Sekolah Pagesangan

Revisi sejak 8 Juni 2022 14.58 oleh TrenggilingKecil (bicara | kontrib) (mengedit paragraf kurikulum)

Sekolah Pagesangan adalah komunitas yang berlokasi di Dusun Wintaos, Desa Girimulya, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta[1]. Diinisiasi oleh Diah Widuretno sejak tahun 2008, Sekolah Pagesangan merupakan komunitas yang menggunakan model pendidikan kontekstual yang berpusat pada pertanian dan pangan[2].

Etimologi

Nama Sekolah Pagesangan diambil dari kata “gesang” dalah bahasa Jawa yang berarti “hidup”[3]. Maka dari itu, Sekolah Pagesangan berarti Sekolah Kehidupan[1].

Lokasi

Sekolah Pagesangan terletak di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini merupakan daerah yang dikenal gersang dengan curah hujannya yang rendah[4]. Hal ini karena tanah di Gunungkidul yang umumnya terbentuk dari batuan karst atau gamping. Isu kekeringan sering melanda daerah ini.

Kurikulum

Berbeda dari pendidikan formal yang umumnya menggunakan standardisasi ketat, berjenjang, dan diselenggarakan oleh lembaga pendidikan seperti sekolah, Sekolah Pagesangan menerapkan model pendidikan kontekstual. Artinya, hal yang dipelajari adalah hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga kontekstual dengan lingkungan hidup. Komunitas ini mengajak warga lokal, khususnya anak-anak, untuk belajar bertani, berkebun, dan berwirausaha[3]. Mata pencaharian masyarakat desa adalah bertani secara subsisten, sehingga belajar bertani dan berkebun merupakan hal yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan.

Salah satu materi di Sekolah Pagesangan adalah teknik pertanian dengan kearifan lokal dari para tetua atau sesepuh di Dusun Wintaos yang telah menjaga dan mengembangkan sistem pertanian khas untuk mengatasi masalah kekeringan[5]. Bentuk-bentuk kearifan lokal tersebut adalah seperti penggunaan sistem pertanian tadah hujan, menanam secara polikultur, dan menyimpan hasil panen di lumbung pangan rumah yang dinamakan pesucen[4]. Hal ini merupakan upaya untuk melepaskan ketergantungan terhadap pangan impor dan menahan arus urbanisasi[6].

Proses pembelajaran di Sekolah Pagesangan dilakukan secara partisipatif; aktivitas belajar dipandu oleh fasilitator atau teman belajar[1].

Pengenalan dan pemasaran pangan lokal, baik yang mentah atau olahan, juga merupakan salah satu fokus gerak Sekolah Pagesangan. Pangan seperti kacang koro dan singkong, dipopulerkan kembali demi ketahanan pangan[7].

Referensi

  1. ^ a b c "Diah Widuretno Mendirikan Sekolah Pagesangan untuk Masyarakat Berdaya". kompas.id. 2021-02-24. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  2. ^ WH, Fajar. "Sekolah Pagesangan, Memompa Semangat Warga Desa Menjadi Merdeka dan Berdaya". katadesa.id. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  3. ^ a b "Sekolah Pagesangan Gunungkidul, Belajar dan Berdaya dari Desa". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). 2021-06-18. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  4. ^ a b "Sekolah Pagesangan di Gunungkidul Ajarkan Anak Muda Desa Cara Bertahan dari Bencana Pangan". www.vice.com. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  5. ^ "Lahan Tandus Mengajarkan Pentingnya Swasembada Pangan – DW – 03.02.2022". dw.com. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  6. ^ Times, I. D. N.; Salma, Dina Fadillah. "Bicara Pendidikan dengan Diah Widuretno, Pendiri Sekolah Pagesangan". IDN Times. Diakses tanggal 2022-06-08. 
  7. ^ "Sekolah Ajarkan Ketahanan Pangan, Kacang Koro Pengganti Kedelai". KOMPAS.tv. Diakses tanggal 2022-06-08.