Sejarah Juventus F.C.

Revisi sejak 22 Desember 2024 16.22 oleh Frognall (bicara | kontrib) (Rekam Gelar: that was not a photo of Juventus in 1903)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Juventus adalah legenda olahraga sepak bola. Pada November 1897, sekelompok pemuda di Liceo D’Azeglio hendak bermain bola di taman Piazza d’Armi yang biasa dijadikan arena lari dan pacuan kuda. Duduk di bangku cadangan Piazza d’Armi, ide itu muncul: mendirikan klub olahraga yang berkonsentrasi pada sepak bola.

Logo Juventus FC.

Nama Juventus tidak langsung disandang klub ini. Bermula dari "Societa Via Port", kemudian "Societa sportive Massimo D’Azeglio", dan yang terakhir "Sport Club Juventus". Nama tersebut mampu menarik hati para pendiri sehingga mereka pun sepakat menggunakannya.

Juventus berbasis di Turin, Piedmont, Italia. Klub ini telah mengarungi beragam sejarah manis dan merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A. Tidak main-main, 28 gelar juara ada di tangan, dan menempatkannya sebagai klub terbaik Italia abad ke-20.

Rekam Gelar

 
Foto bersejarah, Juventus FC pada tahun 1898.
 
Juventus FC pada tahun 1903.

Pada 1897, Juventus mulai diperhitungkan, meskipun dalam laga pertama melawan Torino FC, mereka menjadi bulan-bulanan. Rupanya, bukan angka gol yang menarik pemerhati bola saat itu, tetapi skill individu yang terbilang lumayan, bahkan menangguk pujian lawan. Pujian tersebut memicu semangat berlatih lebih baik. Pada 1900, Juventus ambil bagian di liga profesional, dan mencapai final di musim kompetisi 1903 dan 1904.

Sukses pertama digenggam pada 1905 saat secara ajaib Juventus menjuarai grup Piedmont, mengandaskan Milan dan menahan seri Genoa. Maka, Federasi Sepak bola Italia tak memiliki alasan untuk tidak menganugerahkan pelat juara. Sukses kedua hampir diraih kalau saja Juventus tidak memutuskan walk-out dari partai final kompetisi 1906 melawan AC Milan.

Pasca 1906 merupakan tahun-tahun sulit. Diawali keputusan Chairman Dick dan beberapa pemain andalan meninggalkan klub, diperparah kehadiran tim tangguh Pro Vercelli dan Casale yang bergantian merebut posisi puncak. Pada 1915, Italia terlibat Perang Dunia I, berimbas pada penundaan kompetisi. Tak hanya itu, beberapa pemain dan ofisial yang turut terjun dalam perang, sebagian gugur atau hilang tak tahu rimbanya.

Juventus baru meraih momentum kembali pada 1920 saat membungkam Genoa di final Grup Utara, walaupun gagal mencicipi gelar juara yang jatuh ke tangan Inter Milan. Edoardo Agnelli, pemilik FIAT, mengambil alih Juventus pada 1923. Ia membangun stadion untuk markas Juventus dan menyuntikkan semangat baru yang mengantarkannya meraih scudetto kedua pada 1925, menekuk klub Alba Roma dengan agregat 12-1.

Lima Gelar Beruntun

Fenomena Juventus terus berlangsung di rentang 1930-1935, di mana Italia untuk pertama kalinya mencatat nama yang sama sebagai scudetto lima kali berturut-turut. Dan, perubahan format kompetisi menjadi Liga Serie A semakin mematangkan Juventus sebagai tim solid yang membayangi keperkasaan Inter Milan.

Sukses itu tak bisa dilepaskan dari peran bek sayap, Luisito Monti, yang memiliki karakter tangkas dan pekerja keras. Selanjutnya, Juventus terus melahirkan pemain-pemain tangguh seperti Bertolini (bek), Sernagiotto (sayap), maupun Felice Placido yang menghadiahkan gol-gol penting bagi timnya.

Masa setelah 1935, Juventus mengalami fluktuasi prestasi. Juventus ditekuk Inter Milan pada laga puncak kompetisi 1937. Pada 1938 susah payah meladeni Torino untuk meraih scudetto. Tahun berikutnya bermain buruk dan terdepak ke tangga ke-8 kompetisi. Kehadiran bek cemerlang Carlo Parola hanya mampu memperbaiki posisi lima tangga lebih baik pada tahun berikutnya, dan turun lagi ke posisi ke-6 pada kompetisi 1941.

Gelar baru diraih pada musim berikutnya, sesaat sebelum pecah Perang Dunia II. Tapi, kompetisi kembali terhambat seiring pecahnya perang. Liga baru digelar lagi 1944, dan gelar diboyong Torino. Juventus bahkan tidak berlaga di partai puncak.

Memainkan kiper Giovanni Viola, bek Bertucelli,Piccini, dan penyerang Vivolo pada kompetisi 1949, Juventus mengambil alih kekuasaan liga. Gelar ke-8 dibukukan klub dengan rekor 100 gol. Tapi, tahun berikutnya kembali memburuk seiring hengkangnya pilar sayap Juventus, Martino, yang hijrah ke Argentina.

Kendati Juventus kembali ke tangga juara pada 1952, tetapi kemunduran klub ini tak bisa ditutupi dengan kegagalan mereka menyelesaikan partai final menghadapi Inter Milan di dua musim berikutnya. Dan, keputusan Gianni Agnelli meninggalkan klub pada 18 September 1954 mengawali masa gelap kedua.

Pasang Surut

 
Dino Zoff

Selanjutnya, Juventus melewati masa pasang surut prestasi. Masuknya pemain Omar Sivori dan John Charles memberi sentuhan permainan apik dan memetik gelar ke-10 pada 1957. Musim berikutnya harus puas di posisi ke-4, pada 1959 kembali meraih juara dan mempertahankannya di dua tahun berikutnya. Setelah itu, Juventus baru tercatat lagi sebagai scudetto pada 1966.

Konflik di tubuh Juventus membuatnya kehilangan gelar pasca-1966. Perubahan taktik, formasi pemain, pelatih, dan perombakan manajemen klub baru bisa mengambalikan Juventus ke tangga juara pada 1971, lewat permainan apik Bettega dan Causio yang mampu meredam AC Milan. Dan, kehadiran kiper legendaries Dino Zoff dan Jose Altafini memperpanjang gelar itu tahun berikutnya, gelar ke-15.

Bangkit dari Kubur

Rekam gelar dan kesuksesan Juventus telah melewati masa yang panjang. Kesuksesan dan keterpurukan bergulir berganti-ganti. Kondisi terburuk berlangsung setelah badai skandal mengguncang klub yang dikenal dengan skandal Calciopolli, menyebabkan Juventus terdegradasi ke Serie B pada musim 2006-2007.

Hasil buruk membayangi kiprah awal Juventus di Serie B sebelum akhirnya membukukan kemenangan atas Crotone, Modena, Piacenza, Treviso, Triestina, Frosinone dan Brescia yang membuat mereka mendekati zona promosi.

Pada 2007-08, Juventus kembali ke Serie A. Bagai bangkit dari kubur, Juventus mengamuk di awal musim. Bermaterikan Criscito, Andrade, Grygera, Molinaro, Tiago, Almiron, Nocerino, Salihamidzic, dan Vicenzo Iaquinta, Juventus menggedor gawang Livorno 5-1, menaklukan Cagliari 3-2, menahan AS Roma 2-2, memecundangi Reggina 4-0, menekuk Empoli 3-0, dan menahan imbang juara bertahan Inter Milan 1-1.

Juventus pun kembali ke lajur juara setelah menundukkan AC Milan, Parma, Atlanta, dan Lazio. Juve memang tak berhasil memuncaki kompetisi, tetapi posisi ketiga tentulah sukses tersendiri untuk klub yang baru saja promosi. Bahkan, mampu meraih gelar top skorer melalui kaptennya, Del Piero yang membukukan 21 gol sepanjang musim.

Pranala luar