Misinformasi pemotongan kelamin
Misinformasi Pemotongan Kelamin adalah informasi keliru seputar pemotongan kelamin tetapi orang yang menyebarkan percaya bahwa informasi itu benar. Praktik Pemotongan kelamin ini lazim disebut Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) atau female genital mutilation disingkat FGM (dalam bahasa Inggris: ), juga dikenal sebagai mutilasi kelamin perempuan, sunat perempuan, dan khitan perempuan.
Menurut WHO, pemotongan alat kelamin perempuan bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia. Ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari sisi kesehatan, dampak P2GP dapat menimbulkan komplikasi kesehatan reproduksi khususnya membahayakan rahim termasuk infertilitas, masalah urinary, seksual dan masalah psikologis. P2GP tidak ada manfaatnya kecuali melukai klitoris dan merusak sejumlah syaraf septic yang ada di ujung klitoris, yang berisiko pada infeksi saluran kemih, dan perdarahan yang berbahaya bahkan hingga kematian (WHO, 2010).
Pemotongan dapat mengakibatkan masalah fisik seperti infeksi, kemandulan dan nyeri saat berhubungan seks dan melahirkan, serta masalah psikologis seperti kecemasan, depresi dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
WHO memperkirakan sekitar 100-140 juta perempuan dan anak perempuan di dunia mengalami sunat perempuan (WHO, 2008), termasuk di dalamnya Indonesia. Riskesdas (2013), menyebutkan bahwa praktik P2GP terjadi pada anak perempuan umur 0-11 tahun sebesar 51,2 persen, dengan umur waktu disunat tertinggi ketika umur 1-5 bulan (72,4%), usia 1-4 tahun (13,9%), dan 5-11 tahun (3,3%). P2GP terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, di perkotaan sebesar 55,8 persen, lebih tinggi dari pada di perdesaan (46,9%).
Beberapa budaya percaya bahwa memotong kelamin anak perempuan akan mengurangi hasrat seksual mereka, sehingga mencegah hubungan seks pranikah dan di luar nikah. Sedangkan pendapat lain melihat ritual itu sebagai inisiasi menuju kewanitaan. Ada juga yang percaya dengan keliru bahwa agama mereka mewajibkan hal tersebut.
Tipe-Tipe Sunat Perempuan
Terdapat empat tipe sunat perempuan yang dikelompokkan Komnas Perempuan[1]. Tipe 1 adalah eksisi dari preputium dengan atau tanpa eksisi sebagian atau seluruh klitoris. Tipe 2 yakni eksisi preputium dan klitoris bersamaan dengan eksisi total labia minora. Tipe 3 merujuk pada eksisi sebagian atau seluruh eksternal alat kelamin dengan membuka jahitan dari vagina (infibulasi). Sementara itu, tipe terakhir yaitu tipe 4, yang termasuk berbagai macam prosedur lain yang melukai kelamin perempuan termasuk menusuk, menyayat, menggores, menggesek klitoris atau memasukkan tumbuh-tumbuhan ke dalam vagina untuk tujuan nonmedis. Kajian kualitatif yang dilakukan Komnas Perempuan pada 2019 menyatakan, praktik P2GP ini merupakan praktik yang membahayakan perempuan dan merupakan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
Referensi
- ^ "Praktik sunat perempuan diantara mitos minimnya akses edukasi". Tirto.id. 28 September 2023. Diakses tanggal 15 Maret 2024.