Novel Baswedan
Kompol. (Purn.) Novel Baswedan (lahir 20 Juni 1977) adalah mantan polisi yang pernah menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tahun 2007 sampai 2021 dan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dari tahun 1999 hingga 2014.
Novel Baswedan | |
---|---|
Informasi pribadi | |
Lahir | 20 Juni 1977 Semarang, Jawa Tengah |
Orang tua | Salim Baswedan (ayah) |
Almamater | Akademi Kepolisian (1998) |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | Kepolisian Negara Republik Indonesia |
Masa dinas | 1998 – 2014 |
Pangkat | Komisaris Polisi |
Satuan | Reserse |
Sunting kotak info • L • B |
Setelah lulus Akademi Kepolisian pada tahun 1998, Novel bertugas di Polres Bengkulu sejak tahun 1999 sampai tahun 2004, kemudian bertugas di Bareskrim Mabes Polri sejak 2005 hingga 2007. Novel bergabung di KPK sebagai penyidik dari kepolisian sejak Januari 2007, dan menjadi penyidik tetap KPK sejak 2014 setelah perintah penarikan seluruh penyidik kepolisian dari KPK oleh Mabes Polri.[1]
Pada April 2017, Novel menjadi korban serangan orang tak dikenal yang menyiramkan air keras ke wajahnya sehingga menyebabkan kecacatan permanen pada mata kirinya.[2] Penyerangan tersebut diduga terkait atas upaya penyelidikan kasus korupsi yang dilakukan Novel. Kasus penyerangan Novel telah menarik perhatian luas publik sejak awal kejadiannya, pula setelah pelakunya ditangkap pada Desember 2019 dan pada persidangan pelakunya pada Juni 2020.
Pada Juni 2021, Novel masuk dalam daftar 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).[3] Yang dijadikan syarat kelulusan alih status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, kebijakan ini menimbulkan kontroversi. Atas polemik ini, Novel cs mengadu ke Komnas HAM[4]
Latar Belakang
Novel lahir di Semarang pada 20 Juni 1977. Novel lulus dari SMA Negeri 2 Semarang pada tahun 1995, kemudian menyelesaikan pendidikannya di Akademi Kepolisian pada tahun 1998.[1]
Karier
Kepolisian
Setelah lulus dari Akademi Kepolisian pada tahun 1998, Novel mulai bertugas di Polres Bengkulu pada tahun 1999. Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu sejak 2004 hingga 2005. Ia kemudian ditugaskan di Bareskrim Mabes Polri selama dua tahun, dan pada Januari 2007 ditugaskan sebagai penyidik untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Novel mengakhiri tugasnya di Polri dan kemudian menjadi penyidik tetap KPK sejak tahun 2014.[1]
KPK
Novel memulai tugasnya di KPK sejak tahun 2007 ketika ia ditugaskan oleh Polri pada institusi tersebut. Sejak saat itu, Novel berpartisipasi dalam penyelidikan berbagai kasus besar yang ditangani oleh KPK. Novel turut serta dalam menyelidiki kasus suap yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin pada tahun 2011; kemudian kasus korupsi Wisma Atlet terkait SEA Games 2011 yang menyeret anggota DPR, Angelina Sondakh; serta kasus suap cek pelawat yang melibatkan Nunun Nurbaeti dalam proses pemilihan Miranda Gultom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang terjadi pada tahun 2004. Novel juga terlibat dalam penyelidikan kasus suap dalam beberapa perkara pilkada yang melibatkan Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada tahun 2013.[2]
Pada 5 Oktober 2012, sejumlah polisi dari Kepolisian Bengkulu mendatangi gedung KPK untuk menangkap Novel atas kasus penganiayaan tersangka pencurian sarang walet saat ia bertugas di Polres Bengkulu pada tahun 2004.[5] Kasus tersebut pada akhirnya dihentikan setelah permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terlebih setelah laporan Ombudsman yang mendapati beberapa kejanggalan terkait pemrosesan kasus penganiayaan yang dituduhkan terhadap Novel.[2][6] Pada tahun 2014, Novel memutuskan mundur dari Polri dan menjadi penyidik tetap KPK setelah perintah Mabes Polri yang menarik kembali seluruh penyidik yang berasal dari kepolisian.[1]
Pada Juni 2021, Novel masuk dalam daftar 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).[3] Yang dijadikan syarat kelulusan alih status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, kebijakan ini menimbulkan kontroversi. Atas polemik ini, Novel cs mengadu ke Komnas HAM[7]
Penyiraman air keras
Pada subuh 11 April 2017, Novel disiram dengan air keras oleh orang tak dikenal di dekat kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.[8] Serangan tersebut terjadi di tengah upaya Novel menyelidiki kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik yang melibatkan anggota DPR serta oknum pemerintah, dan telah menjerat Ketua DPR Setya Novanto.[2] Keesokan harinya, Novel diterbangkan ke Singapura untuk menjalani operasi dan perawatan matanya, yang berakhir pada Februari 2018 ketika ia kembali ke Indonesia.[9] Air keras yang mengenai wajah Novel menyebabkan kebutaan permanen pada mata kirinya.
Polri kemudian membentuk tim gabungan pencari fakta yang terdiri dari penyidik KPK, anggota kepolisian, Komnas HAM, serta akademisi pada Januari 2019 sebagai upaya penyelidikan serangan terhadap Novel. Tim gabungan tersebut berjalan di bawah komando mantan Kapolri Tito Karnavian.[10] Setelah penyelidikan berjalan beberapa bulan tanpa perkembangan, Presiden Joko Widodo memberikan tenggat 1 bulan kepada Idham Azis untuk menyelesaikan kasus penyerangan Novel setelah pelantikannya sebagai Kapolri pada 1 November 2019.[11]
Pada 26 Desember 2019, Polri menyatakan bahwa pelaku penyerangan Novel telah berhasil ditangkap. Dua pelaku tersebut adalah Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, dan merupakan anggota aktif kepolisian.[10] Novel menyatakan bahwa kedua pelaku tersebut hanyalah orang suruhan, dan meminta kepolisian mengungkap dalang utama yang memerintahkan kedua pelaku.[12] Pada sidang tuntutan pelaku yang diselenggarakan pada 11 Juni 2020, jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana terhadap kedua pelaku selama satu tahun penjara. Tuntutan jaksa tersebut mendapat kecaman luas karena dianggap terlalu ringan dan memihak pelaku.[13]
ASN Polri
Novel bersama 44 eks pegawai KPK resmi dilantik menjadi ASN di Kepolisian oleh Kapolri Jendral Sigit Prabowo di Rupatama Mabes Polri 9 Desember 2021. Eks penyidik senior lembaga antirasuah itu dalam upaya pemberantasan korupsi, Novel Baswedan menerima tawaran untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri.[14]
Keluarga
Ia memiliki 5 orang anak sebagai hasil pernikahannya dengan Rina Emilda.[1]
Referensi
- ^ a b c d e Profil "Novel Baswedan" viva.co.id. Diakses pada 13 Juni 2020.
- ^ a b c d Dieqy Hasbi Widhana. Kasus-kasus Besar dan Jenderal yang Ditangani Novel Baswedan. 11 April 2017. Tirto.id. Diakses pada 13 Juni 2020
- ^ a b Ridwan, Muhammad (2021-06-03). Kuswandi, ed. "Beredar Nama Novel Baswedan Cs Tak Lulus TWK, Jubir KPK Bantah Sebar". JawaPos.com. Diakses tanggal 2021-06-08.
- ^ ID, Times. "Komnas HAM Terima Dokumen 650-an Halaman Terkait TWK". Times ID. Diakses tanggal 2021-06-08.
- ^ Kasus Novel Baswedan Ditengarai Janggal[pranala nonaktif permanen]. 9 Oktober 2012. Tempo.co. Diakses pada 13 Juni 2020
- ^ FX. Richo Pramono. Ombudsman Ungkap Manipulasi Polisi atas Kasus Novel. 22 Desember 2015. Liputan6.com. Diakses pada 13 Juni 2020.
- ^ Sponblog. "Komnas HAM Terima Dokumen 650-an Halaman Terkait TWK". Times ID. Diakses tanggal 2021-06-08.
- ^ Jabbar Ramdhani. Disiram Air Keras, Novel Baswedan Langsung Telepon Kapolri. 11 April 2017. Detik.com. Diakses pada 13 Juni 2020.
- ^ Kharishar Kahfi. Novel Baswedan Returns Home (dalam Bahasa Inggris). 22 February 2018. The Jakarta Post.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamadetik
- ^ Markus Wisnu Murti. Jokowi Gives One Month to Solve Novel Baswedan Attack Case (dalam Bahasa Inggris). 1 November 2019. Tempo.co
- ^ M. Rosseno Aji. Novel Baswedan Ungkap Cara Untuk Temukan Dalang Teror Air Keras[pranala nonaktif permanen]. 5 Januari 2020. Tempo.co.
- ^ Tuntutan Ringan Pelaku Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan. 12 Juni 2020. Kumparan.com
- ^ Kamil, Irfan. Rastika, Icha, ed. "Perjalanan Karier Novel Baswedan, dari Polri Kembali Lagi ke Polri..." Kompas.com. Diakses tanggal 2021-12-09.