Wanamina atau Silvofishery adalah sistem pertambakan teknologi tradisional yang menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman bakau, yang diikuti konsep pengenalan sistem pengelolaan dengan meminimalkan input dan mengurangi dampak terhadap lingkungan.[2]

Delta Mahakam, salah satu daerah di Indonesia yang telah menerapkan budidaya perikanan dengan sistem wanamina.[1]

Latar belakang

Di Asia Tenggara, penerapan sistem wanamina semakin giat untuk digalakkan, hal ini disebabkan oleh deforestasi atau pengawahutanan ekosistem bakau yang pesat. Studi terbaru mengungkapkan bahwa hutan bakau ekosistem telah terdegradasi secara signifikan karena Perubahan Penggunaan Lahan dan Penutupan (LUCC) belakangan ini. Bahkan antara tahun 2000-2012, tutupan hutan bakau global telah berkurang 164.600 ha (1,97%) dengan perkiraan tingkat kerugian global 13.700 ha atau 0,16% per tahun. Aktivitas antropogenik yang sering menjadi penyebabnya deforestasi adalah konversi penggunaan lahan menjadi pertanian dan akuakultur (yang paling umum adalah tambak udang dan bandeng). Sejak tahun 2000 hingga 2012, akuakultur adalah pendorong utama perubahan ekosistem bakau.[3][4]

Maka dari itu terciptalah ide budidaya perikanan dengan sistem wanamina dimana penerapannya mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan usaha pembudidayaan bakau yang berkesinambungan dengan pembudidayaan perikanan.

Potensi budidaya

Hasil perikanan yang dapat dibudidayakan antara lain berbagai udang (udang lumpur, udang windu, udang galah, udang kaki putih), krustasea selain udang seperti lobster dan kepiting bakau, ikan tambakan sepert ikan kembung, kerapu, bandeng, serta moluska air (tidak umum dibudidayakan) seperti kerang, teripang dan landak laut.

Konsep

Konsep lama

Konsep lama disebut Low External Input Sustainable Aquaculture (LEISA) yang menghasikan potensi rendah baik ekonomi maupun ekologi. Pada konsep lama, bakau dibiarkan tumbuh di pematang tambak sehingga menghambat pertumbuhan budidaya tambak dikarenakan tajuk tajuknya akan menghalangi cahaya masuk ke dasar air yang membuat asupan O2 ke dalamnya sedikit, sehingga kemampuan bakau dalam menyerap karbon menjadi lemah.[5]

Akibat oksigen minim, serasah bakau yang jatuh ke dasar tambak tidak terurai dengan sempurna sehingga berpotensi menjadi racun bagi mahluk hidup air karena mengandung tanin. Selain itu dalam konsep lama, bakau tak ditata (ditanam secara tidak beraturan) sehingga mempersempit ruang gerak satwa di bawahnya, bahkan menyulitkan pergantian air.[6]

Konsep baru

Konsep baru disebut sistem Integrated Multi Trophic Aquaculture (IMTA) yang mengandalkan polikultur (budidaya beragam) sehingga jasa ekosistemnya lebih tinggi. Dengan jasa ekosistem wanamina polikultur, budidaya tambak juga akan menghasilkan ragam ikan sehingga potensi ekonominya juga meningkat. Dalam konsep baru, bakau diatur tempat tumbuhnya sehingga ada ruang bagi proses fotosintesis yang cukup. Bakau dibuat seperti tanaman pagar yang dapat mencegah daerah pesisir dari abrasi. Dengan car aini juga tersedia ruang untuk sedimentasi sehingga ekosistem bakau terjaga kesuburannya.[7]

Metode

Empang parit

Sistem empang parit mampu mereforestasi lahan hingga 80 persen dari luas tambak. Bakau ditanam dengan jarak 1 x 1 meter antarpohon. Lebar kanal pemeliharaan adalah 3-5 meter dengan kedalaman sekitar 40-80 sentimeter dari muka pelataran. Dengan desain dasar tersebut, berbagai jenis ikan seperti bandeng, kerapu lumpur, kakap putih, baronang, hingga kepiting bakau, dapat dipelihara secara itensif di dalam kanal.[8]

Komplangan

Desain tambak dibuat berselang-seling atau bersebelahan dengan lahan yang ditanami bakau. Lahan dibuat terpisah dalam dua hamparan yang diatur saluran air dengan dua pintu. Luas arealnya rata-rata 2-4 hektare. Model ini merupakan metode budi daya air payau dengan input rendah. Metode ini mampu mereduksi dampak negatif terhadap ekosistem bakau.[9]

Jalur

Model tambak ini sebenarnya sama seperti model empang parit, tapi ukuran tambaknya dibuat lebih besar, yaitu sekitar 3-5 meter dan kedalaman hingga 80 cm.[10]

Keunggulan

  1. Bakau yang subur membawa dampak positif bagi biota air yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem di atasnya.
  2. Ekosistem bakau yang baik juga akan menghasilkan pakan alami bagi mahluk hidup payau.
  3. Sementara racun yang mengancam mahluk hidup akan terserap oleh akar bakau yang rakus pada logam berat lalu merilisnya menjadi zat dan gas yang bermanfaat bagi renik di sekitarnya.
  4. Bakau merupakan tanaman dengan kemampuan menyerap dan menyimpan karbon yang kuat dan banyak

Referensi

  1. ^ "Mengenal Silvofishery, Metode Menyelamatkan Delta Mahakam yang Hampir Lenyap karena Tambak Udang". Kaltim Kece (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-26. 
  2. ^ Paruntu, Carolus P.; Windarto, Agung B.; Mamesah, Movrie (2016). "MANGROVE DAN PENGEMBANGAN SILVOFISHERY DI WILAYAH PESISIR DESA ARAKAN KECAMATAN TATAPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN SEBAGAI IPTEK BAGI MASRAKAT". JURNAL LPPM BIDANG SAINS DAN TEKNOLOGI (dalam bahasa Inggris). 3 (2): 1–25. ISSN 2808-7070. 
  3. ^ News, UNAIR (2019-10-30). "Penyebab Deforestasi Hutan Bakau di Asia Tenggara". Unair News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-26. 
  4. ^ "Mengenal Silvofishery, Metode Menyelamatkan Delta Mahakam yang Hampir Lenyap karena Tambak Udang". Kaltim Kece (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-26. 
  5. ^ "Konsep Baru Wanamina". www.forestdigest.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-27. 
  6. ^ "Konsep Baru Wanamina". www.forestdigest.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-27. 
  7. ^ "Konsep Baru Wanamina". www.forestdigest.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-27. 
  8. ^ "Mengenal Silvofishery, Metode Menyelamatkan Delta Mahakam yang Hampir Lenyap karena Tambak Udang". Kaltim Kece (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-26. 
  9. ^ "Mengenal Silvofishery, Metode Menyelamatkan Delta Mahakam yang Hampir Lenyap karena Tambak Udang". Kaltim Kece (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-26. 
  10. ^ Farah, Nadia (2021-11-05). "Mengenal Wanamina: Pengintegrasian Budidaya Perikanan dan Pelestarian Mangrove". EcoNusa. Diakses tanggal 2023-06-27.