Dhimas Sumantha adalah Anak ke -3 yang terlahir ke dunia dengan banyak Cita. Dia selalu mencoba mengejar semua itu meskipun Beberapa Orang Menganggap jika itu sulit.

Dia terlahir dari keluarga sederhana dengan didikan yang tegas dan disiplin dari kedua Orang Tua nya.

Perjalanan hidup, sejarah singkat kepribadian dan karakter Dhimas Sumantha

Dhimas lahir di Lampung, tahun 1990 yang bertepatan pada tanggal yang sama dengan ulang tahun ABRI (05 Oktober).

Kehidupan Masa Kecilnya bisa di sebut selalu Berpindah Tempat seiring dengan Perpindahan Tugas dari Orang Tua yang Bekerja tidak menetap di Satu Tempat.

Dia Menjalani Sekolah Dasar di SDN Gentra Masekdas, SMP di Negeri 2 dan SMU di Negeri 2 Kota Subang dan Menyelesaikan Study S1 di salah satu Perguruan Tinggi di Kota Cirebon Jawa Barat.


Tahapan

Karakter Dhimas Sumantha

Dhimas adalah sosok seorang Muslim sejati yang suka membaca Berbagai Macam Referensi Kitab Keagamaan Islam, memiliki komitmen untuk selalu taat kepada Allah, dia tidak pernah lengah dan tidak pernah merasa bosan dalam menunaikan tugas dan kewajiban agama.

Dia adalah sosok dengan idealisme yg baik dan tidak pernah memiliki keraguan sejak dia menjadi seorang siswa sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Dia selalu ingin segala sesuatu yang dia dapatkan adalah Hasil dari kerja nya sendiri, bahkan dalam mencari pekerjaan dia sangat menghindari berbagai macam unsur nepotisme dan penggunaan uang sogokan. Karena dia yakin bahwa SDM yang terbaik selalu terlahir dari Peringkat terbaik dalam Test baik teori ataupun Praktik.

Dia menyukai dunia Musik, dan Kecintaan nya kepada Alam selalu dia wujudkan dengan Traveling ke Gunung dan Membersihkan sampah yang ada disana.

Hassan Al-Hudaibi juga merupakan sosok yang sangat disegani oleh teman sejawatnya dan para konsultan lainnya; terutama yang berani bermain-main dengan undang-undang sipil, dan yang melakukan pelanggaran dasar-da

Perjuangan dia

Adapun Perjuangan pada bidang pekerjaan dan spesialisasinya memiliki sejarah yang sangat menarik. Suatu ketika ketua mahkamah konstitusi bertanya kepadanya: Ya Hasan, bukankah engkau bersama saya, bahwa kebanyakan dari undang-undang sipil saat ini berkaitan erat dengan hukum-hukum yang ada dalam fiqh Islam? Hasan Hudaibi berkata: betul. Orang tersebut berkata lagi: jadi apa dasarnya tuntutan Anda untuk kembali pada syariat Islam dan menerapkan hukum-hukumnya?”. Dia menjawab: Hal tersebut karena Allah SWT. Dia berfirman: “Dan hendaklah saat memutuskan hukum di antara mereka sesuai dengan apa yang diturunkan Allah”. Dan tidak mengatakan: Dan berhukumlah seperti yang diturunkan Allah. Dan bahwa berhukum pada syariat Allah menurut seorang muslim adalah ibadah dan menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah, dan itulah sumber keberkahannya, rahasia kekuatan yang ada dalam jiwa orang-orang yang beriman dengannya dan dalam komunitas jamaah muslimah.

Ketika dijabarkan rancangan revisi undang-undang sipil Mesir pada tahun 1945 di hadapan ustaz Al-Hudaibi, tertulis disitu bahwa dia menolak mendiskusikan proyek tersebut dari sisi prinsipnya; karena tidak berdasarkan pada al-kitab dan as-sunnah.

Dan pada tahun 1947 Ustadz Hasan Al-Hudaibi menerbitkan sebuah artikel di koran Mesir “Akhbar Al-Youm,” yang membantah amendemen rancangan undang-undang sipil Mesir, dia berkata, “bahwa amendemen terbaik menurut pandangan saya adalah yang mengacu pada sebuah undang-undang yang satu; untuk menerapkan hukum syariah dalam kasus pidana dan perdata kemudian dia berkata: “Aku telah menyatakan pendapat di komisi revisi undang-undang sipil dalam Senat, dan saya sampaikan: Bahwa undang-undang kita harus berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dalam berbagai sendi kehidupa, bukan hanya dalam urusan syariat saja. Bahwa Islam adalah agama yang koheren dan terpadu tidak boleh dipisah-pisah, sehingga harus diterapkan seluruh ketentuannya oleh setiap orang yang menganutnya” Inilah pendapat yang saya kemukakan, dan saya berharap bahwa saya telah menyelesaikan tugas dalam melakukan revisi undang-undang, berusaha mempelajarinya hingga tidak terdapat di dalamnya undang-undang asing yang tidak konsideran dengan Al-Qur’an Al-Karim, yang tidak bisa membedakan antara yang halal dan yang haram, padahal keduanya sangat jelas karakter dan batasan-batasannya hingga hari kiamat.

Dan inilah yang saya sampaikan di hadapan tim revisi, dan saya yakin bahwa mereka tidak akan menerima dan mengambilnya, tetapi bagi saya tidak mengapa selama saya yakin dengan apa yang saya sampaikan, tetapi menurut praduga saya, kelak setelah berjalan 20 atau 30 tahun opini akan mengarah pada pengambilan pendapat saya; setiap kali Allah melapangkan dada umat manusia dengan Al-Qur’an pada hari yang meliputi opini dan pendapat ini”.

Kami telah melihat bahwa berbagai undang-undang yang bersumber pada undang-undang asing tidak memberikan kemaslahatan pada negeri kami, tidak mencapai apa yang diharapkan, penjara ini penuh narapidana, kejahatan meningkat, kemiskinan menyebar, dan moral dan akhlak menurun, hubungan sosial memburuk hingga terjadi setiap hari sejak para pendahulunya, dan ini semua tidak mampu diubah kecuali jika kita menyusun kembali hubungan kita dengan sunnah kauniyah yang telah diturunkan melalui wahyu dengan berbagai rahasia-rahasianya, dan tanda-tandanya yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan dengan itu semua, maka kita akan dapat tinggal di rumah, di tengah keluarga dan masyarakat, bersama anak-anak kita, dan bersama semua orang yang hidup bersama Al-Qur’an “.

Pada tanggal sepuluh Desember 1952, konstitusi Klasik Mesir mengumumkan revisi dan setelah berlalu dua hari ditetapkan seratus anggota untuk membuat konstitusi baru yang mana di antara mereka ada tiga orang yang berasal dari Ikhwanul Muslimin. Akhirnya majalah “El-dakwah” menerbitkan artikel yang mengajak untuk mendukung konstitusi berdasarkan Islam. Hasan Al-Hudaibi mengajak untuk dilakukan referendum; guna mengetahui apakah Mesir memilih syariat Islam atau undang-undang barat? Jika memilih berhukum pada Islam maka pemerintah harus komitmen melaksanakan pilihan tersebut, dan jika memilih undang-undang Barat –yang tidak mungkin keluar dari diri seorang muslim- maka kita harus mengaca diri, mengajarkan umat akan perintah Tuhannya dan apa yang seharusnya mereka lakukan”.

Awal Hasan Al-Hudaibi mengenal Ikhwanul Muslimin

Dikisahkan bahwa hubungan dia dengan Ikhwanul Muslimin dimulai sejak tahun 1942, yaitu saat dia mendapatkan kepuasan dengan dakwah al-Ikhwan melalui praktik sebelum mendapatkannya secara teori. Hal tersebut terjadi ketika dia melihat sebagian anggota kerabatnya dari para petani yang sedang menghadapi berbagai macam masalah; agama dan politik, yang kebanyakan dari masyarakat umum tidak memahami hal tersebut, terutama karena kebanyakan dari mereka adalah berasal kalangan umi (buta huruf), dan ketika diketahui bahwa hal tersebut kembali kepada para Ikhwan, dia tertarik dengan cara dakwahnya, sehingga dia sangat antusias untuk menghadiri khutbah Jum’at di masjid-masjid yang diisi oleh pendiri jamaah Ikhwan; Hasan Al-Banna. Dan sejak tahun 1942 dia mulai menjalin hubungan dengan dakwah yang penuh berkah ini melalui pendirinya langsung terutama di saat dia melakukan kunjungan ke kota Zaqaziq.

Adapun awal begitu tertariknya dia dengan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah saat mendengar ceramah ustaz Hasan Al-Banna tentang masalah membersihkan jiwa, menumbuhkan perasaan, menggelorakan ruh. Ketika dia mendengarkan uraiannya ada perasaan aliran darah yang deras dan kencang merasuk ke dalam jiwanya, bergelora ruhnya, akalnya, hatinya dan perasaannya, sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan usaha yang keras, segera terdorong jiwanya untuk bergabung dengan dakwah yang penuh berkah ini, dakwah yang membawa kebenaran, dan siap bekerja untuknya, terikat dengannya serta komitmen untuk berjihad di jalannya. Pada saat itu Imam Hasan memandang telah terjadi kehancuran di tengah umat Islam sehingga perlu adanya kerja keras untuk menolong dan menyelamatkannya. Dan ditambah kecemburuan iman Hasan Al-Banna yang bergelora di dadanya, yang mana hal tersebut dapat diketahui saat dia berbicara, baik dihadapan para ulama yang shalih dan dihadapan orang-orang yang duduk-duduk dan nongkrong di kedai kopi.

Pada saat itu –setelah mendengar uraian imam Hasan Al-Banna- dia langsung menghadap, dan setelah berbicara singkat, dia melakukan janji, ikatan dan baiat. Baiat yang mengikat dirinya dan kehidupannya untuk selamanya, dan berada di jalan dakwah yang penuh berkah ini, mengarungi masa depan dakwah. Dan inilah model kejujuran para rijal dakwah. Mengikat jiwa mereka dengan dakwah kehidupan masa lalunya, yang sedang berjalan dan yang akan datang dengan kebenaran.

Dan karena karakter imam Hasan Al-Hudaibi memiliki kecerdasan dan kejelian, jiwa yang kukuh, ruh yang bersih, sehingga ketika mendengar dakwah imam Hasan Al-Banna yang bersumber dari kejujuran dan keikhlasan, dan totalitas yang begitu dalam, dia yakin bahwa ini adalah dakwah yang akan memberikan air kesejukan bagi siapa saja yang haus hatinya, perasaannya dan jiwanya.

Bai’at ustadz Hasan Al-Hudaibi

Pada tanggal 12 Februari tahun 1949 para pesuruh kerajaan Mesir Raja Farouk berhasil membunuh Hasan Al-Banna sehingga membuat kosong kursi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, dan pada saat itulah, para pendiri Ikhwan berusaha mencari menggantinya, dan akhirnya mereka menetapkan Hasan Al-Hudaibi menjadi Mursyid Am Ikhwanul Muslimin. Pada 6 bulan pertama Hasan Al-Hudaibi menjabat sebagai mursyid secara tersembunyi dan diam-diam, tanpa tidak meninggalkan pekerjaannya sebagai jaksa selama masa tersebut. Dan ketika pemerintahan An-Nuhas Pasya memberikan izin kepada lembaga pendiri Ikhwanul Muslimin untuk melakukan pertemuan, para anggota tersebut mempersilakan kepada Hasan Al-Hudaibi untuk memimpin pertemuan dan menjabat sebagai mursyid am Ikhwanul muslimin, tetapi saat itu dia menolak permintaan mereka, karena dia menganggap saat pemilihan atas dirinya menjadi Mursyid oleh anggota lembaga pendiri hanya pada marhalah sirriyah dan tidak mewakili pendapat anggota Ikhwan lainnya, dan dia meminta untuk memilih Ikhwan lain menjabat sebagai mursyid, tetapi para Ikhwan lainnya menolak permintaan tersebut dan meminta dia untuk melanjutkan jabatannya sebagai mursyid Ikhwanul muslimin, akhirnya dia menerima permintaan utusan para Ikhwan dan setelah itu dia mulai mengurus pengunduran diri dari pekerjaannya untuk fokus pada jabatan barunya yaitu mursyid Am Ikhwanul muslimin.

Dab tepat pada tanggal 17 Oktober 1951 Hasan Al-Hudaibi resmi menjadi mursyid am jamaah Ikhwanul muslimin. Dan setelah itu dia melakukan jaulah ke berbagai tempat dan daerah yang terdapat di dalamnya anggota Ikhwanul Muslimin untuk menegaskan bahwa mereka mendukung keputusan tersebut. Dan akhirnya dia mendapatkan kepastian tersebut…, bahkan semua anggota yang bertemu dengannya melakukan baiat kepadanya. Dan sebelum baiat dia berkata: “Sebenarnya saya tahu, bahwa saya sedang menyerahkan diri pada kepemimpinan dakwah yang mengakibatkan syahidnya sang pionir, muassis dan mursyid pertama, berhadapan dengan ancaman pembunuhan, penyiksaan para pengikutnya, pengusiran di jalan Allah, mereka telah mendapatkan apa yang mereka harapkan, dan saya tidak yakin pada diri ini akan mampu melakukan dari apa yang ditinggalkan oleh sang imam dan membawa maslahat di dalamnya seperti imam Hasan Al-Banna, tetapi walau begitu saya akan berusaha menghadirkan dan melakukan sesuai dengan amanah dan keinginan para Ikhwan, menunaikan amanah untuk Allah SWT, tidak mencari dan berharap apapun kecuali ganjaran dan ridha Allah, dan saya tidak meminta pertolongan kepada siapapun kecuali pada kekuasaan dan kekuatan Allah SWT.

Apa yang diberikan oleh Hasan Al-Hudaibi untuk jamaah Ikhwan?

  • Dukungan dia terhadap jamaah dan pembelaannya sangat besar sekali, bahkan kontribusi yang mulia dia tampakkan ketika membeli rumah markas al-am (kantor pusat).
  • Menunjukkan amanah dakwahnya saat dia marah terhadap kekejaman Zionis guna membela Palestina.
  • Memiliki jiwa perhatian terhadap keluarganya, dengan membentuk kantor cabang di desanya “Arab As-shawalihah” dan desa-desa yang berdekatan dengannya.
  • Dengan retorika dan metode khas dia dan berpenampilan tenang dan penuh tawadhu mampu menghidupkan dakwah di daerah Syibin Al-Qanatir.
  • Dia tidak pernah putus menjalin hubungan dengan imam syahid, dan bahkan dia tidak pernah lepas dalam bertukar pikiran dan memberikan pendapat yang konstruktif pada setiap langkah dan sikap sebelum terjadinya pembunuhan dan setelahnya, bahkan dia selalu ikut dalam jalasah yang diikuti oleh mukhlisin dan pejabat teras Ikhwanul Muslimin, yang sedang berjual melakukan pemetaan strategi dakwah untuk jamaah sebelum dan sesudah syahidnya Mursyid pertama.
  • Setelah dia bergabung dengan dakwah, maka seluruh jiwanya, rumahnya, anak-anaknya, jabatannya, dan seluruh hartanya diserahkan untuk dakwah dan dibawah kendali dakwah.
  • Dia adalah satu-satunya orang yang jujur dalam dakwah yang berasal dari kalangan kejaksaan sehingga dia menjadi pionir dan satu-satunya orang yang mampu membersihkan kewibawaan jamaah, membersihkan kejaksaan dari pengaruh kedustaan dan kebohongan, yang sengaja dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah kejaksaan dari kerja yang serius dan bertanggung jawab pada tindakan melakukan kezhaliman dengan berbagai tuduhan yang dibuat-buat.
  • Hasan Al-Hudaibi juga selalu mengikuti perkembangan berita Ikhwan, terutama setelah terbunuhnya imam Hasan Al-Banna, selalu membekali diri dengan nasihat-nasihat yang membuatnya memiliki kekuatan dan imunitas dari gelora kekejian pemerintah dan kekuasaan undang-undang, dan mampu melakukan banyak kebaikan menuju jalan yang pasti; yaitu melakukan penyatuan barisan, memberikan dukungan untuk tsabat dan tsiqah kepada Allah di antara para Ikhwan.
  • Dia memiliki perhatian kepada keluarga Ikhwan yang ditangkap dan dipenjara.

Hasan Al-Hudaibi saat di penjara

Mursyid memulai hidup barunya menjadi Mursyid Am Ikwahnul Muslimin berhadapan dengan berbagai ujian dan cobaan yang begitu keras; berbagai penangkapan, vonis hukuman penjara, bahkan menerima siksaan dan hukuman mati atasnya, yang kemudian berganti menjadi hukuman kerja paksa.

Pendapat para ulama tentang Hasan Al-Hudaibi

Saat memulai kehidupannya menjadi mursyid am kedua Ikhwanul Muslimin, dia mulai mengalami kehidupan yang keras dan tidak pernah berhenti, beban yang berat dan ujian yang tidak pernah putus, cobaan terhadap jamaah terutama pemimpinnya terus berlanjut; dimasukkan di dalam penjara, disiksa, dijatuhi hukuman mati, kemudian di ganti dengan hukuman kerja paksa. Di tengah ujian tersebut dia berkata:”Tegakkanlah daulah Islam di dalam hati-hati kalian, niscaya dia akan tegak di negeri kalian”. Pada kondisi yang mengenaskan berada dipenjara yang terisolir -sementara para Ikhwan yang lain dan termasuk anak-anaknya ikut disiksa dan dipecut – dia memperkukuh jiwa mereka dan mengajak mereka untuk mempertahankan keimanan mereka.

DR. Ahmad Al-’Asal berkata tentangnya: “Dia selalu menghadirkan kepada mereka untuk memiliki hati yang tsabat, dan jiwa yang tenang; dengan mengatakan di hadapan para pelaku penyiksaan: “Mereka adalah sebaik-baik pemuda Mesir, karena itu, jagalah mereka untuk menjadi saham bagi negerinya, cukuplah kalian mengambil dan memenjarakan diri saya dan melakukan apa yang kalian inginkan”.

Selama di penjara kesehatan dia sering terganggu, sehingga harus dipindah ke rumah sakit, tetapi setelah itu hukuman terhadapnya tidak berhenti namun dikembalikan ke tempat semula untuk ikut merasakan penderitaan Ikhwan lainnya serta anak-anaknya. Dia berkta: “Penjara adalah sebaik-baik tempat pengkondisian jiwa bukan sekadar tembok dan jeruji besi”. Ahmad Al-’Asal juga berkata: “saya tidak pernah lupa terhadap apa yang diceritakan dia kepada kami, dia meneteskan air mata saat bercerita tentang kondisi seorang Ikhwan yang miskin yang mendapatkan waktu berharga pada salah seorang Pasya saat dirinya membersihkan WC di tempat salah seorang terpidana, maka salah seorang dari teman-temannya berinisiatif memberikan uang atas amanah yang dikerjakannya dan kembali bekerja. Maka Ikhwan tersebut berdiri sambil menegakkan badannya berkata: “Sungguh saya ingin menambah pekerjaan ini sesuai dengan amanah, dan saya tidak menginginkan upah tersebut kecuali karena Allah, dan saya tidak butuh harta tersebut”. Kemudian Ustadz berkata: “Padahal saya tahu betul kondisinya, dirinya pasti membutuhkan harta tersebut, tetapi karena kesucian dan kebersihan dirinya, ia tidak mau menerima uang tersebut”. Kemudian air matanya meleleh kembali.

Ahmad Husain pemimpin pemuda Mesir berkata, kami dimasukkan di penjara perang pada bulan Maret tahun 1954, dan saya melihat Syeikh Hasan Al-Hudaibi ada di dalamnya bersama kami, dan ketika dia berada sama saya, seakan saya melihat dirinya penuh dengan kemuliaan dan ketawadhuan, serta berinteraksi dengannya yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang, dan saya mengira bahwa kemuliaan yang besar ini baginya adalah kemuliaan bersama Ikhwanul Muslimin. Salah seorang wartawan bertanya kepada saya; apa pendapatmu terhadap Ikhwan pada perang di Palestina? Maka saya jawab bahwa hal tersebut merupakan fenomena yang sangat mulia; karena merekalah yang telah berhasil menyelamatkan tentara Mesir dari kekalahan, yaitu mereka berhasil melindungi pasukan terakhir saat mundur, dan hendaknya dunia mesti memahami, bahwa orang yang memerangi Ikhwan dengan besi dan api, telah melakukan perbuatan demi kepentingan syaitan, janganlah kalian mengira wahai saudaraku bahwa saya mengucapkan ini saat ini sah; karena saya telah meninggalkan Mesir sejak tahun 1955; dan terakhir kali saya bertemu dengan Abdul Nasher adalah karena terkait permasalahan ini. Kemudian dia berkata: “Bahwa syahid kalian dan syuhada Islam, sedang menikmati kenikmatan di sisi Tuhannya, dan kelak sejarah akan mencatat seperti Ibnu Hambal, yang menolak untuk disamakan atau dijauhkan terhadap apa yang dianggapnya benar”.

Buku-buku karangan dia

  1. Duat la qudhat
  2. Inna hadzal Qur’an
  3. Al-islam wa ad-da’iyah, kumpulan tulisan yang disusun oleh As’ad Sayyid Ahmad

Pranala luar