulan mempunyai lima orang anak, yaitu Raja Uti, Saribu Raja, Limbong, Sagala, dan Silau Raja. Saribu Raja adalah merupakan orang tuanya Raja Borbor dan Raja Lontung. Raja Lontung mempuyai tujuh orang anak yaitu, Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, dan Siregar atau yang dikenal dengan siampudan atau payampulan. Pandiangan merupakan moyangnya Pande, Suhut Nihuta, Gultom, Samosir, Harianja, Pakpahan, Sitinjak, Solin di Dairi, Sebayang di Tanah Karo, dan SELIAN di Tanah Alas, Keluet di Aceh Selatan.

Raja Lambing adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas. Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim.

Kemudian Raja Lambing hijrah ke Tanah Karo di mana keturunan dan pengikutnya adalah merga Sebayang dengan wilayah dari Tigabinanga hingga ke perbesi dan Gugung Kabupaten Karo.

Diperkirakan pada abad ke 12 Raja Lambing hijrah dari Tanah Karo ke Tanah Alas, dan bermukim di Desa Batumbulan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Selian. Di Tanah Alas Raja Lambing mempunyai tiga orang anak yaitu Raja Lelo (Raje Lele) keturunan dan pengikutnya ada di Ngkeran, kemudian Raja Adeh yang merupakan moyangnya dan pengikutnya orang Kertan, dan yang ketiga adalah Raje Kaye yang keturunannya bermukim di Batumbulan, termasuk Bathin. Keturuan Raje Lambing di Tanah Alas hingga tahun 2000, telah mempuyai keturunan ke 26 yang bermukim tersebar diwilayah Tanah Alas (Effendy, 1960:36; sebayang 1986:17).

Setelah Raja Lambing kemudian menyusul Raja Dewa yang istrinya merupakan putri dari Raja Lambing. Raja Lambing menyerahkan tampuk kepemimpinan Raja kepada Raja Dewa (menantunya). Yang dikenal dengan nama Malik Ibrahim, yaitu pembawa ajaran Islam yang termashur ke Tanah Alas. Bukti situs sejarah ini masih terdapat di Muara Lawe Sikap, desa Batumbulan. Malik Ibrahim mempunyai satu orang putera yang diberinama ALAS dan hingga tahun 2000 telah mempunyai keturunan ke 27 yang bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Banda Aceh, Medan, Malaysia dan tempat lainnya.

Ada hal yang menarik perhatian kesepakatan antara putera Raja Lambing (Raja Adeh, Raja Kaye dan Raje Lele) dengan putra Raja Dewa (Raja Alas) bahwa syi’ar Islam yang dibawa oleh Raja Dewa diterima oleh seluruh kalangan masyarakat Alas, tetapi adat istiadat yang dipunyai oleh Raja Lambing tetap di pakai bersama, ringkasnya hidup dikandung adat mati dikandung hukum (Islam) oleh sebab itu jelas bahwa asimilasi antara adat istiadat dengan kebudayaan suku Alas telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Pada awal kedatanganya Malik Ibrahim migrasi melalui pesisir bagian timur (Pasai) sebelum ada kesepakatan diatas, ia masih memegang budaya matrealistik dari minang kabau, sehingga puteranya Raja Alas sebagai pewaris kerajaan mengikuti garis keturunan dan merga pihak ibu yaitu Selian. Setelah Raja Alas menerima asimilasi dari Raja Lambing dengan ajaran Islam, maka sejak itulah mulai menetap keturunannya menetap garis keturunannya mengikuti garis Ayah. Raja Alas juga dikenal sebagai pewaris kerajaan, karena banyaknya harta warisan yang diwariskan oleh ayah dan kakeknya sejak itulah dikenal dengan sebutan Tanoh Alas. Setelah kehadiran Selian di Batumbulan, muncul lagi kerajaan lain yang di kenal dengan Sekedang yang basis wilayahnya meliputi Bambel hingga ke Lawe Sumur. Raja sekedang menurut beberapa informasi pada awal kehadiranya di Tanah Alas adalah untuk mencari orang tuanya yaitu RAJA DEWA yang migran ke Tanah Alas. Raja Sekedang yang merupakan pertama sekali datang ke Tanah Alas diperkirakan ada pertengahan abad ke 13 yang lalu yaitu bernama NAZARUDIN yang dikenal dengan panggilan DATUK RAMBUT yang datang dari Pasai.

Pendatang berikutnya semasa Raja Alas yaitu kelompok Megit Ali dari Aceh pesisir dan keturunannya berkembang di Biak Muli yang dikenal dengan merga Beruh. Lalu terjadi migran berikutnya yang membentuk beberapa marga, namun mereka tetap merupakan pemekaran dari Batumbulan, penduduk Batumbulan mempuyai beberapa kelompok atau merga yang meliputi Pale Dese yang bermukim di bagian barat laut Batumbulan yaitu terutung pedi, lalu hadir kelompok Selian, datang kelompok Sinaga, Keruas dan Pagan disamping itu bergabung lagi marga Munthe, Pinim dan Karo-Karo.

Pale Dese merupakan penduduk yang pertama sekali menduduki Tanah Alas, namun tidak punya kerajaan yang tercatat dalam sejarah. Kemudian hadir pula Deski yang bermukim di kampong ujung barat.

Marga

Menurut buku (Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC, 2004) adapun marga–marga etnis Alas yaitu:

  1. Selian
  2. Desky
  3. Keruas
  4. Pagan
  5. Bangko
  6. Keling
  7. Kepale Dese

kemudian hadir lagi marga

  1. Acih
  2. Beruh
  3. Gale
  4. Kekaro
  5. Mahe
  6. Menalu
  7. Mencawan
  8. Munthe
  9. Pase
  10. Pelis
  11. Pinim
  12. Ramin
  13. Ramud
  14. Sambo
  15. Sekedang
  16. Sugihen
  17. Sepayung
  18. Sebayang
  19. Tarigan.

Ekonomi

Komoditi Sektor Peternakan[5]

  1. Sapi: 35.137 ekor/thn
  2. Kerbau: 3.386 ekor/thn
  3. Kambing: 7.998 ekor/thn
  4. Domba: 8.341 ekor/thn
  5. Ayam Buras: 302.906 ekor/thn
  6. Ayam Pedaging: 39.380 ekor/thn
  7. Itik: 182.003 ekor/thn
  8. Kuda: 198 ekor/thn

Komoditi Sektor Buah-buahan[6]

Nomor Nama Komoditas Jumlah (Ton/Tahun) Presentase
1. Pisang 1.205
2. Salak 1.078
3. Rambutan 707
4. Mangga 621
5. Durian 605
6. Manggis 277
7. Duku/Langsat 273
8. Nangka/Cempedak 106
9. Alpukat 95
10. Pepaya 89
11. Melinjo 69
12. Pete 62

Komoditi Sektor Perkebunan[6]

Nomor Nama Komoditas Jumlah (Ton/Tahun) Presentase
1. Padi 70.313
2. Kakao 10.491
3. Kelapa Sawit 4.595
4. Karet 2.891
5. Kemiri 1.282
6. Cabai Besar 264
7. Cabai Rawit 228
8. Kacang Panjang 101
9. Terung 67
10. Bawang Putih 46
11. Bawang Merah 24
12. Ketimun 19

Komoditi Andalan[7]

Kabupaten Aceh Tenggara adalah penghasil tertinggi kakao (Coklat) terbesar di Provinsi Aceh dengan luas 19.994 hektar dengan jumlah produksi sebanyak 8.843 ton/hektar dengan hasil produktipitas 455 Kg/hektar/tahun dari sebanyak 21.623 jumlah petani. selain itu Kabupaten Aceh Tenggara juga dikenal sebagai penghasil kemiri terbesar di Aceh dan salah satu lumbung padi tak hanya bagi Provinsi Aceh tetapi juga bagi provinsi Sumatra Utara. Komoditas unggulan lainnya adalah karet, kayu glondongan, ikan air tawar dengan luas area Darat 3782.84 ton dan sungai 1583.21 ton. Durian, Rambutan dan Avokad

Pariwisata

Tempat Wisata

  • Benteng Kuta Reh
  • Taman Nasional Gunung Leuser
  • Arung Jeram Sungai Alas
  • Air Terjun Lawe Gurah (Simpur Jaya, Ketambe)
  • Air Terjun Ketambe
  • Air Terjun Lawe Dua
  • Air Terjun Gulo
  • Air Terjun Bakbahu (Deleng Pokhisen)
  • Air Terjun Pokhisen (Jambur Lateng)
  • Air Terjun Sampuran Manuk
  • Air Terjun Lawe Sikap (Mbarung)
  • Festival Seni Gayo-Alas
  • Bukit Cinta (Bukit Mbarung)
  • Pemandian Air Panas Lawe Ger-ger
  • Pemandian Air Panas Uning Sigugur
  • Jamur Mamang
  • Pantai Goyang
  • Pantai Barat
  • Pantai Timur
  • Masjid Agung At-Taqwa
  • Intan Waterboom
  • Pondok Jamniz
  • Pondok Wisata Batu Mbogoh
  • Alas Hills (Bukit Mbarung)

Kebudayaan

Seni Tari

 
Rumah Adat Aceh Tenggara

Adapun kesenian dari etnis suku Alas (Musyawarah Adat Alas dan Gayo, 2003):

  1. Tari Mesekat.
  2. Tari Saman (Gayo)
  3. Peulebat
  4. Belo Mesusun
  5. Landok Alun.
  6. Tangis Dilo.
  7. Canang Situ.
  8. Canang Buluh.
  9. Genggong.
  10. Oloi-olio.
  11. Keketuk layakh.
  12. Tari Tor-tor (Batak)
  13. Tari Landok (Karo)
  14. Tari Bines (Gayo)
  15. Tari Piring (Minangkabau)

Kerajinan

 
Bangsi Alas

Adapun kerajinan tradisional dari etnis alas seperti:

  1. Nemet (mengayam daun rumbia).
  2. Mbayu amak (tikar pandan).
  3. Pande besi (pisau bekhemu).
  4. Bangsi
  5. Canang

Referensi

  1. ^ Perolehan Kursi DPRK Aceh Tenggara 2014-2019
  2. ^ Perolehan Kursi DPRK Aceh Tenggara 2019-2024
  3. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  4. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-07. Diakses tanggal 2015-12-09. 
  6. ^ a b http://penghubung.acehprov.go.id/potensi-investasi/kabupaten-aceh-tenggara/
  7. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-12. Diakses tanggal 2015-12-09. 

Pranala luar