Bantengan

Revisi sejak 13 Januari 2024 23.04 oleh Chamvredx (bicara | kontrib) (Menambah penjelasan detail)

Seni Bantengan adalah sebuah Tarian Jawa yang meniru hewan Banteng, Kesenian ini berkembang di Mojokerto, Malang dan Batu.

Sejarah Bantengan

Bantengan merupakan pengembangan dari kesenian Kebo-keboan Ponoragan yang ada di Ponorogo. Ponorogo yang bersebelahan dengan Madiun sebagai kota berbagai perguruan silat, sehingga banyak pesilat yang berkunjung ke Ponorogo sebagai kota Reog. Seni Kebo-keboan dimaknai sebagai tolak bala dan penyelamat Raja Surakarta Paku Buwana II dari berbagai serangan pemberontak keraton.

 
Seni Bantengan terdapat proses Trance atau Kesurupan

Pesilat dari pegunungan sekitar Mojokerto, Malang dan Batu melihat kesenian Kebo-keboan sehingga berinisatif membuat kesenian serupa tetapi menggunakan bentuk hewan Banteng yang mulai punah di Hutan sekitar Lereng Gunung, dengan tujuan sebagai pengingat Bela Diri dan menarik masyarakat untuk mengikuti Bela Diri Pencak Silat. Di Malang khususnya juga terdapat relief peninggalan candi jago di daerah tumpang yang bergambar banteng dan harimau.

Maka Dari itu, sebelum tahun 2000 Bentuk tanduk pada Bantengan selalu menyerupai atau menggunakan Tanduk Kerbau seperti pada seni kebo-keboan di Ponorogo, barulah setelah masuknya internet di pedesaan mulai menggunakan tanduk banteng. Akan Tetapi hingga saat ini masih ada yang menggunkana tanduk Kerbau sebagai cikal Bakal seni bantengan.

Bantengan biasanya ditutup oleh kain warna hitam bertepi merah, seperti Penadon pakaian adat Ponorogo. Bantengan yang berkembang di Mojokerto, Malang dan Batu kini merambah juga dilestarikan di Jombang yang berbatasan dengan Mojokerta hingga Kediri.

Perkembangan kesenian Bantengan

Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.

Permainan kesenian bantengan dimainkan oleh dua orang yang berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala bantengan dan pengontrol tari bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor bantengan. Kostum bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli Kerbau atau banteng, adapun yang dibuat replika tanduk dari kayu

Bantengan ini selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan musik khas bantengan dengan alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain. Kesenian ini dimainkan oleh dua orang laki-laki, satu di bagian depan sebagai kepalanya, dan satu di bagian belakang sebagai ekornya. dan biasanya, lelaki bagian depan akan kesurupan, dan orang yang di belakangnya akan mengikuti setiap gerakannya.

Tak jarang orang di bagian belakang juga kesurupan. tetapi, sangat jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian depannya tidak. bantengan dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang memakai pakaian serba merah yang biasa disebut abangan dan kaos hitam yang biasanya di sebut irengan.

Bantengan juga selalu diiringi oleh macanan. kostum macanan ini terbuat dari kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oranye), yang dipakai oleh seorang lelaki. macanan ini biasanya membantu bantengan kesurupan dan menahannya bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang macanan juga kesurupan.

Ornamen yang ada pada Bantengan

Ornamen yang ada pada Bantengan yaitu:

  • Tanduk (banteng, kerbau, sapi, dll)
  • Kepala banteng yang terbuat dari kayu ( waru, dadap, miri, nangka, loh, kembang, dll)
  • Mahkota Bantengan, berupa sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
  • Klontong (alat bunyi di leher)
  • Keranjang penjalin, sebagai badan (pada daerah tertentu hanya menggunakan kain hitam sebagai badan penyambung kepala dan kaki belakang)
  • Gongseng kaki
  • Keluhan (tali kendali)

Dalam setiap pertunjukannya (disebut “gebyak”), Bantengan didukung beberapa perangkat, yaitu:

  • Dua orang Pendekar pengendali kepala bantengan (menggunakan tali tampar)
  • Pemain Jidor, gamelan, pengerawit, dan sinden. Minimal 1 (satu) orang pada setiap posisi
  • Sesepuh, orang yang dituakan. Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng
  • (Dhanyangan) dan mengembalikannya ke tempat asal
  • Pamong dan pendekar pemimpin yang memegang kendali kelompok dengan membawa kendali yaitu Pecut (Cemeti/Cambuk)
  • Minimal ada dua Macanan dan satu Monyetan sebagai peran pengganggu bantengan.

Konflik Sosial Budaya

pada tahun 2015 Seniman Bantengan di sekitar Pegunungan Mojokerto, Malang dan Batu diresahkan oleh seniman Jaranan Kediri yang menggunakan properti Bantengan yang digunakan secara menyimpang oleh seniman Jaranan Kediri. Pasalnya Seniman Jaranan Kediri mengklaim bahwa Bantengan merupakan tokoh Jaranan Mahesa Suro, selain itu Bantengan di Jaranan Kediri dipersembahkan dengan cara tidak lazim, yakni tidak memakai kain penutup Bantengan dan sering dibenturkan kepada Penonton sehingga memunculkan perkelahian atau tawuran masal.

Protes Seniman Bantengan kepada Seniman Jaranan Kediri tidak pernah ada tanggapan karena Seniman Jaranan kediri menganggap Bantengan Sebagai tokoh pada Jaranan kediri.

Referensi

Pranala luar