Abah Sepuh

Revisi sejak 22 Juli 2022 14.34 oleh DayakSibiriak (bicara | kontrib) (Templat tanpa ref, kateg)

Syekh Haji Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Raden Nura Pradja (Eyang Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah.[butuh rujukan] Ia dibesarkan oleh uwaknya yang dikenal sebagai Kyai Jangkung.[butuh rujukan]

Abdullah Mubarok
NamaAbdullah Mubarok
LahirAbdullah Mubarok
Nama lainAbah Sepuh
EtnisSunda
Keturunan1.Haji Sofiyah

2. Haji Sukanah.
3. Haji Dahlan.
4. Haji Saadah.
5. Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
6. Haji Uwas.
7. Haji Didah.
8. Haji Y. Juhriyah.

9. K.H. Noor Anom Mubarok
Orang tua
Ayah

Raden Nura Pradja alias Nur Muhammad alias Eyang Upas

Ibu
Emah

Sejak kecil, ia sudah gemar mengaji atau mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat.[butuh rujukan] Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya.[butuh rujukan] Di Pesantren Sukamiskin, Bandung, ia mendalami fiqih, nahwu, dan sorof.[butuh rujukan] Ia kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan, Tasikmalaya. Ia kemudian menunaikan ibadah haji yang pertama.[butuh rujukan]

Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan, Tasikmalaya, ia masih terus belajar dan mendalami ilmu Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon.[butuh rujukan] Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya - Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya ia memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, ia diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah oleh Syaikh Tolhah.[butuh rujukan] Ia juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syaikh Kholil, Bangkalan Madura, dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.[butuh rujukan]

Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan dalam penyebaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, ia beserta keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah Haji Tirta untuk sementara.[butuh rujukan] Selanjutnya ia pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.[butuh rujukan]

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya.[butuh rujukan] Ia memperoleh gelar Syaikh Mursyid.[butuh rujukan] Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya dari Bandung, ia bermukim di rumah Haji Sobari Jl. Cihideung No. 39 Tasikmalaya dari tahun 1950-1956 sampai ia wafat.[butuh rujukan]

Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun.[butuh rujukan] Ia menniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa Tanbih yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, Pondok Pesantren Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.[butuh rujukan]

Pranala luar