Caridina linduensis adalah udang air tawar yang termasuk ke dalam famili Atyidae. Salah satu ciri famili ini adalah adanya kumpulan setae (seperti rambut) di ujung kaki pertama dan kedua udang ini.

Caridina linduensis Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Terancam kritis
IUCN198228 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesCaridina linduensis Edit nilai pada Wikidata

Distribusi

Udang ini hanya terdistribusi secara endemik di Danau Lindu dan sungai-sungai sekitarnya.[1] [2]Distribusi yang terbatas ini menyebabkan C. linduensis sangat rentan mengalami kepunahan.[3]

Sejarah taksonomi

Berdasarkan sejarahnya, C. linduensis pertama kali dideskripsi dan dipublikasikan oleh J. Roux pada tahun 1904 berdasarkan spesimen udang air tawar yang dikoleksi oleh Paul Sarasin dan Fritz Sarasin di zona litoral Danau Lindu.[4] [5] Hingga saat ini, spesimen tersebut tersimpan di Museum Basel di Swiss. Setelah lebih dari satu abad lamanya, tidak ada update terbaru mengenai keberadaan spesies ini, hingga dua peneliti Indonesia, melakukan eksplorasi di Danau Lindu dan menemukan kembali keberadaan jenis udang air tawar ini.[1] Udang yang dikoleksi tersebut saat ini tersimpan sebagai spesimen koleksi di Museum Zoologicum Bogoriense BRIN Cibinong, Bogor.

Nama lokal

Penduduk lokal sekitar Danau Lindu menyebut C. linduensis dengan nama "lamale". Nama "lamale" ini sebenarnya adalah Bahasa Kaili untuk udang-udang berukuran kecil. Karena itu, penyebutan lamale bukan hanya berlaku untuk C. linduensis saja, tetapi umumnya juga untuk semua jenis udang lain yang berukuran kecil. Caridina linduensis dewasa memiliki ukuran tubuh sekitar 2 hingga 3 cm.

Keunikan

Keunikan C. linduensis adalah ukuran telurnya yang besar. Menurut Annawaty dan Wowor[1] udang ini memiliki ukuran telur sekitar 1,0-1,1 mm x 0,7mm. Telur berukuran besar umumnya dimiliki oleh udang-udang yang termasuk tipe land-lock species, yaitu udang air tawar yang dalam proses pemijahannya tidak lagi membutuhkan air laut atau air payau untuk menetaskan telurnya. Udang caridina yang bersifat land-lock species di Sulawesi umumnya dijumpai pada jenis udang yang hidup di danau, sebagaimana yang ditemukan juga pada udang caridina yang ada di Danau Poso, Danau Towuti, Danau Mahalona, Danau Matano, Danau Masapi, dan Danau Wawantoa.[6]

Peranan ekologis

Sebagaimana udang air tawar lainnya di perairan, C linduensis memiliki peranan ekologis sebagai detritivor dengan memakan detritus di dasar perairan, selain itu, udang ini juga berfungsi sebagai makanan bagi hewan-hewan air lainnya yang lebih besar. [7]

Referensi

  1. ^ a b c Annawaty, Annawaty; Wowor, Daisy (2015-05-19). "The atyid shrimps from Lake Lindu, Central Sulawesi, Indonesia with description of two new species (Crustacea: Decapoda: Caridea)". Zootaxa. 3957 (5): 501. doi:10.11646/zootaxa.3957.5.1. ISSN 1175-5334. 
  2. ^ Annawaty, Annawaty; Wowor, Daisy; Farajallah, Achmad; Setiadi, Dede; Suryobroto, Bambang (2016-04-01). "Habitat Preferences and Distribution of the Freshwater Shrimps of the Genus Caridina (Crustacea: Decapoda: Atyidae) in Lake Lindu, Sulawesi, Indonesia" (PDF). HAYATI Journal of Biosciences. 23 (2): 45–50. doi:10.1016/j.hjb.2016.04.001. ISSN 1978-3019. 
  3. ^ De Grave, S.; Wowor, D. "Caridina linduensis". Diakses tanggal 25 Februari 2024. 
  4. ^ Roux, J. (1904). "Decapodes d'eau douce de Celebes". Rev Suisse de Zool. 12: 539–572. 
  5. ^ Annawaty; Wowor, Daisy (2023). Memahami Taksonomi Hewan. Malang: Litera Mediatama. hlm. 141–145. ISBN 9786238440030. 
  6. ^ von Rintelen, K.; Cai, Y. (2009). "Radiation of Endemic Species Flocks in Ancient Lakes: Systematic Revision of The Freshwater Shrimp Caridina H. Milne Edwards, 1837 (Crustacea: Decapoda: Atyidae) From The Ancient Lakes of Sulawesi, Indonesia, With The Description of Eight New Species" (PDF). The Raffles Bulletin of Zoology. 57 (2): 343–452. 
  7. ^ Wowor, D.; Cai, Y.; Ng, P.K.L. (2004). Crustacea: Decapoda, Caridea. Freshwater Invertebrates of the Malaysian Region (PDF). Kuala Lumpur: Malaysian Academy of Sciences. hlm. 337–357.