Herlina Kasim atau Sitti Rachmah Herlina (24 Februari 1941 – 17 Januari 2017) adalah salah satu pejuang Trikora dan mendapat julukan "Pending Emas".[1]

Sebelum menjadi sukarelawati, bersama penduduk sekitar Herlina melakukan demonstrasi menentang Dewan Boneka bentukan Belanda dan mengajak mereka yang bergabung untuk berjuang merebut Irian Barat. Maluku sendiri kala itu menjadi garis depan yang kian memanas menyusul dibentuknya Dewan Boneka bentukan Belanda di Irian.

Trikora

Ketika Presiden Soekarno mencanangkan operasi Trikora untuk membebaskan Irian dari Belanda, Herlina sedang bertugas di Maluku. Kala itu, Herlina adalah pendiri Mingguan Karya yang berkantor di Ternate. Mendengar adanya operasi militer Trikora, jiwa nasionalis dan petualang Herlina terpanggil untuk bergabung dalam operasi tersebut. Ia meminta ijin pada Panglima Kodam XVI Pattimura untuk diterjunkan ke rimba Irian dan berjuang bersama yang lain merebut Irian dari tangan Belanda.

Sebagai bagian dari Komando Mandala Operasi Trikora, Akhirnya Kodam Pattimura menerjunkan Herlina dan 20 orang sukarelawan lainnya di hutan rimba Irian Barat (sekitar Merauke sekarang). Dengan penerjunan ini, maka Herlina adalah pasukan wanita pertama di Indonesia yang terjun ke hutan Irian. Berkat kerelaannya berjuang di hutan Irian dan atas aksinya di Maluku, Herlina mendapatkan anugerah tanda jasa dari Presiden Soekarno. Tanda jasa itu adalah Pending Emas, yaitu sebuah ikat pinggang dari emas murni seberat 500 gram dan uang senilai Rp.10juta.

Sempat menerima tanda jasa ini, kemudian Herlina mengembalikan semua hadiah yang diberikan oleh Presiden Soekarno. Menurutnya, ia melakukan itu karena tulus ingin berjuang demi bangsanya bukan semata-mata untuk mencari hadiah. Ia juga merasa tak nyaman dengan seperjuangannya yang bahkan mengalami cacat selama merebut Irian Barat.

Menjadi Penerbit Surat Kabar Berita Harian Palsu

Pasca penerjunannya di operasi Trikora, pada 1965 kemampuan Herlina di bidang tulis menulis. Ia mendapat tugas dari Opsus (Operasi Khusus) Departemen Luar Negeri untuk menerbitkan surat kabar Berita harian palsu. Surat kabar ini kemudian disebarkan ke semenanjung Malaka. Isi dari surat kabar ini lebih banyak mengarah pada tindakan propaganda anti pembentukan negara Malaysia.

Dalam penyebaran surat kabar tersebut, Herlina menyamar sebagai nelayan dan masuk ke wilayah perairan Malaysia. Surat kabar yang telah diterbitkan ini akan disebar oleh para kurir yang telah bersiap di negeri Jiran. Peredaran surat kabar palsu ini akhirnya berhenti ketika pecah Gerakan 30 September.

Tahun-tahun selanjutnya

Setelah masa-masa pengabdiannya tersebut, sang Pending Emas tak terdengar kabarnya. Terakhir kali kabarnya menjadi perbincangan adalah ketika Peringatan 50 Tahun Trikora pada 19 Desember 2011. Dalam acara tersebut ia mengajukan usul pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan DPR untuk mengubah nama Papua menjadi Irian kembali.

Menurutnya, nama Irian mengingatkan kembali bahwa NKRI adalah akhir dari seluruh rakyat Irian, seperti yang tercantum dalam arsip-arsip UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) dan hasil PAPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) pada 1969. Herlina juga menambahkan jika nama Papua lebih identik dengan gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang bertentangan dengan semangat para pejuang Trikora.[2]

Akhir hayat dan kematian

Pada tanggal 17 Januari 2017, Herlina meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta akibat komplikasi penyakit diabetes dan gangguan paru-paru. Ia dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.[3][4]

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-15. Diakses tanggal 2016-07-03. 
  2. ^ http://www.boombastis.com/herlina-pejuang-wanita/74083
  3. ^ "Herlina Kasim Meninggal Dunia di RSPAD". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-18. Diakses tanggal 2017-01-18. 
  4. ^ Herlina Kasim Wafat, Pending Emas Si Pembebas Irian Barat

Pranala luar