Muhammadiyah di Sumatera Barat
Muhammadiyah di Sumatra Barat adalah sejarah yang meliputi usaha dan pengaruh organisasi ini dalam kehidupan masyarakat Sumatra Barat. Di Indonesia, Sumatra Barat terkenal sebagai basis utama Muhammadiyah bahkan melahirkan banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah di tingkat nasional. Bagi Muhammadiyah, daerah ini dianggap penting karena dari sinilah Muhammadiyah besar hingga punya banyak cabang di Indonesia.
Paham Muhammadiyah berasal dari Yogyakarta, kemudian dibawa ke Minangkabau oleh Sutan Mansur dan Haji Rasul. Pada 29 Mei 1925, keduanya membuka cabang Muhammadiyah di Nagari Sungai Batang, Maninjau nan menjadi cabang Muhammadiyah pertama di luar Jawa.[1][2] Dari cabang inilah, organsasi Muhammadiyah menyebar ke seluruh Sumatra Barat.
Sejarah
Masuknya paham Muhammadiyah
Paham Muhammadiyah dibawa di Sumatra Barat oleh perantau Minang yang pergi ke Jawa Tengah. Sutan Mansur, yang juga murid dari Haji Rasul, merantau ke Pekalongan, Jawa Tengah untuk pergi berdagang kain batik pada tauhn 1922. Hal ini dilakukannya karena mengajar bukanlah pekerjaan yang sesuai untuknya. Dalam urusan niaganya, Sutan Mansyur pergi ke Yogyakarta dan bertemu dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Dari pertemuan inilah Sutan Mansur belajar twntang Muhammadiyah yang akhirnya turut serta untuk mengembangkan Muhammadiyah di Pekalongan. Dia mengadakan tabligh Muhammadiyah di Pekalangon hingga mempunyai murid-murid. Perantau Minangkabau lainnya tertarik pula dengan ajaran yang disampaikannya sehingga dibentuklah Nurul Islam, organisasi untuk Perantau Minangkabau yamg turut mengembangkan dakwah Muhammadiyah.[3][2]
Pado tahun 1925, Haji Rasul pergi berkunjung ka Pekalongan untuk bersilaturahmi dengan Sutan Mansur yang juga menantunya. Dari kunjuangan ini, Haji Rasul tertarik dengan ide Muhammadiyah, apalagi melihat peeantau-perantau Minangkabau yang turut serta mengembangkan usaha dakwahnya. Kemudian, Haji Rasul pulang ke Sungai Batang, Maninjau dan mwmulai mendirikan cabang Muhammadiyah.[3][2] Waktu itu, Haji Rasul telah mwnbuat perkumpulan bernama Sendi Aman Tiang Selamat. Karena Haji Rasul merasa tujuan perkumpulannya bersesuaian dengan misi Muhammadiyah, dia mengubah dan melebur nama Sendi Aman Tiang Selamat menjadi Muhammadiyah, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1925. Muhammadiyah di Sungai Batang dicatat sabagai cabang Muhammadiyah pertama di luar Pulau Jawa.[4]
Pada bulan Juni 1926, Haji Rasul membuka cabang Muhammadiyah di Padang Panjang, tspatnya di Gatangan. Berbeda dengan yang di Sungai Batang, Muhammadiyah Padang Panjang telah punya amal usaha, yaitu sekolah. Muhammadiyah Padang Panjang diresmikan pada 2 Juni 1926 dan diketuai oleh Saalah Yusuf Sutan Mangkuto. Sesudah Muhammadiyah berdiri di Padang Panjang, berangsur-angsur daerah di Sumatera Barat lainnya membuka cabang, seperti Simabua pada 1927, Bukittinggi dan Payakumbuh pada tahun 1928, Kuraitaji dan Kubang pada tahun 1929, dan Padang pada 1930.[4]
Kongres Muhammadiyah 1930
Aktif dan berkambangnya Muhammadiyah di Minangkabau membuat daerah ini ditunjuk mwnjadi tempat acara besar Muhammadiyah. Di Solo, Haji Fakhruddin mengusulkan agar Minangkabau ditunjuk sebagai pelaksana kongres Muhammadiyah pada tahun 1930. Dia beralasan, Minangkabau merupakan negeri yang mampu memenuhi cita-cita Muhammadiyah, sekaligus pelopor pengembangan persyarikatan di seluruh Sumatera, bahkan seluruh Hindia Timur.[5]
Acara Kongres Muhammadiyah diadakan pada tanggal 14-21 Maret 1930 di Bukittinggi. Jelang kongres, para pimpinan Muhammadiyah bekerja keras untuk menambah jumlah ranting atau cabang. Salah seorang aktivis Muhammadiyah, Hamka berkeliling nagari-nagari di Maninjau dan Bukittinggi untuk membuka Muhammadiyah. Hasilnya, telah berdiri ranting Muhammadiyah di Tanjung Sani, Pandan, Galapung, Batu Nanggai, Muko Jalan, Sigiran, Airikir Koto Panjang, dan semua nagari-nagari di Bukittinggi. Kemudian, pengurus Muhammadiyah Cabang Bukittinggi membantu membuka cabang Sibolga jo Sipirok, semwntara Hamka sendiri bekerja keras membuka cabang di Lakitan, Pesisir Selatan bersama Samik Ibrahim. Sampai tiba masanya kongres, Muhammadiyah di Minangkabau telah tersebar di 27 daerah.[5]
Pada 15 Maret 1930, Kongres Muhammadiyah ka-19 resmi dibuka di Lapangan Rookmakerplein, dekat Ngarai Sianok. Jumlah utusan yang tiba di acara pembukaan diperkirakan mencapai 20.000.[5]
Sumbangsih
Dalam bidang agama, Muhammadiyah di Sumatra Barat giat melakukan pembaruan keagamaan yang pada masa itu didominasi oleh tarekat.[4]
Semenjak bedirinya, Muhammadiyah di Sumatra Barat menunjukkan perhatian yang besar dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dibuktian dari persyaratan yang diberikan kapada setiap ranting atau cabang yang ingin mendapatkan pengwsahan, mesti terlebih dahulu mendirikan sekolah. Tersebarnya berbagai sekolah-sekolah yang dibuat oleh Muhammadiyah menunjuakkan sumbangsih Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.[4]
Di bidang pendidikan, Muhammadiyah membawa sistem modern. Sebelum Muhammadiyah ada di Sumatra Barat, lembaga pendidikan yang dimiliki oleh umat Islam masih tradisional dan tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Sistem pembelajaran dilaksanakan tanpa kurikulum, tahun ajaran, serta administrasi. Mata palajaran pengajian kitab terdiri dari ilmu sharaf/nahwu (gramatika bahasa Arab), ilmu fikih, dan ilmu tafsir. Model pendidikan dan pengajaran dan basis utama nilai-nilai keagamaan ini serupa mirip pesantren. Muhammadiyah mencuba merombak sistem tradisional ke modern. Swkolah agama atau madrasah punya kelas, kurikulum, tahun ajaran, serta administrasi yang rapi. Kurikulum disesuaikan dengam perkembangan ilmu pengetahuan.[4]
Rujukan
Daftar pustaka
- Abdullah, Taufik (2018). Sekolah dan Politik: Pergerakan Kaum Muda di Sumatra Barat, 1927—1933. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
- Hasanadi, Seno (2015). Perkembangan Organisasi Muhammadiyah di Minangkabau Provinsi Sumatera Barat 1925-2010. Padang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang.
- Kayo, R.B. Khatib Pahlawan (2010). Muhammadiyah Minangkabau (Sumatera Barat) dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. ISBN 978-979-3708-91-1. OCLC 851394901.