Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut V

Cabang Pangkalan TNI Angkatan Laut

Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut V Surabaya atau (Lantamal V Surabaya) adalah salah satu dari beberapa pangkalan militer TNI Angkatan Laut di Indonesia yang bermarkas di Surabaya, Jawa Timur. Dari 14 Pangkalan TNI AL, Lantamal V adalah yang terbesar di Indonesia dan mempunyai fasilitas pangkalan yang terlengkap, hampir separuh kekuatan TNI Angkatan Laut Indonesia berada di Surabaya, hal ini menunjukkan betapa pentingnya Pangkalan Utama TNI AL V Surabaya. Melihat dari sejarahnya bahwa pangkalan tersebut di bangun sejak zaman penjajahan Belanda pada tahun 1878.[1] Wilayah kerja Lantamal V Surabaya meliputi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali. Saat ini Lantamal V membawahi delapan Lanal, meliputi Lanal Cilacap, Lanal Tegal, Lanal Semarang, Lanal Yogyakarta, Lanal Malang, Lanal Batuporon, Lanal Banyuwangi dan Lanal Bali.

Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut V
Aktif28 Desember 1949
NegaraIndonesia Indonesia
CabangTNI Angkatan Laut
Tipe unitPangkalan Utama Angkatan Laut
Bagian dariKomando Armada II
MarkasSurabaya, Jawa Timur
MotoJayastu Jalanidhi Jayati
Baret BIRU LAUT 
Situs weblantamal5-koarmada2.tnial.mil.id
Tokoh
KomandanLaksamana Pertama TNI Yoos Suryono Hadi, M.Tr.(Han)., M.Tr.Opsla., CHRMP.
Wakil KomandanKolonel Mar Joni Sulistiawan, S.H.

Pada tanggal 15 Januari 1950 pergantian nama dalam rangka penyempurnaan tugas dilaksanakan dalam tubuh KPALS. Nama KPALS berubah menjadi KDMPS (Komando Daerah Maritim Pangkalan Surabaya) kemudian berubah kembali menjadi KDMS (Komando Daerah Maritim Surabaya), Kodamar (Komando Daerah Maritim) IV, Kodamar V hingga tahun 1971, Daeral (Daerah Angkatan Laut) IV hingga tahun 1982, Lantamal Surabaya tahun 1984. Akhirnya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI-AL Nomor: Skep/1202/V/1985 tanggal 29 Mei 1985 berganti nama menjadi Pangkalan Utama TNI-AL III atau Lantamal III Surabaya, Terakhir berubah menjadi Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut V Surabaya berdasarkan Skep Kasal Nomor: Kep/ 10 / VII /2006 tanggal 13 Juli 2006.

Sejarah

Kekalahan kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik (1941-1945) ditandai dengan peandatanganan pernyataan menyerah tanpa syarat seluruh kekuatan militer Jepang kepada sekutu di atas kapal perang AL Amerika USS Missouri. Setelah penandatanganan kemudian dilanjutkan dengan pengumuman kepada seluruh kesatuan Jepang di wilayah pendudukan untuk tidak melakukan kegiatan apapun sementara menunggu kedatangan pasukan sekutu yang akan melucuti dan memulangkan mereka ke negara induk Jepang. Berita penyerahan Jepang kepada sekutu diumumkan keseluruh penjuru dunia melalui radio. Para tokoh pergerakan Indonesia yang mendengar hal tersebut memanfaatkan momen itu dengan segera mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Tapi hal tersebut tidak berjalan dengan mudah karena pasukan Jepang yang berada di Indonesia tidak mendukung, mereka mempertahankan status quo dalam rangka penyerahan wilayah Indonesia kepada pihak sekutu, hal ini merupakan tantangan bagi para pejuang kemerdekaan untuk dapat memproklamirkan kemerdekaan sebelum pihak sekutu yang dibonceng Belanda tiba di Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Hal tersebut disambut oleh para pejuang didaerah dengan membentuk badan perjuangan. Badan-badan perjuangan inilah yang aktif melakukan pengambil alihan berbagai fasilitas pemerintahan, baik sipil, militer maupun kepolisian dari tangan pemerintah dan balatentara kekaisaran Jepang, termasuk merebut dan mengambil alih persenjataan.

Para pemuda dan tokoh kemerdekaan yang pernah mengikuti organisasi atau pendidikan kemiliteran, baik semasa kolonial Belanda maupun pendudukan Jepang, membentuk suatu badan kemiliteran yaitu Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada tanggal 22 Agustus 1945. Dikalangan para pejuang Bahari, para pemuda meresponnya dengan membentuk BKR Laut yang diresmikan pada tanggal 10 September 1945, Badan inilah yang kemudian menjadi BKR Laut pusat yang berkedudukan di Jakarta. Setelah itu dengan pembentukan BKR-BKR Laut di daerah-daerah termasuk Surabaya.

Pada perkembangannya untuk menyesuaikan dengan situasi pada tanggal 05 Oktober 1945 Pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat No. 2/X yang secara resmi mengubah BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), kemudian BKR Laut menyesuaikan menjadi TKR Laut. Di bidang organisasi, TKR Laut terjadi perkembangan menyangkut penegasan terhadap fungsi dan tugas utamanya, sehingga dibentuklah sistem pangkalan di setiap daerah di mana TKR laut berdiri.

Awal Berdirinya Pangkalan

TKR Laut diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada tanggal 25 Januari 1946, pada Februari 1946 berubah menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) diresmikan Pemerintah RI pada tanggal 19 Juli 1946. berkaitan dengan hal perubahan tersebut pangkalan-pangkalan TKR Laut menjadi Pangkalan ALRI. Pada saat itu ALRI dipimpin oleh Ketua Umum Laksamana III M. Pardi, pada priode tersebut (1946-1947) ALRI tercatat memiliki 12 Pangkalan di Pulau Jawa yaitu Pangkalan I Serang, Pangkalan II Karawang, Pangkalan III Cirebon, pangkalan IV Tegal, Pangkalan V Pemalang, Pangkalan VI Juwana, pangkalan VII Surabaya, Pangkalan VIII Madura, Pangkalan IX Probolinggo, Pangkalan X Banyuwangi, Pangkalan XI Pacitan dan Pangkalan XII Cilacap.

Pertempuran Memperebutkan Pangkalan Di Surabaya dari Jepang.

Pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang Surabaya merupakan pangkalan utama bagi pasukan penjajah Balanda maupun Jepang, sehingga di Surabaya banyak pendidikan yang berunsur kelautan yang diselenggarakan oleh Belanda Maupun Jepang, banyak para pemuda di Surabaya mengikuti pendidikan tersebut sehingga ketika terjadi perebutan pangkalan di Surabaya para pemuda tersebut memegang peranan.

Pembentukan BKR Laut di Surabaya lebih pesat dan cepat dibandingkan dengan pembentukan didaerah lainnya, para pemuda yang pernah mengikuti pendidikan KoninklijKe Marine pada zaman Belanda maupun yang pernah mengikuti pendidikan Jawa Unko Kaisya, Akatsuki Butai ataupun Kaigun SE 21/24 Butai dan lain-lain pada zaman penjajahan Jepang membantu cepatnya proses pembentukan BKR Laut di Surabaya.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia di kumandangkan, untuk pangkalan Angkatan Laut di Surabaya masih dikuasai oleh Jepang, pada bulan Oktober 1945 datanglah Atmadji yang diutus oleh menteri Amir Syarifuddin untuk membentuk Angkatan Laut di Surabaya, untuk melaksanakan tugasnya itu Atmadji menemui dr. Mustopo yang pada waktu itu menjabat sebagai pimpinan umum BKR Surabaya. Hasil pembicaraaan kedua tokoh tersebut ialah dengan diangkatnya Atmadji sebagai penasihat pada Penataran Angkatan laut (PAL).

Pada tanggal 17 Oktober 1945. Pemerintah setempat melalui radio pemberontak memanggil pemuda-pemuda bekas pelaut zaman Belanda dan zaman Jepang untuk mengabdikan diri menjadi Angkatan Laut. Untuk menampung pelaut-pelaut tersebut maka dibentuklah Marine Keamanan Rakyat (MKR) pada tanggal 18 Oktober 1945 dipimpin oleh Atmadji.

Perkembangan selanjutnya Atmadji dapat dengan cepat berhasil mengkoordinasikan segala organisasi yang beraspek kelautan dan membentuk Markas Tertinggi yang berkedudukan di Wonocolo Surabaya dan karena situasi petempuran untuk mempertahankan kota Surabaya hingga akhirnya bergeser sampai ke Lawang. Kegiatan badan-badan yang beraspek kelautan di bidang operasi dipusatkan pada tugas pengambil alihan kekuasaan dari pemerintahan Jepang. Pada tanggal 2 Oktober 1945 sesuai dengan keputusan antara pimpinan BKR Surabaya, pimpinan PAL, BKR Laut, Kepolisian dan badan-badan perjuangan lainnya maka diadakanlah gerakan pengambilalihan seluruh Komplek Pangkalan Utama Angkatan Laut Ujung Surabaya.

Serangan dilakukan dari tiga jurusan masing-masing dari Ujung, Komplek kantor Mokojosang dan dari Tanjung Perak. Pihak RI mengerahkan kekuatan lebih kurang 8.000 orang yang terdiri dari pasukan PAL dan BKR Laut 3000 orang serta dari badan-badan perjuangan 5000 orang serta dari kepolisian.

Pada pukul 08.00 tanggal 2 Oktober 1945, pasukan bergerak mendekati Komplek Penataran Angkatan Laut, melihat kekuatan dari pihak RI sangat besar, maka pasukan Jepang yang bertugas menjaga Komplek tersebut tidak mengadakan perlawanan sehingga dengan mudah dapat dilucuti senjatanya dan ditawan oleh pasukan RI. Pukul 10.00 WIB seluruh Komplek Pangkalan Angkatan Laut sudah dapat dikuasai, para tawanan tentara Jepang lalu di kumpulkan di lapangan Pasiran selanjutnya dibawa ke kamp tawanan. Bendera Merah Putih Berkibar di Komplek Pangakalan Angkatan laut Ujung Surabaya kemudian pimpinan umum PAL Moch. Affandi memerintahkan kepada pasukan PAL (PRIAL dan BBIPAL) agar kembali ke pos masing-masing untuk menjalankan tugasnya kembali.

Pada tanggal 3 Oktober 1945 Pimpinan BKR umum dan BKR Laut menyusun dan mengatur penjagaan di daerah Ujung dengan menggunakan pasukan dari tiga unsur tersebut, sedang pimpinannya diserahkan kepada Munadji, Katamhadi, Soetopo dan Soetedjo Eko. Tindakan selanjutnya adalah mengirim delegasi kepada pembesar/pimpinan Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu Surabaya agar mengakui secara resmi atas penyerahan Pangkalan Ujung kepada RI. Pimpinan angkatan laut Jepang bersedia mengadakan penyerahan secara resmi asalkan di dalam melaksanakan serah terima pihak RI diwakili oleh seorang pejabat yang kedudukannya setingkat dengan pihak Jepang. Setelah diadakan perundingan di antara unsur-unsur pimpinan BKR Darat, BKR Laut, PAL dan pemerintah daerah Jawa Timur maka ditetapkan wakil Gubernur Sudirman sebagai perwakilan RI dalam upacara serah terima tersebut.

Pada tanggal 7 Oktober 1945 di kantor Gubernur Surabaya diselenggarakan upacara timbang terima secara resmi atas seluruh Komplek Pangkalan Angkatan Laut Ujung Surabaya dari Kaigun Seiko Sikikan kepada Pemerintah RI. Dalam upacara tersebut pihak Kaigun diwakili oleh Laksamana Muda Mori Takeo yang bertindak atas nama Kaigun Seiko Sikikan Laksamana Madya Sjibata Yaichiro, sedangkan dari pihak RI diwakili oleh wakil Gubernur Jawa Timur Sudirman. Hadir dalam upacara tersebut beberapa pimpinan dari Komite Nasional Indonesia Jawa Timur yakni B. Soeprapto, Moch. Affandi dan Moenadji.

Dengan diserahkannya secara resmi Pangkalan Angkatan Laut Ujung dari pihak Jepang kepada pihak RI maka secara de jure dan de facto telah dikuasai oleh RI, ini merupakan modal utama bagi para pejuang bahari untuk membangun Angkatan Laut selanjutnya karena dengan diserahkannya Pangkalan tersebut seluruh aset yang ada di dalamnya berupa gedung-gedung, mesin-mesin di komplek PAL, sejumlah kapal kayu dan kapal perang, senjata dan lain-lain dapat dipergunakan sepenuhnya untuk membangun Angkatan Laut di Surabaya.

Satuan Kerja

  • Lanal Malang
    • Posal Sendang Biru, Kabupaten Malang
    • Posal Tambakrejo, Kabupaten Blitar
    • Posmat Prigi, Kabupaten Trenggalek
    • Posmat Popoh, Kabupaten Tulungagung
    • Poskamladu Jolosutro, Kabupaten Blitar
    • Poskamladu Lumajang, Kabupaten Lumajang
    • Poskamladu Tamperan, Kabupaten Pacitan
  • Lanal Cilacap
    • Posmat Logending, Kabupaten Kebumen
    • Posal Jatimalang, Kabupaten Purworejo
    • Posal Keburuhan, Kabupaten Purworejo[2]
    • Posal Klaces, Kabupaten Cilacap
  • Lanal Semarang
    • Posal Rembang, Kabupaten Rembang
    • Posal Juwana, Kabupaten Pati
    • Posal Demak, Kabupaten Demak
    • Posal Kendal, Kabupaten Kendal
    • Posal Jepara, Kabupaten Jepara
    • Posal Karimun Jawa, Kabupaten Jepara
    • Posal Tuban, Kabupaten Tuban
    • Posmat Bancer, Kabupaten Tuban
  • Lanal Yogyakarta
    • Posal Samas, Kabupaten Bantul
    • Posal Karangwuni, Kabupaten Kulon Progo
    • Posal Sadeng, Kabupaten Gunung Kidul
  • Lanal Batuporon
    • Posal Pagerungan, Kabupaten Sumenep
    • Posal Lumpur, Kabupaten Gresik
    • Poskamladu Paciran,Kabupaten Lamongan
  • Lanal Tegal
    • Posal Kluwut, Kabupaten Brebes
    • Posal Tanjungsari, Kabupaten Pemalang
    • Posal Wonokerto, Kabupaten Pekalongan
    • Posal Sigandu, Kabupaten Batang
    • Posal Kota Pekalongan,Pekalongan[3]
  • Lanal Banyuwangi
    • Posal Puger, Kabupaten Jember
    • Posal Pancer, Kabupaten Banyuwangi
    • Posal Muncar, Kabupaten Banyuwangi
    • Posal Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi
    • Posal Granjagan, Kabupaten Banyuwangi
    • Posal Paiton, Kabupaten Probolinggo
    • Posal Mayangan, Kabupaten Probolinggo
    • Posal Panarukan, Kabupaten Situbondo
    • Posal Jangkar, Kabupaten Situbondo
  • Lanal Denpasar
    • Posal Badung, Kabupaten Badung
    • Posal Serangan, Kota Denpasar
    • Posal Candidasa, Kabupaten Karang Asem
    • Posal Pengambengan, Kabupaten Jembrana
    • Posal Pantai Kelan, Kabupaten Badung
    • Posal Sangsit, Kabupaten Buleleng
    • Posal Nusa Penida, Kabupaten Klungkung
  • Lanal Pacitan (Pangkalan TNI AL Pacitan berdiri di atas lahan seluas 5 hektar, berlokasi di wilayah Desa Kembang Kabupaten Pacitan. Pangkalan TNI AL yang segera dibangun ini merupakan Pangkalan tipe “D”, dan akan dikomandani oleh Perwira Menengah TNI AL berpangkat Mayor.)

Satuan Kapal Patroli

Komandan

Saat Bernama Komando Pangkalan Angkatan Laut Surabaya (KPALS)


  1. Mayor Laut Raden Soekamsi Hadiwinarso (28 Desember 1949 — 15 Januari 1950)

Saat Bernama Komando Daerah Maritim Surabaya (KDMS)


  1. Kolonel Laut Mohammad Nazir (15 Januari 1950 — 12 Agustus 1957)
  2. Kolonel Laut Raden Soekamsi Hadiwinarso (12 Agustus 1957 — 22 Januari 1960)

Saat Bernama Komando Daerah Maritim IV (Kodamar IV)


  1. Komodor Laut Raden Moeljadi (22 Januari 1960 — 01 November 1962)
  2. Komodor Laut Hamzah Atmohandojo (01 November 1962 — 12 Juni 1964)
  3. Komodor Laut Sujatno (12 Juni 1964 — Februari 1967)

Saat Bernama Komando Daerah Maritim V (Kodamar V)


  1. Laksamana Muda Laut Sujatno (Februari 1967 — 17 Mei 1969)
  2. Laksamana Muda Laut Machmud Subarkah (17 Mei 1969 — 17 April 1970)

Saat Bernama Komando Daerah Angkatan Laut IV (Kodaeral IV)


  1. Laksamana Muda Laut Agoes Soebekti (17 April 1970 — 19 April 1973)
  2. Laksamana Muda TNI Raden J. W. Soeparno (19 April 1973 — 19 April 1976)
  3. Laksamana Muda TNI Mas Wibowo (19 April 1976 — 03 Maret 1977)
  4. Laksamana Muda TNI Atmodjo Brotodarmodjo (03 Maret 1977 — 1981)
  5. Laksamana Muda TNI Gatot Suwardi (1981 — Juni 1985)

Saat Bernama Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut Surabaya (Lantamal Surabaya)

  1. Laksamana Pertama TNI Sri Waskito (Juni 1985 — 1986)
  2. Laksamana Pertama TNI - (1986 — 1988)
  3. Laksamana Pertama TNI Aminudin Nawir (1988 — 1991) [5]

Saat Bernama Pangkalan Utama TNI AL III Surabaya (Lantamal III Surabaya)


  1. Laksamana Pertama TNI Frits AC Mantiri (1993—1995)
  2. Laksamana Pertama TNI Achmad Ichsan (2003—2005)
  3. Laksamana Pertama TNI Mochamad Jurianto, S.E. (2006—2007)

Pada tahun 2006 berdasarkan Skep Kasal Nomor: Skep / 10 / VII / 2006[6] tentang perubahan penomoran Pangkalan Utama TNI AL/Lantamal Dan Bernama Pangkalan Utama TNI AL V Surabaya (Lantamal V Surabaya)


Referensi

  1. ^ ""Profil Lantamal V/Surabaya"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-17. Diakses tanggal 2014-04-21. 
  2. ^ ""KOMANDAN LANAL CILACAP KUNJUNGI POSAL PURWOREJO DAN SOWAN BUPATI PURWOREJO"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-27. Diakses tanggal 2019-08-27. 
  3. ^ ""Wali Kota Resmikan Mako POS TNI AL Pekalongan"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-14. Diakses tanggal 2017-02-13. 
  4. ^ PRESS RILIS – STEADFAST MARINE DELIVERY 2 (DUA) UNIT KAL 28 TNI AL
  5. ^ Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (1990). Mengenal Pimpinan ABRI 1945 - 1990. Jakarta. 
  6. ^ "PERUBAHAN LANTAMAL III SURABAYA MENJADI LANTAMAL V"