PENGERTIAN KRISIS ENERGI

Krisis energi adalah kekurangan (atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alam lainnya. Krisis ini memiliki akibat pada eknomi, dengan banyak resesi disebabkan oleh krisis energi dalam beberapa bentuk. Terutama, kenaikan biaya produksi listrik, yang menyebabkan naiknya biaya produksi. Bagi para konsumen, harga BBM untuk mobil dan kendaraan lainnya meningkat, menyebabkan pengurangan keyakinan dan pengeluaran konsumen. Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak Bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Listrik/Kelistrikan adalah sifat benda yang muncul dari adanya muatan listrik. Listrik, dapat juga diartikan sebagai berikut:

   * Listrik adalah kondisi dari partikel subatomik tertentu, seperti elektron dan proton, yang menyebabkan penarikan dan penolakan gaya di antaranya.
   * Listrik adalah sumber energi yang disalurkan melalui kabel. Arus listrik timbul karena muatan listrik mengalir dari saluran positif ke saluran negatif.

Bersama dengan magnetisme, listrik membentuk interaksi fundamental yang dikenal sebagai elektromagnetisme. Listrik memungkinkan terjadinya banyak fenomena fisika yang dikenal luas, seperti petir, medan listrik, dan arus listrik. Listrik digunakan dengan luas di dalam aplikasi-aplikasi industri seperti elektronik dan tenaga listrik. Sumber Daya Alam (biasa disingkat SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung dalam bumi, air dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kepentingan pertahanan negara. jenis nya yaitu :

   * SDA dibagi menjadi dua, yaitu,SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui.
  1. SDA yang dapat diperbaharui meliputi air, tanah, tumbuhan dan hewan. SDA ini harus kita jaga kelestariannya agar tidak merusak keseimbangan ekosistem.
  2. SDA yang tidak dapat diperbaharui itu contohnya barang tambang yang ada di dalam perut bumi seperti minyak bumi, batu bara, timah dan nikel. Kita harus menggunakan SDA ini seefisien mungkin. Sebab, seperti batu bara, baru akan terbentuk kembali setelah jutaan tahun kemudian.
   * SDA juga dapat dibagi menjadi dua yaitu SDA hayati' dan SDA non-hayati.
  1. SDA hayati adalah SDA yang berasal dari makhluk hidup (biotik). Seperti: hasil pertanian, perkebunan, pertambakan dan perikanan.
  2. SDA non-hayati adalah SDA yang berasal dari makhluk tak hidup (abiotik). Seperti: air, tanah, barang-barang tambang.


Energi terbaruka,solusi krisis energi

Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara. Namun tidak selamanya energi tersebut bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia dalam jangka waktu yang panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama semakin menipis dan juga proses produksinya yang membutuhkan waktu jutaan tahun.

Menurut Dr. Sudiartono, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi di masa datang untuk pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan yakni bisa diproduksi dalam waktu yang relatif tidak begitu lama dibanding dengan sumber energi takterbarukan. “Namun sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia,” tutur Sudiartono saat bincang-bincang dengan wartawan di ruang Multimedia UGM, Jum’at (27/3).

Sumber energi terbarukan seperti angin, air dan matahari merupakan penghasil energi yang belum begitu banyak dimanfaatkan. Dijelaskan Sudiartono, sebenarnya di Indonesia telah banyak dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) tetapi pada prakteknya tidak beroperasi secara maksimal. Hal ini disebabkan tidak adanya transfer pengetahuan kemasyarakat sehingga PLTM yang telah dibangun tidak beroperasi dengan baik apalagi memberikan manfaat. “Keberhasilan operasionalisasi PLTM akan terwujud jika ada pengelolaan dari masyarakat setempat,” tegas Sudiartono.

Lebih lanjut dipaparkan Sudiharto, Indonesia memiliki sumber-sumber air yan berlimpah, akan tetapi belum banyak yang berfikir untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan aliran sungai sebagai sumber pembangkit listrik belum dilakukan. “Selama ini baru air terjun yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai besar yang bisa memproduksi energi yang besar, meskipun alirannya berjalan lambat, ” jelasnya.

Dikatakan Sudiartono, tidak akan terjadi pembelian listrik dari Malayasia untuk digunakan di daerah pedalaman Kalimantan jika sungai telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi UGM serta perguruan tinggi lainnya untuk mengembangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan.

Ia menambahkan bahwa untuk pengembangan PLTM kuncinya berada pada generator maupun turbin. Dan yang menjadi kendala adalah sampai saat ini Indonesia belum dapat memproduksi generator maupun turbin air sendiri serta memproduksi bahan bakar selain premium. “Penguasaan teknologi Khususnya teknologi energi harus dikuasai terlebih dahulu jika tidak ingin selamanya tergantung pada produk-produk teknologi energi dari negara maju. Tanpa adanya penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi serta teknologi pengelolaan sumber daya energi, maka kedaulatan energi tidak akan tercapai,” terang Sudiartono.

Sementara Drs. Budi Eka Nurcahyo, M.S., wakil kepala PSE UGM terkait dengan ancaman krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia sekitar 20-30 tahun mendatang, menghimbau untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi. Pengembangan bahan bakar nabati seperti bioetanol menjadi salah satu alternatif solusi untuk mencegah krisis energi di masa datang.

“Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi tiap harinya kita nombok sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Melalui pengembangan energi alternatif salah satunya bioetanol, dari energi nabati, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi dimasa datang,” tandas Budi.

Budi menambahkan, membicarakan energi tidak hanya terkait dengan penggunaan energi saja. Namun terkait dengan perilaku dan kebiasaan manusia dalam menggunakan energi. “Kebiasaan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dalam pemanfaatan energi,” tukasnya. [Sumber]