Antropologi teknologi

Revisi sejak 18 Mei 2024 08.19 oleh Hendri Saleh (bicara | kontrib) (Teori chaîne opératoire)

Antropologi Teknologi adalah ilmu yang mempelajari proses dan produk dari ilmu perekayasaan atau teknik berskala besar atau kecil baik masa sekarang maupun pada masa lalu.[1]

Ilustrasi seorang pandai besi sedang bekerja, Nuremberg sekitar 1606

Secara etimologis, antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia dari aspek sosial, ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Sedangkan Arum Sutrisni Putri dalam Kompas.com yang melansir Kamus Oxford, mengatakan, antropologi adalah studi tentang masyarakat, budaya serta perkembangannya. Sedangkan dalam Encyclopaedia Britannica, antropologi adalah ilmu kemanusiaan yang mempelajari manusia dalam berbagai aspek, yaitu biologinya, sejarah, ciri-ciri masyarakat serta budayanya.[2]

Teknologi adalah sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sedangkan Delvina Salsabila menulis, reknologi adalah suatu sistem rancangan manusia untuk mempermudah pekerjaan sehingga lebih efisien dan efektif dengan memberikan dampak yang besar tetapi dengan tenaga yang minim.[3]

Dapat disimpulkan bahwa antropologi teknologi adalah ilmu yang mempelajari segala aspek tentang manusia yang berhungan dengan alat bantu kerja manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Sebahagian orang mengatakan Antropologi Teknologi jmemiliki kemiripan dengan Sejarah Teknologi dan Sosiologi Teknologi serta Kajian Sains dan Teknologi. Perbedaanya, cakupan kajian Antropologi Teknologi lebih luas. Dari segi metodologi, Antropologi Teknologi menggunakan metode kerja lapangan yang intensif untuk memahami pembentukan artefak dan sistem teknologi dalam ranah sosial serta budaya budaya.

Ruang Lingkup Antropologi Teknologi

Antropologi Teknologi merupakan salah satu jawaban atas anggapan bahwa Teknologi melulu membahas eksakta yang rumit dan membosankan. Ada juga yang beranggapan produk-produk Teknologi tidak terlalu membutuhkan sarana promosi bahkan sosialisasi.

Bryan Pfaffenberger mengatakan, selain mengaji proses dan produk dari teknologi, ruang lingkup Antropologi Teknologi adalah segala bentuk teknik yang dilakukan masyarakat, mulai dari yang berskala kecil teknologi moderen dalam skala besar. [1]Misalnya pembuatan keranjang-tenun[4] dan pembuatan busur dan anak panah,[5] sampai kepada produksi pesawat terbang, komputer dan sebagainya yang tercanggih.

Bidang kajian lainnya adalah sejarah teknologi, yaitu teknologi yang dipakai masyarakat pada masa lalu. Kajian ini memang hanya dapat dilakukan melalui arkeologi. Namun karena yang dikaji adalah teknik, maka menjadi ruang lingkup Antropologi Teknologi.

Hal ini dapat mencakup pendekatan fenomenologi seperti bagaimana orang merasakan, melihat, mengindra, mencium, dan menangkap melalui tubuh ketika teknologi dipraktikkan dan produk tertentu digunakan. Antropologi Teknologi juga menekankan keterampilan dan pengetahuan tubuh; bahwa teknologi tidak dapat dipraktikkan tanpa menggunakan muscle memory yang ada di luar pembelajaran mental.[6]

Awal Kemunculan Antropologi Teknologi

Bryan Pfaffenberger menulis, bahwa ketertarikan antropolog terhadap teknologi muncul pada abad 19. Ketika itu banyak antropolog menggunakan teknologi sebagai perangkat untuk melakukan klasifikasi dan pengelompokan manusia. Hal ini banyak digunakan pada Antropologi Biologi.

Lebih jauh Bryan Pfaffenberger mengatakan, Antropologi Teknologi dibutuhkan untuk menjelaskan penemuan alat-alat kerja yang diasumsikan digunkana manusia purba. "Antropologi Teknologi akan berfungsi untuk membuktikan masyarakat primitif sudah naik kelas dari kondisi sederhana dan kurang berbudaya menjadi masyarakat yang lebih kompleks dan berbudaya," ujarnya.[1]

Meskipun Lewis Henry Morgan mendebat teori tersebut. Menurut dia penggunaan alat-alat teknologi tidak selamanya berkaitan penemuan, peralihan penggunaan alat (difusi), atau akibat perpindahan penduduk (migrasi)[7]

Debat yang dilontarkan Lewis Henry berlanjut. Kini dia tidak sendiri. Beberapa antropolog pada awal abad 20 juga menolak asumsi museum etnologi yang menggunakan artefak untuk menggambarkan tahapan-tahapan evolusi budaya. Menurut mereka, kebudayaan memiliki kompleksitas tersendiri, tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga perbedaan satu artefak kepada bentuk dan jenis artefak lainnya, tidak selamanya menggambarkan peningkatan kualitas budaya masyarakat.

Bronislaw Malinowski bahkan mengkritik antusiasme teknologi para etnolog tersebut. Dia mengatakan, bahwa teknologi dalam masyarakat harus dipelajari secara holistik, bukan parsial. "Teknologi merupakan satu bagian dari formasi yang kompleks dan saling berhubungan dengan banyak hal, untuk menempatkan antropologi pada pijakan yang lebih ilmiah," ujarnya.[7]

Kritikan-kritikan itu berpengaruh terhadap Antropologi Teknologi. Pada dekade tahun 1900 antropolog di berbagai negara yang menggunakan Bahasa Inggris melaporkan telah terjadi degradasi studi budaya material ke museum etnologi. Artefak-aktefak tidak lagi merupakan materi utama untuk menunjukkan perkembangan budaya manusia. "Antropolog lebih memilih mempelajari budaya sebagai ciptaan mental (mental creation) dan memisahkan teknologi dari pengkajian budaya," tulisnya[8]

Pengaruh Aliran Perancis

Berbeda dengan negara-negara yang menggunajan Bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu pengetahuan, justru di negara-negara yang menggunakan Bahasa Perancis, abad 20 merupakan awal munculnya Antropologi Teknologi. Pada masa itu kajian antropologi beralih dari dekontekstualisasi artefak menjadi proses teknis.

Pada pertengahan dekade 1930an di Perancis berkembang Metodologi Antropologi Teknik. Metode ini disebut chaîne opératoire, yaitu dalam memproduksi suatu artefak membutuhkan serangkaian tindakan teknis dari gerak tubuh.[9] Teori ini dikembangkan oleh Marcel Mauss dan muridnya Leroi-Gourhan.

Marcel menjelaskan bahwa bahwa untuk pembuatan suatu objek diperlukan teknik yang melibatkan gerakan tubuh. Rangkaian gerakan tubuh itu akan dipengaruhi kondisi sosial setempat. Gerakan tubuh tersebut merupakan pembangkit makna yang ampuh, menyaingi ritual keagamaan.[7]

Referensi

  1. ^ a b c Pfaffenberger, Bryan (1992). "Social Anthropology of Technology". JTOR (2): 1. doi:'1..' Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  2. ^ Sutrisni Putri, Arum (2022-12-28). [Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/15/133613469/antropologi-pengertian-ahli-obyek-fungsi-tujuan-dan-manfaatnya?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Desktop "Antropologi: Pengertian Ahli, Obyek, Fungsi, Tujuan, dan Manfaatnya"] Periksa nilai |url= (bantuan). Kompas.com. Diakses tanggal 2024-05-14.  line feed character di |url= pada posisi 17 (bantuan)
  3. ^ Salsabila, Devina (2023-05-10). "Membongkar Rahasia Perkembangan Teknologi Yang Membuat Dunia Semakin Canggih". FTMMUNAIR. Diakses tanggal 2024-06-14. 
  4. ^ Bunn, Stephanie (2022). "Technology as skill in handwork and craft: Basketwork and handweaving." dalam Bruun, Maja Hojer (ed.). The Palgrave Handbook of the Anthropology of Technology. Singapore: Palgrave Macmillan. pp. 61-83.
  5. ^ Lemonnier, Pierre (1986). "The Study of Material Culture today: Toward an Anthropology of Technical Systems". Journal of Anthropological Archaeology. 5 (2): 147–186. doi:10.1016/0278-4165(86)90012-7. 
  6. ^ Ingold, Tim (2001). "Beyond art and technology: the anthropology of skill". dalam Schiffer, Michael Brian (ed.). Anthropological Perspectives on Technology. Albuquerque: Amerind Foundation, New World Studies Series 5. University of New Mexico Press. hlm. 17 - 45
  7. ^ a b c Brunn, Maja Hojer; Wahlberg, Ayo (2022). "The Anthropology of Technology: the formation of a field". In Bruun, Maja Hojer (ed.). The Palgrave Handbook of the Anthropology of Technology. Singapore: Palgrave Macmillan. pp. 1–33. ISBN 978-981-16-7083-1.
  8. ^ Ingold, Tim (1997). "Eight themes in the anthropology of technology. Social Analysis". The International Journal of Social and Cultural Practice. 41 (1): 106–138.
  9. ^ Schlanger, Nathan (2005). "The chaîne opératoire". In Renfrew, Colin; Bahn, Paul (eds.). Archaeology: the Key Concepts. Oxford: Routledge. ISBN 978-0-415-31758-0.