Newmont Nusa Tenggara

Newmont Nusa Tenggara adalah salah satu perusahaan multinasional di bidang pertambangan. Salah satu negara yang menjadi daerah operasionalnya adalah Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Barat.

Status

Newmont Nusa Tenggara merupakan perusahaan multinasional.[1] Bidang usaha yang diadakan oleh Newmont Nusa Tenggara adalah pertambangan bukan minyak dan gas. khususnya pertambangan tembaga dan emas. Wilayah operasionalnya berada di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat. Sementara kantor pusatnya berada di Mega Kuningan, Jakarta.[2] Di Indonesia, Newmont Nusa Tenggara menjalin kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia. Dalam kontrak ini, Newmont Nusa Tenggara diwajibkan mengadakan kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral dan batu bara dengan pertimbangan ekonomi.[3]

Aset

Tambang Batu Hijau

Tambang Batu Hijau terletak di wilayah barat daya Pulau Sumbawa. Secara administratif, tambang ini berada di Kecamatan Sekongkang, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Tambang Batu Hijau menambang dua jenis bahan tambang yaitu tembaga dan emas. Kepemilikan dan pengoperasian Tambang Batu Hijau sepenuhnya pada perusahaan Newmont Nusa Tenggara. Pengelolaannya di Tambang Batu Hijau merupakan kontrak kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dengan sistem kontrak karya. Tambang Batu Hijau mulai mengadakan kegiatan produksi sejak tanggal 1 Maret 2000.[4]

Tanggung jawab sosial perusahaan

Program Sustainable Mining Bootcamp

Newmont Nusa Tenggara mengadakan transparansi dalam pengelolaan tambang yang dimilikinya dan transparansi terhadap dampak yang dihasilkannya. Bentuk transparansinya melalui pengawasan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga independen. Selain itu, Newmont Nusa Tenggara telah menyelenggarakan kegiatan kunjungan bagi masyarakat umum ke Tambang Batu Hijau melalui Program Sustainable Mining Bootcamp. Dalam program ini, para peserta kunjungan diperlihatkan secara langsung seluruh proses penambangan yang dilakukan oleh Newmont Nusa Tenggara. Program Sustainable Mining Bootcamp mulai diadakan sejak tahun 2012. Dalam program ini, para peserta tidak dikenakan biaya apapun dan tidak menerima imbalan apapun. Pesertanya juga terbuka untuk semua jenis profesi.[5]

Islamic Center Mataram

Newmont Nusa Tenggara menggunakan dana perusahaan untuk membangun Islamic Center Mataram bersama dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dana ini diberikan oleh Newmont Nusa Tenggara sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Gabungan dana ini menyelesaikan pembangunan Islamic Center Mataram sebagai masjid dengan total biaya pembangunan sebesar 350 miliar rupiah. Masjid dibangun dan selesai pada masa jabatan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi. Pembanguna dimulai pada tahun 2011 dan peresmian diadakan pada tanggal 15 Desember 2013. Bangunan utama dari Islamic Center Mataram dijadikan sebagai masjid, sementara bangunan yang mengelilinginya dijadikan sebagai tempat mengambil air wudhu.[6]

Beasiswa

Newmont Nusa Tenggara memberikan beasiswa kepada masyarakat umum di daerah operasi perusahaannya. Kriteria utama pemberiannya adalah penerima bukan pegawai negeri sipil. Jenis beasiswa yang diberikan hanya bantuan dana dan bukan kebutuhan riil.[7]

Dampak ekonomi

Newmont Nusa Tenggara merupakan salah satu perusahaan yang mendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sumbawa Barat. Dampak positifnya terutama dirasakan oleh penduduk yang berada di sekitar pertambangannya.[1]

Sengketa

Divestasi saham Pemerintah Indonesia

Newmont Nusa Tenggara terlibat sengketa dengan Pemerintah Indonesia. Sengketa ini berkaitan dengan status Newmont Nusa Tenggara sebagi investor di Indonesia. Pemerintah Indonesia menggugat Newmont Nusa Tenggara ke International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).[8] Pemerintah Indonesia memulai sengketa dengan PT Newmont Nusa Tenggara dengan klaim bahwa Newmont Nusa Tenggara telah gagal bayar terhadap kontrak karya yang mengenai kewajiban divestasi saham.[9]

Dalam Pasal 24 angka 3 kontrak karya yang  disepakati pada tahun 1986, Pemerintah Indonesia memiliki saham Newmont Nusa Tenggara sebesar 20% hingga tahun 2004. Kemudian pada tahun 2006, Newmont Nusa Tenggara harus menjual sahamnya kepada Pemerintah Indonesia sebesar 3% dan menjualnya lagi sebesar 7% pada tahun 2007. Klaim yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia bahwa Newmont Nusa Tenggara melalaikan kewajibannya. Karena hingga tanggal 11 Februari 2008, Newmont Nusa Tenggara belum menjual sahamnya dalam periode tersebut ke Pemerintah Indonesia. Akhirnya, Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan ke arbitrase internasional yang mulai diproses sejak 15 Juli 2008. Setelah melalui korespondensi, sidang tertutup diadakan pada tanggal 3–8 Desember 2008 di Jakarta.[9]  

Di sisi lain, Newmont Nusa Tenggara mengajukan permintaan ke pihak arbitrase internasional untuk menyatakan pihaknya tidak melakukan kelalaian. Alasan untuk permintaan ini adalah mencegah terjadinya terminasi kontrak. Newmont Nusa Tenggara meminta arbitrase internasional menetapkan keberlakuan hak penolakan pertama dalam penjualan sahamnya. Arbitrase internasional kemudian menyelesaikan sengketa ini dengan mengikuti aturan United Nation Commission on International Trade Law. Sengketa selesai pada tanggal 31 Maret 2009 dengan keputusan bahwa Newmont Nusa Tenggara harus melaksanakan seluruh perjanjiannya dengan Pemerintah Indonesia. Sehingga saham Newmont Nusa Tenggara sebesar 17% dijual kepada Pemerintah Indonesia. Newmont Nusa Tenggara juga diberikan pertanggungjawaban atas pembayaran biaya pengurusan arbitrase yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia selama masa sengketa.[10]

Hutan adat Masyarakat Adat Cek Bocek

Newmont Nusa Tenggara mengalami persaingan hak dalam pengelolaan sumber daya alam di hutan lindung dan kawasan tambang yang ada di Kabupaten Sumbawa. Persaingan ini terjadi antara Newmont Nusa Tenggara dengan Masyarakat Adat Cek Bocek dengan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebagai penengah. Wilayah sengketanya adalah kawasan Hutan Dodo Rinti yang ada di Pulau Sumbawa.[11] Masyarakat Adat Cek Bocek ingin mempertahankan hak mereka atas hutan tersebut sebagai tempat tinggal mereka. Sementara Newmont Nusa Tenggara memiliki kepentingan atas Hutan Dodo Rinti sebagai salah satu hasil konsesi kontrak karya penambangannya.[12]

Wilayah yang dipersengketakan haknya oleh kedua pihak ini adalah wilayah adat Cek Bocek Selesek Rensuri. Wilayah ini terletak di bagian tengah ke arah selatan wilayah Kabupaten Sumbawa. Masyarakat Adat Cek Bocek telah memetakannya dengan luas sekitar 289 km2. Luas ini sekitar 3.46% dari luas Kabupaten Sumbawa. Sengketa diawali sejak klaim pemerintah bahwa wilayah tersebut merupakan hutan negara yang diberi hak izin konsesi kepada Newmont Nusa Tenggara sejak dekade 1980-an.[13]

Penghargaan

Perusahaan Newmont Nusa Tenggara telah menerima beberapa penghargaan lingkungan dari Pemerintah Indonesia. Pada tahun 2001 hingga 2005, Newmont Nusa Tenggara menerima sertifikat emas. Newmont Nusa Tenggara juga menerima Upakarti Aditama pada tahun 2002. Kemudian, Newmont Nusa Tenggara menerima penghargaam Tambang Award pada tahun 2008. Newmont Nusa Tenggara juga pernah menerima Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak lima kali berturut-turut. Kemudian pada akhir September 2010, Newmont Nusa Tenggara menerima penghargaan sebagai perusahaan dengan tata kelola tambang terbaik di Indonesia oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.[14]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Zuhdi, dkk. 2017, hlm. 284.
  2. ^ Subdirektorat Statistik Pertambangan dan Energi (2016). Sodikin dan Gumelar, ed. Direktori Perusahaan Pertambangan Besar 2016 (PDF). Badan Pusat Statistik. hlm. 61. ISSN 2302-867X. 
  3. ^ Redi 2016, hlm. 120.
  4. ^ Lelono, HD., dkk. (2016). "Pit slope evaluation based on the historical failure database at Batu Hijau mine". APSSIM 2016. Australian Centre for Geomechanics: 213. ISBN 978-0-9924810-5-6. 
  5. ^ Peserta Sustainable Mining Bootcamp Newmont (2016). Buka-bukaan Dunia Tambang: Kumpulan Cerita "Sustainable Mining Bootcamp". Bandung: Penerbit Kaifa. hlm. 8. ISBN 978-602-0851-31-0. 
  6. ^ Zuhdi, dkk. 2017, hlm. 100.
  7. ^ Jazadi, Iwan (2019). Tolomundu, Farid, ed. Masyarakat Belajar dan Berdaya Saing: Analisis Kebijakan Publik di Kabupaten Sumbawa. Sumbawa Besar: PAJENANG dan STKIP Paracendekia NW Sumbawa. hlm. 22. ISBN 978-602-52328-6-2. 
  8. ^ Redi 2016, hlm. vii.
  9. ^ a b Redi 2016, hlm. 29.
  10. ^ Redi 2016, hlm. 30.
  11. ^ Tim Peneliti Srategis STPN 2015 2015, hlm. 16-17.
  12. ^ Tim Peneliti Srategis STPN 2015 2015, hlm. 17-18.
  13. ^ Cahyono, E., dkk., ed. (2016). Konflik Agraria Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan (PDF). Jakarta Pusat: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. hlm. 876. ISBN 978-602-74201-2-0. 
  14. ^ Ichsan, A. C., dan Kusumo, B. H. (2012). Tolomundu, F., dan Markum, ed. Konservasi Penyu dan Penghijauan: Program Pengembangan Masyarakat Bidang Lingkungan. Lembaga Transform. hlm. 2. ISBN 978-602-8487-25-2. 

Daftar pustaka