Legio Maria

Revisi sejak 12 Juni 2023 05.24 oleh AABot (bicara | kontrib) (fix)

Legio Maria (bahasa Latin: Legio Mariae) adalah sebuah kelompok kerasulan awam Katolik yang melayani Gereja Katolik secara sukarela.[1] Legio Maria berjuang di bawah panji-panji Santa Maria Tak Bernoda dengan bersenjatakan doa-doa. Anggota Legio Maria tersebar di 5 benua dan merupakan Organisasi Kerasulan Awam terbesar dalam Gereja Katolik. Anggota terbanyak terdapat di Korea Selatan, Filipina, Brasil, Argentina dan Republik Kongo. Tujuan dari Legio Maria sebagaimana tercantum dalam Buku Pegangan Legio Maria adalah kemuliaan Allah melalui pengudusan anggotanya yang dikembangkan dengan doa dan kerjasama aktif, di bawah bimbingan Gereja, dalam Karya Maria dan Gereja untuk menghancurkan kepala ular dan meluaskan Kerajaan Kristus. Singkatnya mengusahakan supaya para anggotanya menghayati hidup seturut perintah Tuhan dan memancarkan cara hidup saleh dalam lingkungan di mana para anggotanya tinggal dengan karya kerasulan di bawah perlindungan Santa Maria Tak Bernoda. Tugas utama seorang legioner (anggota Legio Maria) adalah menghadiri Rapat Presidium selain doa, karya kerasulan seperti misalnya mengunjungi orang sakit, mengajak umat yang tidak aktif untuk kembali aktif dan membantu tugas paroki.

Legio Maria
SingkatanLM
Tanggal pendirian1921
TipeOrganisasi Kerasulan Awam Gereja Katolik
Organisasi Devosan Maria
Kantor pusatDublin, Irlandia
Situs webwww.legionofmary.ie

Sejarah

Di awal tahun 1900an ketika Dublin, Irlandia merupakan satu wilayah di Eropa yang mengalami keterpurukan kondisi perekonomian karena banyak pengangguran dan kemiskinan, Serikat Santo Vincentius (SSV), menjadi sebuah organisasi / kelompok tumbuh hadir untuk membantu pemenuhan kebutuhan jasmani. Seorang awam, Frank Duff (24 tahun), didasari oleh keprihatinan pada sesama yang menderita dan semangat misioner yang bergelora dalam hatinya, serta keinginannya yang sederhana untuk dapat melakukan sesuatu yang berguna, untuk berjumpa dengan Kristus sendiri dalam diri sesama yang menderita, maka pada 1913 Frank Duff mendaftarkan diri menjadi anggota kelompok SSV.

Duff, sebagai seorang anggota SSV, ia memiliki devosi yang mesra kepada Maria, dalam perjalanannya Duff juga membaca dan terinspirasi dari buku “Bakti Sejati kepada Maria”, karangan St Louis Marie de Montfort.

SSV terus bertumbuh dan mekar, Frank Duff menjadi ketua dan berpusat di Myra House, Dublin. Dalam setiap pertemuan bulanan selalu mengagendakan diskusi dari buku Bakti Sejati. Dalam sebuah pertemuan, anggota menceritakan kunjungan menarik saat ke Rumah Sakit di Dublin. Berawal dari kunjungan tersebut, Frank Duff dan bersama beberapa orang merasakan perlunya lanjutan untuk membahas hal tersebut dan disepakati pertemuan pada 7 September 1921, yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Legio Maria.

Jadi Legio Maria didirikan di Dublin, Irlandia, oleh orang awam Katolik, Frank Duff, pada 7 September 1921.[2] Anggota pertamanya adalah Frank Duff, Pastor Micahel Toher dan 13 wanita. Tak seorang pun yang sadar bahwa hari yang mereka tentukan adalah malam menjelang Pesta Kelahiran Bunda Maria, 8 September.

Diyakini bahwa Bunda Maria sendirilah yang hadir mendahului mereka untuk menyambut mereka yang mendaftarkan diri untuk melayani dia. Mereka bukan saja datang untuk membentuk sebuah perkumpulan (organisasi) melainkan untuk menyediakan diri bagi suatu tugas pelayanan, untuk mencintai dan melayani seseorang. Pada awalnya, perkumpulan itu dinamakan Perserikatan Maria Berbelaskasih dan kemudian menjadi LEGIO MARIAE.

Dalam perkembangannya, Legio Maria mulai tersebar di beberapa belahan dunia, 1929 di Skontlandia, Inggris, India, Amerika, Australia, Selandia Baru, Afrika dan Amerika Latin, China, lalu kemudian di negara-negara Eropa daratan.

Pada awal perkembangannya, Legio Maria sempat tersendat-sendat. Namun kemudian Legio Maria dapat berkembang dengan baik. Pada tahun 1931, Paus Pius XI memuji karya kerasulan Legio Maria. Paus Paulus VI mengundang Frank Duff sebagai Pengamat Awam dalam Konsili Vatikan II. Dan Paus Yohanes Paulus II sedikitnya dua kali mengundang Frank Duff secara pribadi pada masa kepausannya. Tiga orang anggota awal Legio saat ini dalam Proses Penyelidikan untuk Penggelaran Nama Kudus (Santo/a). Mereka adalah Frank Duff, Edel Quinn dan Alfie Lambe.


Perluasan Legio Maria di Indonesia

Legio Maria masuk Indonesia pada 1951 melalui Medan, oleh seorang envoy bernama Miss Teresa Su (Legioner di Universitas Hongkong), lalu menyebar ke Padang, Pekanbaru, Sidikalang, Tanjung Karang dan Pangkal Pinang. Legio juga menyebar ke Pulau Kalimantan yakni Pontianak, Singkawang, Sambas dan terus ke arah timur, Pulau Flores Nusa Tenggara Timur yakni Maumere.

Pada tahun 1952, Pater Paul Janssen CM, yang baru kembali dari Filipina, tempat Legio Maria berkembang dengan pesat, mendirikan presidium pertama di Kediri, Jawa Timur, lalu meluas ke Surabaya, Malang, Blitar dan Madiun pada tahun 1953. Dengan perkembangannya, mulai dibentuklah dewan legio yaitu Kuria Malang pada 1954.


Perluasan Legio Maria di Jawa Barat

Di Jawa Barat, Legio Maria mulai masuk pada tahun 1956 menyebar dari Cirebon, tahun 1969 di Yogyakarta dan meluas ke Semarang dan Surakarta. Sedangkan di Jakarta, mulai dengan presidium sekitar tahun 1977-1978 dan tersebar luas di Indonesia.

Teresa Su mendirikan Presidium lebih dahulu di Cirebon karena kereta api yang di tumpangi dari Surabaya menuju Bandung ternyata mogok di Cirebon sehingga Miss Su menginap di Cirebon dan dimanfaatkan untuk memperkenalkan legio Maria. Maka berdirilah presidium Bunda Pembantu Abadi pada bulan Maret 1956 yang menjadi presidium pertama di Jawa Barat.


Legio Maria di kota Bandung juga dirintis oleh Miss Teresa Su setelah dari Cirebon. Pada waktu itu ia mengadakan ceramah di ruang kelas belakang gereja Katedral. Dalam ceramahnya Miss Su memperkenalkan kerasulan awam yang berama Legio Maria. Ceramah tersebut sebagian besar dihadiri oleh para mahasiswa termasuk Pst. H. Van Haaren yang menjabat sebagai moderator PMKRI. Setelah ceramah dan tanya jawab, Miss Su mengundang para hadirin untuk datang pada pertemuan berikutnya pada tanggal 4 April 1956. Pada pertemuan itu, miss Su membagikan tessera dan meminta pada enam orang yang menghadirinya untuk berlutut, dan doa pembukaan dimulai. Dalam rapat pertama ini langsung ditunjuk perwira-perwiranya dan Pastor Lubbers, OSC sebagai pembimbing rohaninya. Maka pada bulan april 1956 lahirlah Legio Maria yang diberi nama Presidium Santa Pembantu Abadi di Paroki Santo Petrus Katedral. Lalu di bulan Agustus 1956 didirikan presidium Ratu Rosari yang Amat Suci di Paroki Salib Suci Kamuning bandung dan menyusul kemudian di Paroki St. Odilia, St. Petrus, St. Ignatius Cimahi dan Paroki Tujuh Kedukaan.

Presidium presidium ini seakan-akan lahir dalam situasi yang gelap dan serba tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut nampak dari pemahaman tentang Legio Maria yang masih kabur kecuali yang dipahami Miss Su sendiri, buku pegangan yang hanya memakai terjemahan tidak utuh dari lembaran berbahasa inggris atau sebagian bahasa belanda. Hampir seluruh pastor yang berkarya di Bandung belum memahami Legio sehingga sangat minim dukungan dari mereka, yang ada hanyalah semangat yang belum tentu akan bertahan.


Sesuai dengan buku pegangan bahwa apabila di suatu daerah ada 2 atau lebih presidium maka hendaknya didirikan sebuah Kuria, maka tahun Oktober 1956 dibentuklah Kuria pertama di Paroki Salib Suci Bandung yang langsung dibawah Konsilium Dublin. Kuria tersebut dengan pembimbing rohani Pst. Lubbers, OSC. Suatu waktu Kuria mendapat surat dari Konsilium yang berisikan agar saat mengadakan ACIES, Kuria mengundang Duta Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Alibrandi. Ketika ACIES, Mgr Alibrandi hanya melihat 3 panji legio. Kemudian beliau meminta agar dalam waktu satu tahun Kuria dapat mengembangkan minimal 3 presidium lagi. Dengan doa yang selalu ditekuni para legioner dan kerja keras dalam mengunjungi paroki/umat akhirnya Kuria dapat memenuhi permintaan tersebut. Demikianlah seterusnya, karena tantangan dari Mgr. Alibrandi ketika ACIES dan didukung doa bersama Sang Bunda serta keberanian dalam setiap kunjungan yang dilakukan maka bertambahlah presidium-presidium baru dalam Kuria.


Perkembangan yang menggembirakan ini selain kerja keras dan doa yang tekun juga tidak terlepas dari peran beberapa tokoh diantaranya Pst. Kooyman, OSC dan Mgr. Arntz. Pastor Kooyman yang menjadi pembimbing rohani di presidium-presidium Paroki Salib Suci, Kamuning, menekankan betapa besar peranan pembimbing rohani dalam Legio Maria, sekaligus selalu menunjukkan tugas yang bermutu yang dapat dilakukan Legio Maria sehingga presidium mengalami perkembangan yang amat menggembirakan terutama di Paroki Salib Suci - Kamuning.

Melihat perkembangan presidium dalam Kuria Bandung mendorong lahirnya kuria-kuria baru yaitu Kuria di Cimahi dan Kuria di Bogor. Perkembangan tersebut sekaligus mendorong pemekaran Kuria Bandung, karena Kuria Bandung dianggap paling senior maka diusulkan agar Kuria Bandung menjadi Komisium. Akan tetapi Pst. Kooyman, OSC kepala Paroki Salib Suci saat itu menolak karena beliau berpendapat bahwa Komisium sebaiknya dekat dengan Katedral sebagai Pusat Pastoral Keuskupan Bandung. Maka pada tahun 1967 Kuria Bandung Barat yang berada di Katedral berubah menjadi Komisium “Bunda Rahmat Ilahi” Bandung dengan harapan dapat berkembang dan Rahmat Tuhan selalu menyertai dalam pelayanan. Sdr. Max Parera yang saat itu telah dua Periode memimpin Kuria Bandung menjadi Ketua Komisium yang pertama. Kuria Bandung sendiri yang telah berdiri sejak 1956 menjadi Kuria Bandung Timur yang berpusat di Paroki Salib Suci dengan memakai nama “Bejana Rohani” dan Nama “Bejana Rohani” di ilhami oleh harapan para legioner agar Legio Maria dapat menjadi wadah perkembangan hidup rohani para anggota sehingga dapat menjadi pelayan bagi sesama. Kuria "Bejana Rohani" pada awal pembentukannya mencakup wilayah di 4 paroki yaitu: Paroki St. Melania, Paroki St. Odilia (Cicadas), dan Paroki Salib Suci (Kamuning). Kemudian sekitar tahun 1985 berdiri paroki baru yang awalnya stasi Salib Suci menjadi Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (Buah Batu) masuk dalam Kuria Bandung Timur. Kemudian Tahun 1985 dibentuk Kuria Bandung Barat yang pada tahun 2006 karena banyaknya Presidium baru dan luasnya daerah cakupan maka Kuria Bandung Barat dipecah menjadi dua yaitu Bandung Barat 1 dan Bandung Barat 2. Tahun 1986 didirikan Kuria Cigugur dan Tahun 1998 berdiri Kuria Cirebon.

Perluasan Legio Maria di Jakarta

Legio Maria di Jakarta muncul pertama kali pada tahun 1972, didirikan oleh seorang pastor Italia. Namanya Pastor Vincenzo Salis SX di paroki Toasebio, Jalan Kemenangan III no. 47, Jakarta Barat. Pada tanggal 13 Oktober 1972, beliau mendirikan sebuah presidium senior campuran, Maria de Fatima. Perkembangan presidium ini sangat lamban dan presidium ini bergabung ke dewan Kuria (Dewan yang membina presidium-presidium) di Bogor.

Selama perjalanan sampai dengan tahun 1975, jumlah presidium di Jakarta berkembang menjadi 4 presidium. Lalu Dewan Kuria Bogor mengusulkan agar 4 presidia yang ada ini disatukan menjadi satu dewan kuria di Jakarta. Usulan Dewan Kuria Bogor ke Dewan Komisium (dewan yang membina Kuria dan Presidium yang tergabung) Bandung, dimana Dewan Kuria Bogor tergabung, ditolak, mengingat keanggotaan dari presidia di Jakarta masih belum stabil dan presensinya masih kurang memuaskan.

Pada akhir 1977 datanglah seorang Envoy dari Filipina bernama Jose Tugelida ke Jakarta. Beliau melihat Jakarta dapat menjadi ladang yang subur bagi Legio Maria apabila organisasi ini sungguh dibina dengan baik. Maka dengan penuh semangat beliau mulai membenahi presidium-presidium yang telah ada dan mendirikan presidium-presidium baru serta menyebarkan semangat kerasulan yang tinggi di tiap-tiap paroki yang dikunjunginya, yaitu: paroki Kemakmuran, Tanah Tinggi, Kramat, Matraman, Rawamangun, Pulomas, Theresia, Mangga Besar, Pluit, Cilincing, Cipinang, Cideng, Grogol, Kampung Duri, dan seterusnya.

Maka pada tahun 1978 dan 1979 bermunculanlah Legio Maria di Jakarta seperti cendawan tumbuh di musim hujan. Dari jumlah semula yang hanya 19 presidium yang tersebar di paroki Toasebio, Kemakmuran, Pluit, Mangga Besar, Matraman, Tanah Tinggi, dan Kramat, meningkat jumlahnya menjadi 33 Presidium yang semuanya bergabung kepada Dewan Kuria Bogor.

Dewan Pertama Di Jakarta

Mengingat jumlah presidium yang telah cukup banyak itu, Sdr. Jose menganggap, perlu dibentuk sebuah Kuria di Jakarta. Prakasa ini disambut dengan baik oleh Bapa Uskup Agung Jakarta pada saat itu, Mgr. Leo Sukoto, pemimpin rohani Dewan Kuria Bogor, Br. Tethard, serta Dewan Kuria Bogor yang pada saat itu mengasuh presidium-presidium Jakarta, dan juga para legioner.

Bersama Sdr. Jose, beberapa legioner mulai menyiapkan pembentukan Dewan Kuria Jakarta. Mereka adalah Pastor Kornelius, OFM, Johanes Umardhani, Jeanita Wijaya, E. Loe Soei Kim, dan Thomas Kristijono, yang kemudian menjadi pengurus pertama Dewan Kuria Jakarta.

Dewan kuria yang telah disiapkan dengan baik itu diresmikan oleh Dewan Komisium Bandung pada tanggal 18 Februari 1979 dengan nama Bejana Rohani – Jakarta. Peresmian berdirinya dewan kuria di Jakarta ini, yaitu pada rapat pertama, terasa sangat istimewa, karena dihadiri oleh Mgr. Leo, Envoy Jose sebagai utusan resmi dari Dewan Konsilium Dublin, Dewan Senatus malang, Dewan Komisium Bandung, Dewan Kuria Bogor, dan semua legioner dari Jakarta. Pada saat itu, Mgr. Leo dalam wejangannya mengatakan bahwa peranan utama Legio Maria adalah membantu gereja secara nyata. Jumlah umat katolik di Jakarta pada saat itu sekitar 133.000 orang yang tersebar dalam 34 paroki, dan memerlukan bantuan dari legioner untuk menggaraminya.

Sejak saat itu, dengan penuh semangat Dewan Kuria Bejana Rohani Jakarta melakukan tugas pembinaan terhadap presidium-presidium di Jakarta, antara lain dengan mengadakan kunjungan-kunjungan, kaderisasi, pertemuan tahunan, dan lain-lain. Selain itu, Kuria yang masih muda ini tidak lupa untuk membina diri agar semakin mantap, yang dalam hal ini dibawah asuhan Dewan Komisium Bandung.

Perkembangan Dewan Di Jakarta

Hari demi hari, bulan demi bulan, perkembangan jumlah presidia tidak berhenti sampai disitu saja. Dalam waktu sekejap, bermunculanlah presidium-presidium baru. Sebagai akibat dari perluasan ini, Dewan Komisium Bandung dan Dewan Kuria Jakarta merasakan pentingnya pembentukan Dewan Kuria baru di Jakarta, agar pengawasan dan pembinaan bagi presidium-presidium yang ada dapat dilakukan lebih efektif.

Akhirnya, setelah disetujui oleh Mgr. Leo, maka pada tanggal 19 Oktober 1980, Dewan Kuria Bejana Rohani, Jakarta, dipecah menjadi 3 kuria, yaitu:

Kuria Bejana Rohani, Jakarta 1, meliputi paroki Kramat, Theresia, Matraman, Rawamangun, Tanah Tinggi, Cipinang, Cilincing dan sekitarnya, berjumlah 11 presidium senior dan 6 presidium yunior. Pengurusnya adalah: P. Kornelius, OFM, Johanes Umardhani, Max Parera, Loe Soei Kim dan Betty Diah.

Kuria Tahta Kebijaksanaan, Jakarta II, meliputi paroki Pluit, Toasebio, Grogol dan sekitarnya, berjumlah 8 presidium senior dan 3 presidium yunior. Pengurusnya adalah: P. Ermano Santadrea, SX, Magdalena Asih, Condro, Sri Purwanti, dan Martina.

Kuria Ratu Para Rasul, Jakarta III, meliputi paroki Kemakmuran, Cideng, Mangga Besar, dan sekitarnya, berjumlah 12 presidium senior dan 5 presidium yunior. Pengurusnya adalah: P. Julius Palit, MSC, Thomas Kristijono, Ricky, Milly, dan Herman.

Total semua presidium di Jakarta pada saat itu adalah 31 presidium senior dan 14 presidium yunior.

Komisium Jakarta

Setelah itu dapat dikatakan bahwa Legio Maria di Keuskupan Agung Jakarta berjalan semakin mantap. Masing-masing kuria berusaha meningkatkan mutu presidium-presidium yang diasuhnya, dan tidak melupakan usaha untuk melebarkan sayap ke paroki-paroki yang belum memiliki Legio Maria. Usaha tersebut tidak sia-sia. Dalam perkembangannya telah berdiri presidium-presidium di Paroki Pulomas, Kampung Duri, Pademangan, Tomang, Cilandak dan Cijantung. Dengan demikian 56 presidium telah hidup dan berkembang di 18 dari 35 paroki yang ada di Keuskupan Agung Jakarta. Perkembangan yang cukup memuaskan pada saat itu.

Mengingat perkembangan yang terus berlangsung ini, ditunjang oleh makin mantapnya Kuria-Kuria Jakarta serta demi efektivitas pembinaan dan perkembangan selanjutnya, Dewan Komisium Bandung mengusulkan untuk meningkatkan satu dewan Kuria di Jakarta, dalam hal ini Dewan Kuria Jakarta I untuk menjadi Dewan Komisium Jakarta. Usul ini ternyata mendapat dukungan sepenuhnya dari Bapak Uskup Leo.

Maka, pada tanggal 10 Juli 1983 Dewan Senatus Malang yang merupakan Dewan Legio Maria tertinggi di Indonesia meresmikan Dewan Komisium Jakarta.

Dengan peresmian ini, maka Legio Maria di Keuskupan Agung Jakarta telah dapat berdiri sendiri sebagai dewan tertinggi di wilayah keuskupannya. Dengan peningkatan status ini, Dewan Kuria Bejana Rohani, Jakarta I, sebagai komisium, selain mengawasi presidium di wilayahnya sendiri, juga mengawasi dan membina Dewan Kuria Tahta Kebijaksanaan, Jakarta II dan Dewan Kuria Ratu Para Rasul, Jakarta III serta Dewan Kuria Bogor (karena berdasarkan teritorialnya, lokasinya lebih mudah untuk pindah ke Jakarta dibandingkan ke Bandung). Adapun terpilih pengurusnya, yaitu Pastor Paulus Boli, SVD (Pemimpin Rohani), Max Parera (Ketua), Johanes Umardani (Wakil Ketua), Anna Maria Elly (Sekretaris I), Paulus Karna (Sekretaris II), dan Vincentia Pratomo (Bendahara).

Sebagai rasa syukur atas diresmikannya Komisium Jakarta, maka pada tanggal 17 September 1983 diadakan misa khusus untuk para legioner yang dipimpin oleh Mgr. Leo di Gereja Katedral. Dalam khotbahnya, ia menekankan agar keterampilan Legioner dalam bertugas sungguh-sungguh diperhatikan dengan tidak melupakan kehidupan rohaninya. Diharapkan juga agar Legio Maria membantu di lingkungan-lingkungan paroki, menjadi penghubung antar warga lingkungan. Dengan demikian Legio Maria di Keuskupan Agung Jakarta dapat menjadi pembantu gereja yang bermutu dan sangat diperlukan.

Senatus Jakarta

Melihat perkembangan Legio yang sangat pesat, khususnya di Jakarta, maka pada tanggal 5 September 1984, Dewan Senatus Malang mengusulkan ke Dewan Konsilium di Dublin agar Dewan Komisium Jakarta dapat diangkat menjadi Dewan Senatus. Menanggapi usulan tersebut, Dewan Konsilium menjawab akan mempertimbangkannya. Pada tanggal 19 September 1985, Dewan Konsilium Dublin mengusulkan agar Dewan Komisium Jakarta diangkat menjadi Dewan Regia, tetapi usuln ini tidak dapat disetujui oleh Dewan Senatus Malang. Dan di penghujung tahun 1986, Indonesia kedatangan seorang Envoy kembali bernama Soccoro B. Cruz dari Filipina. Berdasarkan pertimbangan beliau, setelah melihat perkembangan Legio Maria di Indonesia dan khususnya di Jakarta, beliau merasakan tugas bagi Dewan Senatus Malang memang sudah sangat berat untuk mengurus Legio Maria di seluruh Indonesia, maka berdasarkan pertimbangan dari Sdri. Soccoro B. Cruz, Dewan Senatus Malang pada tanggal 14 November 1986, kembali mengajukan usul ke Dewan Konsilium Dublin agar Dewan Komisium Jakarta ditingkatkan menjadi Dewan Senatus kedua di Indonesia. Akhirnya pada bulan Desember 1986, yang suratnya diterima tanggal 1 Januari 1987, Dewan Konsilium Dublin memutuskan mengangkat Dewan Komisium Jakarta menjadi Dewan Senatus kedua di Indonesia.

Adapun wilayah yang diserahkan kepada Dewan Senatus Jakarta meliputi seluruh Pulau Sumatera, Propinsi Jawa Barat dan Propinsi DKI Jakarta. Yang mana meliputi Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Agung Medan dan keuskupan-keuskupan lainnya : Bandung, Sibolga, Padang, Palembang, Tanjung Karang, Pangkal Pinang dan tentu saja Keuskupan Bogor. Disamping itu ada surat dari Keuskupan Pontianak juga ingin bergabung ke Senatus Jakarta.

Keputusan dari Dewan Konsilium Dublin ini disetujui oleh Bapak Uskup Agung Jakarta, Bapak Uskup Sumatra dan Bapak Uskup Bandung serta didukung sepenuhnya oleh Dewan Senatus Malang.

Akhirnya, pada hari Minggu, tanggal 29 Maret 1987, setelah hampir 14,5 tahun Legio Maria berdiri di Jakarta, diresmikanlah Dewan Senatus Jakarta dengan rapat pertamanya di aula gereja Keluarga Kudus, Rawamangun. Dewan Senatus Jakarta pada saat itu terdiri dari 2 Komisium, 11 Kuria, 18 Presidium Senior dan 8 Presidium Yunior.

Peresmian Dewan Senatus Jakarta dilakukan oleh Envoy Sdri. Soccoro B. Cruz dengan membacakan surat pengangkatan dari Dewan Komisium Dublin. Pada peresmian ini dihadiri oleh Father McGrath dan Sister Soccoro B Cruz yang merupakan utusan resmi dari Dewan Konsilium Diblin, Perwira Dewan Senatus Malang (Pastor Widoyoko, Bpk. Surono, Bpk. Hendrik, Ibu Myrna dan Ibu Kuswandono), Sdr. Michael utusan dari Dewan Kuala Lumpur, para Pemimpin Rohani dan Perwira Dewan Komisium Bandung, Komisium Medan, Kuria Padang, Kuria Palembang, Kuria Pangkal Pinang, Kuria Pekan Baru, Kuria Tanjung Karang, Kuria Kalirejo, Kuria Bogor dan semua Kuria yang berada di Jakarta dan seluruh Presidium yang tergabung langsung.

Adapun perwira Dewan Senatus Jakarta yang dibentuk pada rapat keduanya terdiri dari: Pastor Paulus Boli, SVD sebagai Pemimpin Rohani, Sdr. Max Parera sebagai Ketua Sdr. C.A. Eka Budianta sebagai Wakil Ketua, Sdri. Elisa sebagai Sekretaris 1, Sdr. P.Y. Pudji Djoko S sebagai Sekretaris 2, Sdr. Thomas Setiadi sebagai Bendahara 1 dan Sdr. Riki Fajar sebagai Bendahara 2.

Dengan ditingkatkannya Dewan Komisium Jakarta menjadi Dewan Senatus II di Indonesia, tentu saja merupakan kebanggaan sendiri, tetapi juga merupakan tanggung jawab berat bagi para legioner di Dewan Senatus Jakarta sendiri maupun bagi kelangsungan hidup Legio Maria di Indonesia pada umumnya.

Saat ini setelah perjalanan selama 30 tahun, Dewan Senatus Jakarta telah membuahkan hasil dengan semakin banyaknya dewan yang telah terbentuk di hampir seluruh pelosok wilayah kerjanya, yaitu terdiri dari 1 Regia, 9 Komisium, 14 Kuria dan 5 Presidium.


Perluasan Legio Maria di Bogor

Keberadaan Legio Maria di Keuskupan Bogor dirintis oleh seorang envoy (utusan) dari dewan Konsilium Morning Star Dublin, yang bernama Miss Joaquina Lucas. Hasilnya, pada tanggal 2 Februari 1963 berdiri presidium pertama di Paroki Katedral Bogor dengan nama Perawan Tersuci. Pendirinya Bapak Aloysius Martondang (RIP: Mei 1964) dan Pater Jacobus Bruno Peperzaak, OFM. (Pastor Paroki Santa Perawan Maria Katedral Bogor saat itu). Selanjutnya Pater Peperzaak menjadi Pemimpin Rohani (PR) Legio Katedral Bogor. Presidium (Pres.) Perawan Tersuci ini berkembang dengan pesat, sehingga dibentuklah presidium kedua dengan nama Perawan Setia. Sayangnya presidium kedua ini hanya bertahan hingga tahun 1968, sedangkan sisa anggotanya bergabung kembali dengan Presidium Perawan Tersuci.

Besarnya minat umat Katolik terhadap Legio Maria, telah mendorong Pres. Perawan Tersuci untuk mengutus beberapa anggotanya menghadap Pater W. Kohler, OFM (Pastor Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari Bogor saat itu) dan meminta izin untuk mendirikan sebuah presidium di Paroki Sukasari. Setelah mendapat izin, Sdri. Maria Agnes Jannie Tjiam (Ibu Mattheus) segera mendirikan dan menjadi ketua pertama Pres. Ratu Yang Diangkat ke Surga Sukasari, pada tanggal 8 September 1963.

Tiga presidium pertama di Keuskupan Bogor, yakni Perawan Tersuci Katedral, Perawan Setia Katedral, dan Ratu Yang Diangkat ke Surga Sukasari menjadi kekuatan awal berdirinya dewan Kuria Bintang Timur Bogor. Kuria ini diresmikan oleh dewan Komisium Bunda Rahmat Ilahi Bandung pada tanggal 27 November 1963, dengan Sdr. Suluh Prayogo sebagai ketua Kuria dan Sdri. Sherly Simatupang sebagai sekretaris. Pada tahun 1966 Sdr. Suluh Prayoga mengundurkan diri, sehingga jabatan ketua kuria digantikan oleh Sdr. Bram Usmanij.

Pada tahun 1964, berdiri presidium keempat di Paroki Katedral Bogor, yakni Pres. Perawan Yang Amat Bijaksana, dengan ketua Sdr. Eddi Putera. Presidium ini bertugas membimbing presidium junior pertama, yakni : Pres. Regina Pacis di SMA Regina Pacis Bogor, yang berdiri tahun 1964. Selanjutnya pada 26 Agustus 1964 Sdri. Maria Agnes Jannie Tjiam bersama teman-temannya mendirikan Pres. Cermin Kekudusan di Bondongan. Sayangnya presidium ini merosot, tidak berkembang dan akhirnya hilang. Pertumbuhan legio berikutnya terjadi di luar kota Bogor, yakni Pres. Ratu Para Rasul (berdiri 16 November 1966) di Paroki Santo Yoseph Sukabumi. Beberapa tahun kemudian, RP. Anselmus Sutono, OFM mendirikan Presidium Bunda Penebus dan Presidium Bintang Laut di Paroki Serang.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdirilah Presidium Junior Perawan Yang Setia di Bondongan, Sukasari Bogor, pada 11 Maret 1973. Sementara di Paroki Katedral Bogor berdiri Presidium Junior Perawan Yang Termulia di SMP Budi Mulia Bogor, pada 4 Oktober 1973, dengan Ketua Ibu Lisa Trenggono (anggota Presidium Perawan Tersuci). Sayangnya presidium junior ini hanya mampu bertahan selama dua tahun.

Aktivitas Legio Maria Bogor di era tahun 1963-1980 antara lain : melakukan kunjungan ke rumah-rumah, rumah sakit, rumah sakit jiwa dan penjara, serta menjual lilin pada malam Paskah. Kunjungan yang dilakukan tidak terbatas pada umat Katolik belaka. Umat yang berbeda agama pun dikunjungi untuk menjalin persaudaraan antar agama. Sementara tugas kunjungan ke umat Katolik dititik beratkan pada keluarga-keluarga yang bermasalah. Contohnya keluarga kawin campur, umat yang sudah lama tidak ke gereja dengan berbagai alasan, umat yang sedang sakit, ataupun meninggal.

Setiap kali para imam mendapat informasi mengenai umat yang sakit, atau bermasalah, mereka langsung meminta legioner untuk mengunjungi umat yang bermasalah tersebut. Para legioner berusaha membantu umat yang bermasalah itu dengan cara mendengarkan permasalahan atau keluhan mereka, dan kemudian bersama dengan imam berusaha membantu menyelesaikan masalah tersebut. Spesialisasi tugas legio pada masa itu adalah mengajak umat untuk kembali ke pangkuan gereja. Tugas-tugas ini terasa menantang tetapi juga berat, sehingga menuntut kerjasama yang baik dengan para imam dan ketua-ketua wilayah.

Selain melakukan kunjungan, legio juga diminta untuk mengasuh ME (Marriage Encounter) supaya mereka bisa berkembang dengan baik. Setelah komunitas ME mandiri, mereka dilepas oleh Legio Maria. Aktivitas legioner yang lain yaitu mengurus keberangkatan perwakilan-perwakilan paroki di Keuskupan Bogor yang akan menyambut kedatangan (alm) Paus Paulus VI di Senayan pada tahun 1970. Dapat dikatakan pada masa itu Legio Maria menjadi tangan kanan para imam. Hal ini dapat terjadi karena pada masa itu belum banyak organisasi yang ada dan aktif (baru ada PMKRI dan Kongregasi Maria).


Legio Maria Indonesia Saat Ini.

Saat ini Legio Maria di Indonesia telah berkembang di 33 provinsi, 35 Keuskupan, dengan jumlah legioner sebanyak 66.000 orang di dalam naungan tiga Dewan Senatus di Indonesia, yaitu Senatus Bunda Maria Karmel, Malang (5 Juli 1964), Senatus Bejana Rohani, Jakarta (29 Maret 1987) dan Senatus Maria Diangkat ke Surga, Kupang (8 September 2019) .

Spiritualitas

Spiritualitas Legio Maria pada dasarnya didasarkan pada ajaran St Louis Grignion de Montfort sebagaimana dikemukakan dalam buku Bakti Sejati kepada Maria.[3] Grignion de Montfort mempromosikan "dedikasi total" kepada Kristus melalui pengabdian kepada Santa Perawan Maria, yang kemudian juga mempengaruhi Paus Yohanes Paulus II, sebagaimana disebutkan dalam Surat Apostoliknya Rosarium Virginis Mariae. Elemen penting lainnya yang membentuk spiritualitas Legio adalah devosi Frank Duff kepada Roh Kudus. Dia mempromosikan adorasi kepada Pribadi Ketiga dari Trinitas melalui Perawan Maria. Itulah juga yang mendasari Janji Legio ditujukan kepada Roh Kudus dan Gambar Veksilum Legio Maria (Panji) yang digambarkan dengan burung merpati di bagian atas.

Keanggotaan

 
Anggota Junior Rapat di Alam Terbuka

Untuk menjadi anggota Legio Maria, seseorang sudah dibaptis menjadi Katolik dan hadir dalam Rapat Mingguan sebagai tamu, setelah calon anggota menyampaikan kemauannya menjadi anggota, maka presidium memberikan waktu sedikitnya tiga bulan sebagai Anggota Percobaan. Anggota Legio Maria terdiri dari anggota aktif dan anggota auxilier(yang membantu). Anggota aktif wajib terlibat dalam kegiatan rutin Legio Maria seperti menghadiri Rapat Mingguan Presidium, melaksanakan tugas-tugas kerasulan, mendoakan Catena (Latin: Catena artinya rantai ikatan), dan lain-lain. Tugas anggota auxilier adalah berdoa Rosario dan Tessera setiap hari. Selain keanggotaan tersebut juga terdapat keanggotaan tambahan yaitu Pretorian dan Ajutorian. Seorang Pretorian selain melakukan tugas sebagai anggota aktif juga harus mengikuti Misa Harian, dan mendoakan doa resmi Gereja/brevier (english Devine Office) demikian juga bagi seorang Ajutorian selain melakukan tugas sebagai anggota auxilier juga dituntut untuk mengikuti Misa Harian dan mendoakan doa resmi Gereja/brevier.

Struktur Organisasi

Presidium sebagai organ terkecil dibagi dalam dua Jenis; yaitu Presidium Senior (untuk anggota diatas 18 tahun) dan Presidium Junior (untuk anggota di bawah 18 tahun). Dewan tertinggi Legio Maria adalah Concilium di Dublin, Irlandia. Di bawahnya terdapat Senatus. Di bawah Senatus terdapat Regia dan Commissium, kemudian Kuria dan terakhir Presidium. Satu Presidium biasanya terdapat 8-15 anggota.

Referensi

  1. ^ Thomas McGonigle, 1996, A History of the Christian Tradition Paulist Press ISBN 978-0-8091-3648-3 page 222
  2. ^ A radio documentary on the history of the Legion can heard on http://www.rte.ie/radio1/bowmansundaymorning/ from Sunday 26 June 2011
  3. ^ Grignion de Montfort, St. Louis-Marie. True Devotion to Mary. translated by Mark L. Jacobson, Aventine Press, 2007

Pranala luar