Perekaman digital

Revisi sejak 3 April 2023 03.12 oleh Satrio Damardjati (bicara | kontrib) (Kemandirian Pangan Tahapan Menuju Kedaulatan Pangan Berbasis Kearifan Lokal dan Agribisnis Kerakyatan)

Kemandirian Pangan Tahapan Menuju Kedaulatan Pangan Berbasis Kearifan Lokal dan Agribisnis Kerakyatan

by: @RioDamardjati *)


Kemandirian pangan adalah kemampuan suatu bangsa atau negara dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Kemandirian pangan ditingkat rumah tangga perlu mendapatkan perhatian khusus dan serius karena menjadi dasar tercapainya kemandirian pangan ditingkat wilayah dan nasional. Kemandirian pangan ditingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa atau negara untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman konsumsi yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Terwujudnya kemandirian pangan ditandai oleh indikator mikro: pangan terjangkau secara langsung oleh masyarakat dan rumah tangga. Dan indikator makro: pangan tersedia, terdistribusi dan terkonsumsi dengan kualitas gizi yang berimbang pada tingkat wilayah dan nasional.


Dalam tujuan yang dicita-citakan Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) bahwa kemandirian pangan akan terwujud dengan terintegrasi kemandirian 7 F (Food, Feed, Fertilizer, Fish, Fruit, Finance and Fuel) pangan, pakan, pupuk, perikanan, buah-buahan, keuangan dan energi ditingkat petani/peternak mulai dari tahap produksi-tahap pengolahan hasil produksi sampai pada tahap pemasaran hasil produksi pertanian (pasar/market maupun konsumen dari produk pangan khususnya pangan segar dan sehat**).

Kemandirian pangan merupakan salah satu varian dari konsep SWASEMBADA PANGAN. Varian pertama adalah SWASEMBADA PANGAN ABSOLUT dimama kebutuhan pangan dipenuhi seluruhnya (100%) dari produksi domestik. Varian kedua adalah "SWASEMBADA ON TREND" dimana dalam beberapa tahun tertentu ada kalanya impor pangan tetapi tahun-tahun kedepannya mengekspor sehingga rata-rata dalam jangka menengah tetap memenuhi swasembada.

KEDAULATAN PANGAN (food sovereignity) adalah sebuah penekanan terhadap kemandirian pangan setiap negara khususnya negara maritim yang berbasis pada agraris dan kearifan lokal nusantara. Tahapan menuju kedaulatan pangan adalah kemandirian pangan dimana kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negerinya yang menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkatan perorangan dengan memanfaatkan sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat.

Tahap selanjutnya Kedaulatan Pangan sebagai hak setiap individu, masyarakat dan negara untuk MENGAKSES dan MENGONTROL aneka sumberdaya produktif serta MENENTUKAN dan MENGENDALIKAN sistem pangan sendiri sesuai dengan ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masing-masing berdasarkan kearifan lokal masing-masing.


Langkah-langkah dalam tahapan-tahapan yang diuraikan diatas tersebut, maka Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) mengusulkan kepada Pemerintah khususnya Presiden RI Ir. Joko Widodo sebagai berikut:

1. Revitalisasi BUMN produsen benih-benih unggul tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan (yang didalamnya termasuk varietas lokal) untuk memenuhi seluruh kebutuhan pertanian guna mencapai kedaulatan pangan nasional.

2. Mewujudkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Kedaulatan Pangan Nasional untuk perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi terhadap kinerja kementerian terkait (Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, BULOG dan lain-lainnya) serta Dewan Ketahanan Pangan (yang diketuai Presiden RI) untuk menata ulang perencanaan, pengendalian, evaluasi dan mekanisme aplikasi agenda-agenda menuju kedaulatan pangan nasional serta merekomendasi pembentukan Badan Pangan Nasional sesuai dengan Undang-undang Pangan.

3. Mencegah liberalisasi supply-demand seluruh infrastruktur (sarana pendukung) pertanian sampai dengan ketersediaan stok pangan nasional untuk membuka akses bagi seluruh rakyat dalam hal memenuhi kebutuhan pangan.

4. Membentuk sistem penyuluhan atau mengfasilitatasi SDM dalam mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, berkearifan lokal dan berbasis ekologis.

5. Pembentukan kelembagaan dan memfasilitasi program penangkaran benih lokal secara mandiri oleh kelompok tani dalam bentuk Lumbung Benih Tani Mandiri***) sampai dengan tingkat desa untuk memenuhi kebutuhan benih dan tersedianya opsi-opsi produktif bagi petani dalam memenuhi kebutuhan benih unggul.

6. Menolak impor benih dan membentuk regulasi Food Safety Assessment untuk membentengi seluruh kepentingan pada sektor hulu-hilir kedaulatan pangan nasional yang mencakup sektor produksi pangan sampai dengan deliberalisai supply demand pangan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan mendesak Sistem Karantina Nasional (Undang-Undang karantina tumbuhan, karantina hewan dan karantina ikan) menjadi sebuah BADAN KARANTINA NASIONAL yang langsung dibawah Presiden.


Bangga Jadi PETANI.


*) Ketua Umum PETANI.


**) Garakan Nasional Konsumsi Pangan Sehat.


***) Gerakan Nasional Lumbung Benih Tani Mandiri.

 

 


#AyoBangkitPETANI_PimpinDanWujudkan_KedaulatanPanganBerbasisKearifanLokalDanAgribisnisKerakyatan


•> Kesekretariatan Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Petani (DPN PETANI):

Jalan Karang Tengah I RT/RW: 005/03, No. 75, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.

Telp/Fax/HP/Email: (021) 769-4810 / 0813-2756-8339, 0878-1106-1981 / [email protected]

-. Bidang Hukum dan Advokasi Kebijakan: 0812-8672-8337.

-. Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Petani: 0877-0848-4435, 0852-2138-5686.

-. Bidang Propaganda dan Jaringan: 0878-8000-7078, 0822-2704-5555, 0818-0263-1968.


-. Kelembagaan Petani: https://petani.id/kelembagaan-petani/

•> Website resmi: www.petani.id - Petani.id

•> Akun resmi FB Fun Page: https://www.facebook.com/DPNPETANI/

•> Akun resmi Twitter: @DPNPETANI


•> Unit Bisnis Strategis – DPN Petani (Surat Keputusan Nomor: 004/A-1/SK/DPN-PETANI/IV/2019): 0878-1106-1981, 0821-1512-0999.


#SDMPetaniUnggul

#IndonesiaMaju

Proses

Rekaman

  1. Sinyal analog ditransmisikan dari perangkat masukan ke alat pengkonversi analog menjadi digital (ADC).
  2. ADC menukar sinyal ini dengan mengukur berulang kali tingkatan sementara dari gelombang audio analog dan menetapkan nomor biner dengan jumlah digit biner yang ditetapkan untuk setiap titik pengukuran.
  3. Frekuensi pengukuran gelombang analog oleh ADC disebut sample rate atau sampling rate.
  4. Sebuah sampel audio digital dengan jumlah digit biner yang ditetapkan merepresentasikan tingkat audio pada suatu momen.
  5. Semakin panjang jumlah digit biner yang ditetapkan, maka semakin rinci representasi dari gelombang audio yang asli.
  6. Semakin tinggi sampling rate, semakin tinggi juga potongan bagian atas daripada frekuensi sinyal audio yang didigitalkan.
  7. ADC menghasilkan keluaran berupa barisan sampel yang menyusun aliran dari angka 0 dan 1 (digit biner) secara bersambung.
  8. Nomor ini disimpan ke media perekam seperti diska keras, penggerak cakram optis dan SSD.

Pemutaran ulang

  1. Barisan nomor ditransmisikan dari tempat penyimpanan ke pengkonversi digital menjadi analog (DAC), yang mengkonversikan angka-angka tersebut kembali menjadi sinyal analog dengan menempelkan kembali tingkat informasi yang disimpan di setiap sampel digital, dan demikian membangun kembali bentuk gelombang analog yang asli.
  2. Sinyal ini diperkuat dan ditransmisikan ke pengeras suara atau layar video.

Rekaman digit biner

Bahkan setelah mengkonversi sinyal menjadi digit biner, melakukan perekaman audio masih tetap sulit; bagian tersulit adalah mencari skema yang dapat merekam digit biner dengan cepat untuk mengikuti kecepatan sinyal. Contohnya, untuk merekam dua kanal audio pada sample rate 44.1 kHz dengan 16 digit biner, perangkat lunak perekam harus menangani 1,411,200 digit biner per detik.

Teknik merekam ke media komersial

Untuk kaset digital, kepala pembacaan/penulisan bergerak serentak dengan tape untuk mempertahankan kecepatan yang cukup cepat untuk menjaga digit biner agar tetap berada dalam jumlah yang dapat dikelola.

Untuk teknik perekaman cakram optis, seperti CD atau DVD, digunakan sebuah laser untuk membakar lubang tidak kasat mata pada lapisan warna pada perantara. Laser yang lebih lemah digunakan untuk membaca sinyal-sinyal tersebut. Hal ini dapat bekerja karena substrat metalik pada cakram bersifat memantulkan cahaya, dan bagian warna yang tidak dibakar mencegah adanya pantulan cahaya, sementara lubang di bagian warna memungkinkan dapat dilakukannya representasi data digital.

Komponen penting

Panjang digit biner

Jumlah digit biner yang digunakan untuk merepresentasikan sebuah gelombang audio berpengaruh langsung terhadap tingkat kebisingan dari sinyal yang direkam dengan tambahan getaran, atau distorsi dari sinyal yang tidak bergetar.

Jumlah tingkat tegangan yang mungkin pada keluaran adalah jumlah nilai yang dapat direpresentasikan dengan angka terbesar yang mungkin. Tidak diperbolehkan adanya nilai peralihan. Jika ada lebih banyak digit biner, maka gelombang dapat dicatat lebih akurat, karena dengan adanya tambahan satu digit biner, jumlah angka yang mungkin menjadi dua kali lipat. Distorsi adalah kurang lebih persentase yang direpresentasikan digit biner yang paling tidak signifikan diluar nilai rata-rata. Distorsi pada sistem digital meningkat bersamaan dengan menurunnya tingkatan sinyal, yang merupakan sifat kebalikan dari sistem analog.[1]

Sample Rate

Sample rate sama pentingnya dengan panjang digit biner. Jika sample rate terlalu rendah, sinyal yang diambil sampelnya tidak dapat direkonstruksi menjadi sinyal suara yang sebenarnya.

Untuk menghindari pembulatan, sinyal suara (atau sinyal lainnya) harus diambil samplenya dengan jumlah paling kecil dua kali lipat dari frekuensi komponen tertinggi pada sinyal. Hal ini lebih dikenal dengan istilah teori pengambilan sampel Nyquist-Shannon.

Untuk merekam audio dengan kualitas musik, sampling rate PCM yang paling umum adalah sebagai berikut:

  • 44.1 kHz
  • 48 kHz
  • 88.2 kHz
  • 96 kHz
  • 176.4 kHz
  • 192 kHz

Ketika membuat sebuah rekaman, insinyur audio yang berpengalaman biasanya akan melakukan rekaman pertama dengan sampling rate yang tinggi (misalnya 88.2, 96, 176.4, atau 192 kHz) dan kemudian menyunting atau menyampur pada frekuensi tinggi yang sama. Rekaman PCM dengan resolusi yang lebih tinggi telah dirilis pada DVD-Audio (disebut DVD-A), DAD (Cakram audio digital – yang menggunakan trek audio PCM stereo dari DVD biasa), DualDisc (menggunakan lapisan DVD-Audio), atau Blu-ray (Profil 3.0 adalah standar audio Blu-ray, walaupun pada pertengahan tahun 2009 tidak jelas apakah standar ini akan benar-benar digunakan sebagai format khusus audio). Sebagai tambahan, saat ini juga mungkin dan umum untuk merilis rekaman beresolusi tinggi secara langsung dengan menggunakan format WAV yang tidak dikompres atau FLAC[2] yang dikompres (biasanya dengan 24 digit biner) tanpa membulatkan kebawah.

Akan tetapi, jika sebuah cakram optis (Standar CD Red Book adalah 44.1 kHz 16 digit biner) akan dibuat dari sebuah rekaman, maka perekaman pertama dengan sampling rate 44.1 kHz adalah pendekatan yang nyata. Pendekatan lainnya yang biasanya digunakan adalah menggunakan sample rate yang lebih tinggi dan kemudian dikonversi kebawah menjadi format sample rate akhir. Hal ini biasanya dilakukan sebagai bagian dari proses produksi audio tahap akhir. Salah satu keuntungan dari pendekatan yang kedua adalah rekaman beresolusi tinggi dapat dirilis, begitu juga dengan cakram optik dan/atau dokumen yang dikompres, seperti mp3 – semuanya dari rekaman utama.

Dimulai dari tahun 1980an, musik yang direkam, dicampur dan dijadikan dalam bentuk digital sering diberi label dengan menggunakan SPARS code untuk mendeskripsikan proses analog dan proses digital.

Koreksi kesalahan

Salah satu kelebihan dari rekaman digital dibandingkan dengan rekaman analog adalah ketahanan terhadap kesalahan.

Referensi

  1. ^ "Digital Recording". artsites.ucsc.edu. Diakses tanggal 2017-01-23. 
  2. ^ Coalson, Josh. "FLAC – news". flac.sourceforge.net. Diakses tanggal 2017-01-23. 

Templat:Audio formats Templat:Music technology