Petra
Petra (bahasa Arab: ٱلْبَتْرَا, translit. Al-Batrāʾ; bahasa Yunani Kuno: Πέτρα, "Rock", Nabatean: Templat:Script/Nabataean), awalnya dikenal penduduknya sebagai Raqmu atau Raqēmō[3][4] adalah kota bersejarah dan arkeologi di Yordania selatan. Berbatasan dengan gunung Jabal Al-Madbah, di cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan yang membentuk sisi timur lembah Arabah yang membentang dari Laut Mati ke Teluk Aqaba. Daerah sekitar Petra telah dihuni sejak 7000 SM, dan orang-orang Nabatea mungkin telah menetap di tempat yang akan menjadi ibu kota kerajaan mereka pada awal abad ke-4 SM. Pekerjaan arkeologi hanya menemukan bukti kehadiran Nabatea sejak abad kedua SM,[5] pada saat itu Petra telah menjadi ibu kota mereka. Orang-orang Nabatea adalah orang Arab nomaden yang berinvestasi di Petra yang dekat dengan rute perdagangan dupa dengan menjadikannya sebagai pusat perdagangan regional utama.[6]
Petra Templat:Script/Nabataean | |
---|---|
Letak | Kegubernuran Ma'an, Yordania |
Koordinat | 30°19′43″N 35°26′31″E / 30.32861°N 35.44194°E |
Luas | 264 km2 (102 sq mi)[1] |
Ketinggian | 810 m (2.657 ft) |
Dibangun | Mungkin pada awal abad ke-5 SM[2] |
Pengunjung | 1,135,300 (tahun 2019) |
Badan pengelola | Otoritas Wilayah Petra |
Situs web | www.visitpetra.jo |
Lokasi Petra Templat:Script/Nabataean di Yordania | |
Kriteria | Kultural: i, iii, iv |
Nomor identifikasi | 326 |
Pengukuhan | 1985 (Sesi ke-9) |
Bisnis perdagangan memperoleh pendapatan yang cukup besar bagi orang Nabatea dan Petra menjadi fokus kekayaan mereka. Orang-orang Nabatea terbiasa hidup di gurun tandus, tidak seperti musuh mereka, dan mampu mengusir serangan dengan memanfaatkan medan pegunungan di daerah itu. Mereka sangat ahli dalam memanen air hujan, pertanian dan ukiran batu. Petra berkembang pada abad ke-1 M, ketika struktur Al-Khazneh yang terkenal – diyakini sebagai makam raja Nabatea Aretas IV – dibangun, dan populasinya mencapai sekitar 20.000 jiwa.[7]
Meskipun kerajaan Nabatea menjadi negara klien Kekaisaran Romawi pada abad pertama SM, baru pada tahun 106 M ia kehilangan kemerdekaannya. Petra jatuh ke tangan Romawi, yang mencaplok Nabatea dan menamainya sebagai Arabia Petraea.[8] Pentingnya Petra menurun ketika rute perdagangan laut muncul, dan setelah gempa bumi pada tahun 363 menghancurkan banyak bangunan. Di era Bizantium beberapa gereja Kristen dibangun, tetapi kota itu terus menurun, dan pada era Islam awal kota itu ditinggalkan kecuali segelintir pengembara. Itu tetap tidak diketahui sampai ditemukan kembali pada tahun 1812 oleh Johann Ludwig Burckhardt.[9]
Akses ke kota melalui 12-kilometer-panjang (7+1⁄2 mi) ngarai yang disebut Siq, yang mengarah langsung ke Khazneh. Terkenal dengan arsitektur rock-cut dan sistem saluran airnya, Petra juga disebut "Kota Mawar" karena warna batu dari mana ia diukir.[10] Ini telah menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 1985. UNESCO telah menggambarkan Petra sebagai "salah satu kekayaan budaya paling berharga dari warisan budaya manusia".[11] Pada tahun 2007, Al-Khazneh terpilih sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia Baru.[12] Petra adalah simbol Yordania, sekaligus objek wisata Yordania yang paling banyak dikunjungi. Jumlah wisatawan mencapai puncaknya pada 1,1 juta wisatawan pada tahun 2019, menandai pertama kalinya angka tersebut naik di atas angka 1 juta.[13] Pariwisata di kota itu lumpuh oleh pandemi COVID-19, tetapi segera mulai meningkat lagi, mencapai 260.000 pengunjung pada tahun 2021.[14]
Geografi
Petra terletak ditengah-tengah antara Teluk Aqaba dan Laut Mati pada ketinggian kurang lebih 800 hingga 1.396 meter di atas permukaan laut, di sebuah lembah dari sebuah pegunungan Edom, sebelah timur dari lembah Arabah. Saat ini ia terletak kurang lebih 200 km arah selatan dari ibu kota Yordania, Amman yang dapat ditempuh dalam waktu 3 jam dengan berkendaraan mobil.
Lokasi dari Petra, tersembunyi di antara bebatuan dan tebing bertingkat dengan pasokan air yang sangat baik, menjadikannya tempat ideal untuk sebuah kota mandiri. Tempat tersebut hanya bisa dikunjungi melalui celah sempit di pegunungan dari arah barat daya atau timur melalui sebuah canyon dengan panjang kurang lebih 1,5 kilometer dan kedalaman 200 meter, yang disebut dengan Siq, sebagai akses utama, yang merupakan celah sangat sempit, dengan lebar hanya 2 meter.
Ketersediaan air dan keamaanan yang dimilikinya menjadikan Petra sebagai tempat perhentian yang layak di perlintasan jalur-jalur kafilah penghubung Mesir dengan Suriah dan Arab Selatan dengan Mediterania, yang terutama menyalurkan barang-barang mewah (rempah-rempah dan sutra dari India, gading dari Afrika, mutiara dari Laut Merah, dan kemenyan dari Arab Selatan). Damar dari "pohon kemenyan" ( Boswellia ) sangat dihargai di seluruh dunia kuno khususnya sebagai persembahan dalam upacara-upacara keagamaan, namun juga sebagai obat.
Dunia usaha yang digerakkan oleh kafilah-kafilah dan pemungutan cukai menghasilkan keuntungan besar bagi orang-orang Nabatea. Dengan demikian kota ini menjadi sebuah pasar yang penting sejak abad ke-5 SM sampai abad ke-3 SM.
Plinius yang Tua dan para penulis lainnya, menyatakan bahwa Petra adalah ibu kota dari Nabath, dan pusat dari perdagangan dengan mempergunakan karavan. Terdiri dari dinding batu dengan sistem pengairan yang baik, Petra tidak hanya memiliki banyak keuntungan sebagai benteng, tetapi ia juga mengontrol rute perdagangan utama yang melewati Gaza di Barat, ke Bushra dan Damaskus di Utara, ke Aqaba di Laut Merah, dan sepanjang gurun hingga ke Teluk Persia.
Kota di Dinding Batu
Salah satu dari 7 keajaiban dunia yang baru adalah Petra. Penetapan tujuh keajaiban dunia itu merupakan pilihan dari 100 juta orang di seluruh dunia lewat situs internet dan pesan singkat (SMS) telepon seluler, yang diadakan oleh Swiss Foundation, serta diumumkan di Lisbon, Portugal, pada 07-07-07 alias 7 Juli 2007.
Petra adalah kota yang didirikan dengan memahat dinding-dinding batu di Yordania. Petra berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'batu'. Petra merupakan simbol teknik dan perlindungan.
Kata ini merujuk pada bangunan kotanya yang terbuat dari batu-batu di Wadi Araba, sebuah lembah bercadas di Yordania. Kota ini didirikan dengan menggali dan mengukir cadas setinggi 40 meter.
Petra merupakan ibu kota Kerajaan Nabatea. Didirikan 300an tahun sebelum Masehi sampai dengan tahun ke-40 M oleh Raja Aretas IV sebagai kota yang sulit untuk ditembus musuh dan aman dari bencana alam seperti badai pasir.
Suku Nabatea membangun Petra dengan sistem pengairan yang luar biasa rumit. Terdapat terowongan air dan bilik air yang menyalurkan air bersih ke kota, sehingga mencegah banjir mendadak. Mereka juga memiliki teknologi hidraulik untuk mengangkat air.
Terdapat juga sebuah teater yang mampu menampung 4.000 orang. Kini, Istana Makam Hellenistis yang memiliki tinggi 42 meter masih berdiri impresif di sana.
Kotanya Suku Nabatea
Petra yang bisa ditempuh sekitar 3-5 jam perjalanan darat dari kota Amman, Yordania, dulu adalah ibu kota suku Nabatea, salah satu rumpun bangsa Arab yang hidup sebelum masuknya bangsa Romawi.
Sebenarnya, asal usul suku Nabatea tak diketahui pasti. Mereka dikenal sebagai suku pengembara yang berkelana ke berbagai penjuru dengan kawanan unta dan domba.
Warga Petra awal adalah penyembah berhala. Dewa utama mereka adalah Dushara (Dzu as-Shara/Dusares), yang disembah dalam bentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan. Dushara disembah berdampingan dengan Allat, dewi Bangsa Arab kuno.
Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.
Di akhir abad ke-4 Sebelum Masehi, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku Nabatea memberanikan diri mulai ikut dalam perdaganan dunia. Rute perdagangan dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia.
Suku Nabatea akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses, dengan berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari Arab bagian selatan dan India timur.
Letak yang strategis untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri dari orang asing itulah alasan suku Nabatea memutuskan untuk menetap di wilayah batu karang Petra.
Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk ke sana. Suku Nabatea akhirnya berhasil membuat kota internasional yang unik dan tak biasa.
Pada awalnya Petra dibangun untuk tujuan pertahanan. Namun belakangan, kota ini dipadati puluhan ribu warga sehingga berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah.
Pada tahun 106 Masehi, Romawi mencaplok Petra, sehingga peran jalur perdagangannya melemah. Sekitar tahun 700 M, sistem hidraulis dan beberapa bangunan utamanya hancur menjadi puing. Petra pun perlahan menghilang dari peta bumi saat itu dan tinggal legenda.
Barulah pada tahun 1812, petualang Swiss, Johann Burckhardt memasuki kota itu dengan menyamar sebagai seorang muslim. Legenda Petra pun meruak kembali pada zaman modern, dikenang sebagai simbol teknik dan pertahanan.
Dikelilingi Gunung
Petra di Yordania, adalah situs purbakala. Petra dikelilingi gunung. Di sini ada gunung setinggi 1.350 meter dari permukaan laut. Inilah kawasan tertinggi di areal ini yang disebut Gunung Harun (Jabal Harun) atau Gunung Hor atau El-Barra.
Gunung Harun paling sering dikunjungi orang. Para pengunjung percaya, di puncak Jabal Harun inilah, Nabi Harun meninggal dan dimakamkan oleh Nabi Musa.
Pada abad ke-14 Masehi, sebuah masjid dibangun di sini dengan kubah berwarna putih yang terlihat dari berbagai area di sekitar Petra. Harun tiba di wilayah Yordania sekarang ketika mendampingi Nabi Musa membawa umatnya keluar dari Mesir dari kejaran Raja Fir'aun.
Pada abad ke-1 Sebelum Masehi, Kerajaan Nabatea yang kaya dan kuat, menjangkau wilayah Damaskus di utara dan Laut Mati di selatan. Saat itu, Petra telah didiami sekitar 30 ribu penduduk. Pada masa itulah dibangun kuil agung.
Tahun 100-an Masehi, Romawi pernah menguasai wilayah ini. Arsitektur di Petra pun terpengaruhi arsitektur Romawi.
Pada 600 Masehi di Petra dibangun gereja. Abad ke-7 Masehi, Islam hadir, dan pada abad ke-14, makam Nabi Harun di Jabal Harun menjadi tempat keramat dari umat Islam, selain kaum Yahudi dan Kristiani.
Saat berusia 10 tahun, Nabi Muhammad pernah berkunjung ke gunung ini bersama pamannya.
Setelah Perang Salib pada abad ke-12, Petra sempat menjadi 'kota yang hilang' selama lebih dari 500 tahun (lost city). Hanya penduduk lokal (suku Badui) di wilayah Arab yang mengenalnya.
Referensi
- ^ "Management of Petra". Petra National Trust. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 April 2015. Diakses tanggal 14 April 2015.
- ^ Browning, Iain (1973, 1982), Petra, Chatto & Windus, London, p. 15, ISBN 0-7011-2622-1
- ^ Stephan G. Schmid and Michel Mouton (2013). Men on the Rocks: The Formation of Nabataean Petra. ISBN 9783832533137. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 March 2020. Diakses tanggal 14 November 2019.
- ^ Shaddel, Mehdy (2017-10-01). "Studia Onomastica Coranica: AL-Raqīm, Caput Nabataeae*". Journal of Semitic Studies (dalam bahasa Inggris). 62 (2): 303–318. doi:10.1093/jss/fgx022. ISSN 0022-4480. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-08. Diakses tanggal 2020-12-08.
- ^ Mati Milstein. "Petra. The "Lost City" still has secrets to reveal: Thousands of years ago, the now-abandoned city of Petra was thriving". National Geographic. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 December 2019. Diakses tanggal 27 December 2019.
- ^ Jack D. Elliott, Jr. (1996). Joe D. Seger, ed. The Nabatean Synthesis of Avraham Negev: A Critical Appraisal. Retrieving the Past: Essays on Archaeological Research and Methodology in Honor of Gus W. Van Beek. Eisenbrauns. hlm. 56. ISBN 9781575060125. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 June 2020. Diakses tanggal 27 December 2019.
- ^ "Petra Lost and Found". National Geographic. 2 January 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 April 2018. Diakses tanggal 8 April 2018.
- ^ "Petra lost and found". History Magazine (dalam bahasa Inggris). 2018-02-09. Diakses tanggal 2021-01-15.
- ^ Glueck, Grace (17 October 2003). "ART REVIEW; Rose-Red City Carved From the Rock". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 December 2017. Diakses tanggal 29 January 2018.
- ^ "Major Attractions: Petra". Jordan Tourism Board. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-04.
- ^ "UNESCO advisory body evaluation" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-13. Diakses tanggal 2011-12-05.
- ^ ""Lost City" of Petra Still Has Secrets to Reveal". Science (dalam bahasa Inggris). 2017-01-26. Diakses tanggal 2021-01-15.
- ^ "Rose-red city of Petra wraps up 2019 with record-breaking 1,135,300 visitors". The Jordan Times. 6 January 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 January 2020. Diakses tanggal 6 January 2020.
- ^ "Petra sees highest visitor numbers since pandemic outbreak". The Jordan Times. 2 December 2021. Diakses tanggal 11 December 2021.
Lihat juga
Pranala luar
- (Inggris) The Complete Petra (web directory)
- (Inggris) Angus McIntyre's Petra Site
- (Inggris) Brown University excavations at the Great Temple
- (Inggris) Photos of Petra Monuments Diarsipkan 2007-06-23 di Wayback Machine.
- (Inggris) Photos and geological explication of Petra Rocks Diarsipkan 2007-06-18 di Wayback Machine.