Pakubuwana VII
Sri Susuhunan Pakubuwono VII (Bahasa Jawa: Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana VII) 28 Juli 1796 – 10 Mei 1858, adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1830 – 1858.
Sri Susuhunan Pakubuwana VII[1] | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Susuhunan Surakarta | |||||||||
Berkuasa | 1830 – 1858 | ||||||||
Pendahulu | Susuhunan Pakubuwana VI | ||||||||
Penerus | Susuhunan Pakubuwana VIII | ||||||||
Gubernur Jenderal | Johannes van den Bosch J.C. Baud Dominique Jacques de Eerens C.S.W. van Hogendorp P. Merkus Jan Cornelis Reijnst Jan Jacob Rochussen A.J. Duymaer van Twist Charles Ferdinand Pahud | ||||||||
Kelahiran | 8 Juli 1796 Surakarta, Koloni VOC Belanda | ||||||||
Kematian | 10 Mei 1858 Surakarta, Hindia Belanda | (umur 61)||||||||
Pasangan | GKR. Pakubuwana KRAy. Retnadiluwih | ||||||||
| |||||||||
Wangsa | Wangsa Mataram | ||||||||
Ayah | Susuhunan Pakubuwana IV | ||||||||
Ibu | GKR. Kencanawungu | ||||||||
Agama | Islam |
Nama aslinya ialah Raden Mas Malikis Solikin, putra Pakubuwana IV yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Sukaptinah alias Ratu Kencanawungu. Setelah dewasa ia bergelar KGPH. Purubaya.
Pakubuwana VII naik takhta tanggal 14 Juni 1830 menggantikan keponakannya, yaitu Pakubuwana VI yang dibuang ke Ambon oleh Belanda. Saat itu Perang Diponegoro baru saja berakhir. Masa pemerintahan Pakubuwana VII relatif damai apabila dibandingkan masa raja-raja sebelumya. Tidak ada lagi bangsawan yang memberontak besar-besaran secara fisik setelah Pangeran Diponegoro. Jika pun ada hanyalah pemberontakan kecil yang tidak sampai mengganggu stabilitas keraton.
Keadaan yang damai itu mendorong tumbuhnya kegiatan sastra secara besar-besaran di lingkungan keraton. Masa pemerintahan Pakubuwana VII dianggap sebagai puncak kejayaan sastra di Kasunanan Surakarta dengan pujangga besar Ranggawarsita sebagai pelopornya. Hampir sebagian besar karya Ranggawarsita lahir pada masa ini. Hubungan antara raja dan pujangga tersebut juga dikisahkan sangat harmonis.
Pakubuwana VII juga menetapkan undang-undang yang berlaku sampai ke pelosok negeri, bernama Anggèr-Anggèr Nagari. Selain itu, pada masanya dirilis pula pranata mangsa versi Kasunanan yang dimaksudkan menjadi pedoman kerja bagi petani dan pihak-pihak terkait dengan produksi pertanian. Pranata mangsa versi Kasunanan ini banyak dianut petani di wilayah Mataraman hingga diperkenalkannya program intensifikasi pertanian di awal 1970-an.
Pemerintahannya berakhir saat wafatannya dan karena tidak memiliki putra mahkota maka Pakubuwana VII digantikan oleh kakaknya (lain ibu) bergelar Pakubuwana VIII yang naik tahta pada usia 69 tahun.
Kepustakaan
- Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Lihat pula
- Kasunanan Surakarta
- Daftar Raja Jawa
- Wangsa Mataram
- Sastra Jawa: Pakubuwana VII, Purwosusastro, 1955 http://www.sastra.org/arsip-dan-sejarah/43-kasunanan/303-pakubuwana-vii-purwosastro-1955-514 Diarsipkan 2017-03-01 di Wayback Machine.
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Pakubuwana VI |
Susuhunan Surakarta 1830-1858 |
Diteruskan oleh: Pakubuwana VIII |
- ^ "Landsdrukkerij". Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indië voor 1858. 31. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1858. hlm. 133.