Park Chung Hee
Park Chung-hee (Korea: 박정희, 30 September 1917 – 26 Oktober 1979) adalah mantan jenderal Tentara ROK dan diktator Republik Korea pada periode 1961-1979. Ia dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia pada periode tambahan kepresidenannya.
Nama Korea | |
Hangul | 박정희 |
---|---|
Hanja | 朴正熙 |
Alih Aksara | Bak Jeonghui |
McCune–Reischauer | Pak Chŏnghŭi |
Nama pena | |
Hangul | 중수 |
Hanja | 中樹 |
Sebagai presiden, Park memulai serangkaian reformasi ekonomi yang akhirnya mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat, sebuah fenomena yang sekarang dikenal sebagai Keajaiban di Sungai Han. Era ini juga menyaksikan terbentuknya chaebol: perusahaan keluarga yang didukung oleh negara mirip dengan zaibatsu Jepang. Contoh chaebol yang signifikan termasuk Hyundai, LG, dan Samsung.
Park Chung Hee pernah lolos dari beberapa percobaan pembunuhan. Salah satunya pada tanggal 15 Agustus 1974, seorang agen Korea Utara Mun Se-gwang mencoba menembak Park saat berpidato. Park lolos dari percobaan pembunuhan tersebut, namun istrinya Yuk Yeong-su tewas. Park tetap meneruskan pidatonya tanpa memperdulikan kondisi istrinya yang kritis. Ia akhirnya terbunuh pada 26 Oktober 1979 oleh Kim Jae-kyu, direktur KCIA dan teman lamanya.
Park Chung Hee kini dianggap sebagai salah satu pemimpin paling penting dalam sejarah Korea, meskipun warisannya sebagai diktator militer terus menimbulkan kontroversi. Jajak pendapat Gallup Korea pada bulan Oktober 2021 menunjukkan Park, Kim Dae-jung (lawan lama Park yang coba dia eksekusi), dan Roh Moo-hyun sebagai presiden dengan peringkat paling tinggi dalam sejarah Korea Selatan dalam hal meninggalkan warisan positif, terutama di kalangan konservatif Korea Selatan dan orang lanjut usia.[1] Putri sulung Park, Park Geun-hye, kemudian menjabat sebagai presiden Korea Selatan ke-11 dari tahun 2013 hingga ia didakwa dan dihukum atas berbagai tuduhan korupsi pada tahun 2017.
Kehidupan Awal dan Pendidikan
Park lahir sekitar pukul 11:00 pada tanggal 14 November 1917,[5] di Sangmo-dong, kota Gumi, Keishōhoku-dō (Gyeongsang Utara), Chōsen dari ayah Park Sŏng-bin dan ibu Paek Nam-ŭi. Dia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Dia berasal dari klan Park Goryeong.[2]
Park dilahirkan dalam keluarga yang sangat miskin dan selalu kekurangan makanan.[3][4] Menurut Park, ayahnya sebenarnya berasal dari kelas atas (yangban) dan ditetapkan untuk mewarisi kepemilikan keluarga yang moderat, namun hak waris ayahnya dicabut dan diasingkan dari klan setelah dia berpartisipasi dalam Revolusi Petani Donghak tahun 1894–1895.[5] Pada tahun 1916, Park yang sudah tua pindah ke desa istrinya di Sangmo-dong, di mana ia diberi sebidang tanah kecil. Menurut wawancara selanjutnya, dia tidak menggarap lahan bersama istrinya, dan malah minum alkohol dan berkeliaran. Menurut cendekiawan Chong-Sik Lee, ia berspekulasi bahwa Park Sŏng-bin tidak ingin terlihat bekerja karena hal itu menandakan penerimaan atas status yangban-nya yang hilang.[6]
Berbeda dengan ayah Park, ibu Park dilihat oleh teman-temannya sebagai orang yang rajin dan fokus. Dia mengelola rumah tangga dan pertanian. Dia berusia sekitar 43 tahun pada saat Park lahir. Karena usianya yang lanjut dan situasi ekonomi yang buruk, ia mencoba menggugurkan kehamilannya dengan berbagai teknik, termasuk dengan meminum semangkuk kecap dan melemparkan dirinya dari tempat tinggi. Namun, ketika Park Chung Hee akhirnya lahir, dia dilaporkan sangat menyayangi anaknya tersebut.[7][8]
Ketika Park berusia dua tahun, dia merangkak dari lantai yang ditinggikan dan mendarat di lubang api yang membara. Dia dengan cepat diselamatkan dari lubang, tetapi lengannya mengalami luka bakar parah. Selama sisa hidupnya, ia dikabarkan sengaja mengenakan kemeja berlengan panjang untuk menyembunyikan bekas lukanya.[4]
Seorang penulis biografi Park, Cho Gab-je, mewawancarai banyak orang yang mengenal Park, dan mendapat kesan bahwa masa kecil Park cukup bahagia. Menurut Cho, Park mempunyai banyak teman dekat, orang tuanya rukun, dan keluarganya penuh kasih sayang terhadapnya.
Sekolah Dasar
Park adalah orang kedua di keluarganya, setelah kakak laki-lakinya Park Sang Hee, yang bersekolah di sekolah dasar.[9] Ia pertama kali mendaftar pada tanggal 1 April 1927, ketika ia berusia sembilan tahun, dan akhirnya lulus pada tanggal 25 Maret 1932. Sekolahnya, Sekolah Dasar Gumi, berjarak 6 kilometer (3,7 mil)[10] dari rumahnya, dan melalui jalan yang berbahaya. Lee berteori bahwa perjalanan harian yang berat dan kurangnya makanan berdampak buruk pada tubuh Park. Park secara konsisten termasuk di antara siswa terpendek di setiap sekolah yang ia hadiri, dan sering digambarkan sebagai orang yang sakit-sakitan dalam catatan sekolahnya. Di kelas enam, tingginya 135,8 cm (4 kaki 5+1⁄2 inci) dan berat 30 kg. Terlepas dari hambatan fisiknya, dia adalah siswa yang rajin dan memiliki nilai bagus. Park diangkat menjadi ketua kelas selama beberapa tahun; Teman-teman sekelasnya belakangan mengenang bahwa ia bisa bersikap sombong dalam menegakkan disiplin, bahkan menampar beberapa dari mereka.[11]
Pada hari Minggu, Park bersekolah di seodang (sekolah tradisional), di mana ia menerima pendidikan klasik Tiongkok. Pada saat yang sama, Park sering hadir ke Gereja Presbiterian Sangmo di Gumi. Keluarganya sering menggodanya karena mereka tidak pernah datang ke gereja. Park pun akhirnya berhenti ke gereja saat ia lulus sekolah dasar. Beberapa dekade kemudian, dia menyumbangkan uang untuk memperbaiki gereja yang rusak akibat Perang Korea.[12]
Orang-orang yang mengenal Park saat kecil menggambarkannya sebagai orang yang kompetitif dan gigih. Teman-teman sekelasnya kemudian mengingat bahwa setelah dia kalah dalam sebuah lomba atau permainan, seperti panco atau ssireum (gulat Korea), dia akan mengejek lawannya dan menuntut pertandingan ulang sampai dia menang.
Teman-teman Park mengingatnya sebagai seorang yang sangat gemar membaca sejarah, ia sering berbicara penuh semangat dan panjang lebar tentang pahlawan sejarahnya.[13] Ketika ia berusia sekitar 13 tahun, Park menjadi pengagum Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte. Lee menyatakan Park terkesan karena "perawakan Napoleon yang pendek tidak menghalanginya untuk menjadi hebat". Sekitar waktu ini, dia juga mengidolakan laksamana Korea terkenal Yi Sun-sin. Park membaca biografi tentang laksamana karya Yi Gwangsu yang sangat menyentuh hatinya. Menurut Lee, sebagian besar isi biografi itu meremehkan politisi dan bahkan orang Korea pada umumnya, karena Yi Sun-sin yang kompeten diperlakukan dengan buruk oleh mereka selama hidupnya. Lee berspekulasi bahwa hal ini kemudian mempengaruhi gaya kepemimpinan otoriter Park.[14]
Sekolah Normal Taegu
Pada tahun 1932, Park diterima di Taegu Normal School, sebuah sekolah menengah yang melatih guru sekolah dasar. Penerimaan siswa sangat kompetitif, karena ini adalah sekolah ketiga di Korea dengan biaya sekolah gratis, dan posisi mengajar secara historis dipandang bergengsi di Korea. Park diterima dari 1.070 pelamar di kelas yang terdiri dari 10 siswa Jepang dan 90 siswa Korea, dan menduduki peringkat ke-50 pada saat penerimaan.[15]
Meski gengsi dan biaya sekolah gratis, ibunya sebenarnya berharap ia tidak diterima. Biaya hidup yang dikeluarkan untuk pendidikannya, serta hilangnya bantuan dalam bertani akan memberikan beban yang cukup besar bagi keluarga. Menurut Lee, keluarga Park akan mengalami kesulitan ekonomi terburuk yang pernah mereka alami. Sekitar waktu ini, Asia sedang mengalami dampak Depresi Besar tahun 1929 dan kebijakan kolonial Jepang mengamanatkan bahwa orang Korea mengirimkan sebagian besar hasil pertanian mereka ke Jepang.[16]
Sekolah Park di Taegu bersifat militeristik, terutama karena perwira militer Jepang terlibat dalam menjalankannya. Pada musim gugur, seluruh sekolah berpartisipasi dalam enshū (演習)—program pelatihan militer. Menurut Lee, Park menikmati dan unggul dalam aspek-aspek pelatihan tersebut. Dia mempelajari kendo dan menjadi pemain terompet. Antusiasmenya menarik perhatian Letnan Kolonel Arikawa Keiichi (有川圭一, 1891–1945) dari Tentara Kwantung, yang menjalankan program pelatihan militer dan menyukai Park.[18]
Park menjadi tertarik, ia kemudian berhenti mengajar dan bergabung dengan militer. Namun bagi orang-orang sezamannya, peluangnya tampak kecil; masuk ke Akademi Militer Jepang sangat kompetitif bagi orang Korea ditambah nilai-nilai Park sendiri anjlok. Pada tahun 1935, dia berada di peringkat 73 dari 73 siswa di kelasnya, dan semakin sering bolos sekolah setiap tahunnya.[19] Guru Park mengaitkan hal ini dengan situasi ekonominya yang buruk. Lee berspekulasi bahwa ketidakhadiran tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan orang tuanya mengumpulkan cukup uang untuk biaya sekolah sebelum awal tahun ajaran, yang menyebabkan dia melewatkan beberapa minggu pertama setiap semester. Selain itu, kakak laki-laki Park, Sang Hee, kehilangan pekerjaannya (dan dua anaknya karena penyakit) pada tahun 1935, membuatnya tidak dapat membantu anggota keluarga lainnya.[20]
Sebaliknya, banyak teman sekelas Park berasal dari keluarga yang mampu secara finansial. Beberapa dari mereka mengenang bahwa Park merasa terhina dengan situasinya. Ketika mereka mengumpulkan uang untuk membeli makanan ringan, Park akan pamit dan merajuk sendirian. Salah satu teman sekelasnya ingat saat melihat Park menangis pada suatu malam. Dia dipulangkan untuk mengumpulkan uang untuk biaya hidupnya, meskipun dia tahu bahwa keluarganya tidak akan memilikinya. Lee berspekulasi bahwa Park menjadi lebih pragmatis dan penuh perhitungan selama masa ini, karena sifat-sifat tersebut diperlukan tidak hanya untuk tetap bersekolah, tetapi juga untuk menghindari kelaparan.[21]
Kekasih dan Istri Pertama
Pada tahun 1934, Park diam-diam mulai berkencan dengan Yi Chŏng-ok, yang bersekolah di sekolah perempuan di kota yang sama. Ayah Park ingin melihat Park menikah sesegera mungkin, dan, karena tidak mengetahui tentang hubungan putranya, menjodohkannya dengan wanita lain: Kim Ho-nam. Keduanya menikah pada tahun 1935, saat Park masih mencintai Yi. Meskipun pernikahan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan seorang anak perempuan, Kim terkejut dengan kemiskinan keluarga tersebut, dan pasangan tersebut sebisa mungkin menghindari satu sama lain. Setelah pernikahan mereka, Park punya waktu satu tahun lagi untuk bersekolah, jadi dia meninggalkannya di rumah Park yang kumuh dan kembali ke asrama.
Lihat pula
Referensi
- ^ "[갤럽] "전두환 잘한 일 많다" 16%뿐…노태우는 21%". Naver News. October 29, 2021. Diakses tanggal May 16, 2022.
- ^ Lee (2012), hlm. 8.
- ^ Lee (2012), hlm. 26, 34.
- ^ a b Cho 67 (1997).
- ^ Cho 68 (1997).
- ^ Lee (2012), hlm. 21–23.
- ^ Lee (2012), hlm. 25.
- ^ Cho 70 (1997).
- ^ Lee (2012), hlm. 38.
- ^ 임, 병도 (2016-06-07). "별의별 박정희 우상화, 북한과 뭐가 다른가" [How is the Idolization of Park Chung Hee Different From North Korea's?]. Huffington Post Korea (dalam bahasa Korea). Diakses tanggal 2023-12-23.
- ^ Lee (2012), hlm. 41–42.
- ^ Lee (2012), hlm. 48–49.
- ^ Cho 84 (1998).
- ^ Lee (2012), hlm. 76–78.
- ^ Lee (2012), hlm. 52–53.
- ^ Lee (2012), hlm. 53–55.
- ^ 대봉동 구 대구사범학교 본관 및 강당 (dalam bahasa Korea). December 2005. ISBN 89-8124-506-1. Diakses tanggal 2023-10-24.
- ^ Lee (2012), hlm. 60–61.
- ^ Lee (2012), hlm. 64–65.
- ^ Lee (2012), hlm. 68–69.
- ^ Lee (2012), hlm. 69–70.
Pranala luar
- BBC News' "On this day": a recollection of Park's assassination.
Didahului oleh: Yun Bo-seon |
Presiden Korea Selatan 1963–1979 |
Diteruskan oleh: Choi Kyu-ha |