Menyusui

Memberi makan bayi atau anak kecil dengan susu dari payudara wanita

Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu.

Seorang wanita sedang menyusui bayinya.

Bukti eksperimental menyimpulkan bahwa air susu ibu adalah gizi terbaik untuk bayi.[1] Para pakar masih memperdebatkan seberapa lama periode menyusui yg paling baik [2] dan seberapa jauh risiko penggunaan susu formula [3][4]

Seorang bayi dapat disusui oleh ibunya sendiri atau oleh wanita lain. ASI juga dapat diperah dan diberikan melalui alat menyusui lain seperti botol susu, cangkir, sendok, atau pipet. Susu formula juga tersedia untuk para ibu yang tidak bisa atau memilih untuk tidak menyusui, tetapi para ahli sepakat bahwa kualitas susu formula tidaklah sebaik ASI.[5] Di banyak negara, pemberian susu formula terkait dengan tingkat kematian bayi akibat diare,[6] tetapi apabila pembuatannya dilakukan dengan hati-hati menggunakan air bersih, pemberian susu formula cukup aman.[3]

Pemerintah dan organisasi internasional sepakat untuk mempromosikan menyusui sebagai metode terbaik untuk pemberian gizi bayi setidaknya tahun pertama dan bahkan lebih lama lagi, antara lain WHO,[7] Akademi Dokter Anak Amerika (American Academy of Pediatrics),[8] dan Departemen Kesehatan.

Anatomi Payudara

Berkas:Weibliche brust en.jpg
Gambar Anatomi Payudara

Payudara terbagi menjadi beberapa bagian yaitu lobus, puting, dan areola. Areola merupakan tempat yang tepat untuk menempelkan mulut bayi saat menyusui. Pada areola memiliki fungsi mengeluarkan kelenjar keringat yang dapat melemaskan payudara saat menyusui[9].

Fisiologi Payudara

Payudara berkembang pada saat masa pubertas. Besar kecilnya payudara tidak ada hubungannya dengan kemampuan menyusui dan volume ASI yang dihasilkan. Tak hanya perempuan, laki-laki juga memiliki kelenjar mammae atau yang sering disebut payudara. Hanya saja pada perempuan, payudara mengalami perkembangan dan menjadikannya berbentuk menonjol di dada. Variasi ukuran payudara ditentukan dengan variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat yang ada di dalamnya[9].

Fisiologi Menyusui

Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.

Pengaruh hormonal

Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara:

  • Progesteron: memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran[10]
  • Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui.[10] Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
  • Follicle stimulating hormone (FSH)
  • Luteinizing hormone (LH)
  • Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.
  • Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection reflex.
  • Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan.

Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).

Laktogenesis I

Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

Laktogenesis II

Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, tetapi hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, tetapi level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.[11]

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, tetapi peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, produksi ASI tidak selalu langsung setelah melahirkan. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) selalu diberikan kepada ibu yang baru melahirkan untuk merangsang pengeluaran ASI serta melatih bayi untuk menyusui.

Kolostrum merupakan ASI yang keluar pertama kali, biasanya kolostrum berwarna lebih keruh dibandiang ASI biasanya. Namun ternyata Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan.[12] Oleh karenanya kolostrum tidak disarankan untuk dibuang tapi diberikan kepada bayi. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.[10]

Laktogeneses III

Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III.

Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula.[13][14] Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI.[15] Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan.

Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari:

  • Kurang sering menyusui atau memerah payudara
  • Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat:
    • Struktur mulut dan rahang yang kurang baik
    • Teknik perlekatan yang salah
  • Kelainan endokrin ibu (jarang terjadi)
  • Jaringan payudara hipoplastik
  • Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI
  • Kurangnya gizi ibu

Menyusui setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk wanita pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khususnya empat bulan pertama.[8] Bukanlah hal yang aneh apabila bayi yang baru lahir menyusui lebih sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12 kali menyusui tiap 24 jam, atau bahkan 18 kali. Menyusui on-demand adalah menyusui kapanpun bayi meminta (artinya akan lebih banyak dari rata-rata) adalah cara terbaik untuk menjaga produksi ASI tetap tinggi dan bayi tetap kenyang.[7] Tetapi perlu diingat, bahwa sebaiknya menyusui dengan durasi yang cukup lama setiap kalinya dan tidak terlalu sebentar, sehingga bayi menerima asupan foremilk dan hindmilk secara seimbang [16]

Refleks turunnya susu

Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu (milk ejection / let-down reflex). Oksitosin menstimulasi otot di sekitar payudara untuk memeras ASI keluar. Para ibu mendeskripsikan sensasi turunnya susu dengan berbeda-beda, beberapa merasakan geli di payudara dan ada juga yang merasakan sakit sedikit, tetapi ada juga yang tidak merasakan apa-apa. Refleks turunnya susu tidak selalu konsisten khususnya pada masa-masa awal. Tetapi refleks ini bisa juga distimulasi dengan hanya memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi kebocoran. Sering pula terjadi, payudara yang tidak menyusui bayi mengeluarkan ASI pada saat bayi menghisap payudara yang satunya lagi. Lama kelamaan, biasanya setelah dua minggu, refleks turunnya susu menjadi lebih stabil.

Refleks turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Oleh karena itu sebaiknya ibu tidak mengalami stres.

Refleks turunnya susu yang kurang baik adalah akibat dari puting lecet, terpisah dari bayi, pembedahan payudara sebelum melahirkan, atau kerusakan jaringan payudara. Apabila ibu mengalami kesulitan menyusui akibat kurangnya refleks ini, dapat dibantu dengan pemijatan payudara, penghangatan payudara dengan mandi air hangat, atau menyusui dalam situasi yang tenang.

Referensi

  1. ^ Picciano M (2001). "Nutrient composition of human milk". Pediatr Clin North Am. 48 (1): 53–67. PMID 11236733. 
  2. ^ Kramer M, Kakuma R (2002). "Optimal duration of exclusive breastfeeding". Cochrane Database Syst Rev: CD003517. PMID 11869667. 
  3. ^ a b Baker R (2003). "Human milk substitutes. An American perspective". Minerva Pediatr. 55 (3): 195–207. PMID 12900706. 
  4. ^ Agostoni C, Haschke F (2003). "Infant formulas. Recent developments and new issues". Minerva Pediatr. 55 (3): 181–94. PMID 12900705. 
  5. ^ Riordan JM (1997). "The cost of not breastfeeding: a commentary". J Hum Lact. 13 (2): 93–97. PMID 9233193. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-11. Diakses tanggal 2007-04-25. 
  6. ^ Horton S (1996). "Breastfeeding promotion and priority setting in health". PMID 10158457. 
  7. ^ a b "Exclusive Breastfeeding". WHO: Child and Adolescent Health and Development. Diakses tanggal 2006-05-03. 
  8. ^ a b Gartner LM; et al. (2005). "Breastfeeding and the use of human milk". Pediatrics. 115 (2): 496–506. doi:10.1542/peds.2004-2491. PMID 15687461. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-26. Diakses tanggal 2007-04-25. 
  9. ^ a b Kania, Nina (2018). Payudara dan Kelainannya (PDF). Samarinda: PT. Grafika Wangi Kalimantan. hlm. 7. ISBN 978-979-3123-87-5. 
  10. ^ a b c Mohrbacher, Nancy (2003). The Breastfeeding Answer Book (edisi ke-3rd ed. (revised)). La Leche League International. ISBN 0-912500-92-1. 
  11. ^ Cregan M, Mitoulas L, Hartmann P (2002). "Milk prolactin, feed volume and duration between feeds in women breastfeeding their full-term infants over a 24 h period". Exp Physiol. 87 (2): 207–14. PMID 11856965. 
  12. ^ Sears, Martha (2000). The Breastfeeding Book. Little, Brown. ISBN 978-0-316-77924-5. 
  13. ^ deCarvalho M, Anderson D, Giangreco A, Pittard W (1985). "Frequency of milk expression and milk production by mothers of non-nursing premature neonates". Am J Dis Child. 139 (5): 483–5. PMID 3984973. 
  14. ^ Hopkinson J, Schanler R, Garza C (1988). "Milk production by mothers of premature infants". Pediatrics. 81 (6): 815–20. PMID 3368280. 
  15. ^ Daly S, Owens R, Hartmann P (1993). "The short-term synthesis and infant-regulated removal of milk in lactating women". Exp Physiol. 78 (2): 209–20. PMID 8471241. 
  16. ^ V Livingstone. The Art of Successful Breastfeeding (VHS). Vancouver, BC, Canada: New Vision Media Ltd. 

Lihat juga

Pranala luar