Mengalihkan ke:

Jenis Buddhabhāva

Dalam pemahaman Buddhisme, terdapat tiga jenis Buddhabhāva.[1]

  • Samyaksambuddha (Pāli: sammasambuddha), sering kali digunakan untuk merujuk sebagai Buddha, ia yang telah mencapai samyaksambodhi
  • Pratyekabuddha (Pāli: paccekabuddha)
  • Śrāvakabuddha (Pāli: sāvakabuddha)

Dua jenis pertama mencapai Nirvana melalui usaha mereka sendiri, tanpa panduan seorang guru untuk menjelaskan tentang Dhamma. Istilah Sāvakabuddha tidak tampil dalam naskah Kanon Pali Theravada tetapi disebut dalam tiga karya komentar Theravada[diragukan] dan merujuk kepada seorang pengikut Buddha yang mencapai pencerahan.

Samyaksambuddha

Samyaksambuddhas (Pāli: sammasambuddha) mencapai Nirvana dengan usaha sendiri, dan menemukan Dhamma tanpa bimbingan seorang guru. Mereka selanjutnya memimpin lainnya untuk mencapai pencerahan dengan mengajarkan Dhamma dalam suatu waktu atau dunia di mana telah dilupakan atau yang sebelumnya belum pernah diajarkan, karena Samyaksambuddha tidak bergantung pada sebuah tradisi yang berasal dari Samyaksambuddha sebelumnya, akan tetapi menemukan langkah baru.[2] Buddha dalam sejarah, Buddha Gautama merupakan seorang Samyaksambuddha. Lihat pula daftar 28 Buddha.

Tiga perbedaan dapat dikenali dalam upaya mencapai tahapan Samyaksambuddha. Dengan kebijaksanaan yang lebih (prajñādhika), dengan upaya yang lebih (vīryādhika) atau dengan kepercayaan yang lebih (śraddhādhika). Śākyamuni adalah seorang Buddha Prajñādhika (melalui kebijaksanaan yang lebih). Buddha yang datang kemudian di dunia ini, Maitreya (Pāli: Metteyya) akan menjadi seorang Buddha Vīryādhika (melalui upaya yang lebih).

Pratyekabuddha

Pratyekabuddha (Pāli: paccekabuddha) serupa dengan Samyaksambuddha dalam upaya mencapai Nirvāṇa tanpa bimbingan seorang guru. Akan tetapi, tidak seperti Samyaksambuddha, mereka tidak mengajarkan Dhamma yang mereka temukan. Mereka juga tidak membentuk Saṅgha bagi para pengikutnya untuk menlanjutkan pengajaran, oleh karena pada awalnya mereka sendiri tidak mengajar. Dalam beberapa karya, mereka disebut pula sebagai "Buddha diam". Beberapa naskah Buddhis membandingkan (dari sumber kemudian; setelah manggatnya Buddha, seperti Jātakas), menceritakan Pratyekabuddha memberikan pengajaran. Seorang Paccekabuddha terkadang dapat mengajar dan menegur orang, tetapi teguran mereka bertujuan untuk tingkah laku baik dan layak (Pāli: abhisamācārikasikkhā), dan bukan mengenai Nirvana.

Dalam beberapa naskah, mereka digambarkan sebagai 'ia yang mengerti Dhamma melalui upayanya sendiri, tetapi mencapai kemahatahuan atau keahalian akan Buah' (phalesu vasībhāvam).[3]

Śrāvakabuddha

Śrāvaka (Sanskerta; Pāli: sāvaka; berarti "pendengar" atau "pengikut") adalah seorang pengikut Samyaksambuddha. Pengikut tercerahkan biasanya disebut Arahat (Yang Mulia) atau ariya-sāvaka (Pengikut Mulia). (Istilah ini memiliki artian sedikit beragam tetapi keduanya dapat digunakan untuk menggambarkan pengikut yang tercerahkan.) Komentar versi Theravada untuk Udana menggunakan istilah sāvaka-buddha (Pāli; Sanskerta: śrāvakabuddha) untuk menggambarkan pengikut yang tercerahkan[4]

Para pengikut yang tercerahkan juga mencapai Nirvana seperti kedua jenis Buddha yang disebutkan terdahulu. Setelah mencapai pencerahana, para pengikut dapat pula membimbing lainnya ke arah pencerahan. Seseorang tidak dapat menjadi pengikut Buddha dalam suatu waktu atau dunia di mana ajaran Buddha telah dilupakan atau belum pernah diajarkan sebelumnya, karena jenis pencerahan seperti ini tergantung kepada tradisi yang ditarik mundur ke tradisi seorang Samyaksambuddha.

Kata yang jarang digunakan, anubuddha, adalah sebuah istilah yang digunakan Buddha dalam Khuddakapatha[5] untuk mereka yang menjadi buddha setelah mendapatkan petunjuk.

Dalam Kanon Pāli sendiri, dua nama terdahulu disebutkan dengan menggunakan nama tersebut, sedangkan beragam contoh dari tipe ketiga, tidak menggunakan istilah itu. Tipe-tipe Buddha tidak disebutkan secara langsung, walau kata buddha itu sendiri memang beberapa kali tertulis guna mencakup artian luas dari semua tipe di atas.

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama autogenerated1
  2. ^ Dalam Bahudhātuka Sutta ("Many Kinds of Elements Discourse," MN 115), Sang Buddha mengatakan kepada Ven. Ānanda:
    'It is impossible, it cannot happen that two Accomplished Ones, Fully Enlightened Ones, could arise contemporaneously in one world-system—there is no such possibility.' (Bhikkhu Ñāamoli & Bhikkhu Bodhi, 2001, The Middle Length Discourses of the Buddha: A Translation of the Majjhima Nikāya, Wisdom Pubs, p. 929, para. 14)
    According to Ñāamoli & Bodhi (2001), pp. 1325-6, n. 1089, the Pali commentary associated with the above text from MN 115 states:
    The arising of another Buddha is impossible from the time a bodhisatta takes his final conception in his mother's womb until his Dispensation has completely disappeared. The problem is discussed at Miln 236–39.
    The referenced Milindapanha section is entitled, Ekabuddhadhāraī - pañho.
  3. ^ (Inggris) Buddhist Dictionary of Pali Proper Names, Pacceka Buddha
  4. ^ (Inggris)Udana Commentary, tr Peter Masefield, volume I, 1994, Pali Text Society, hal. 94).
  5. ^ Ratanasutta:56. Lihat pula AN 4.1, berjudul "Anubuddha Sutta" (Thanissaro, 1997).