Suku Melayu Basemah

suku bangsa di Indonesia ‎
Revisi sejak 24 November 2024 02.17 oleh Abcdef242526 (bicara | kontrib) (Abcdef242526 memindahkan halaman Suku Basemah ke Suku Melayu Basemah: Judul salah eja)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Suku Melayu Basemah[1] atau juga disebut Melayu Besemah , Besemah, Pasemah, atau Pesemah, adalah suku bangsa yang mendiami wilayah kota Pagaralam, kabupaten Empat Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim. Suku ini secara umum bermukim di sekitar kawasan gunung berapi yang masih aktif, gunung Dempo. Suku bangsa ini juga banyak yang merantau ke daerah-daerah di provinsi Bengkulu. Suku Pasemah merupakan salah satu suku bangsa asli yang berasal dari wilayah Sumatera Selatan yang memiliki kerabatan dengan suku Melayu dan Komering yang juga sudah ratusan tahun tinggal di Sumatera Selatan.

Basemah / Besemah / Pasemah / Pesemah
Daerah dengan populasi signifikan
Empat Lawang, Lahat, Ogan Komering Ulu, Kota Pagar Alam, Muara Enim
Bahasa
Basemah
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Lintang  • Serawai  • Kaur  • Palembang  • Ogan

Asal-usul

Suku Pasemah yang sekarang paling identik adalah Kota Pagar Alam, Lahat, Muara Enim dan Empat Lawang. Empat Lawang merupakan kabupaten baru pemerkaran dari Kabupaten Lahat. Sedangkan Muara Enim yang merupakan suku Basemah adalah daerah sekitar Semendo, kurang lebih 50km dari kota Muara Enim.

Suku Pasemah di Provinsi Bengkulu dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu Pasemah Kedurang dan Pasemah Padang Guci. Kedua kelompok ini mempunyai cerita yang berbeda mengenai asal-usul mereka.[2]

Suku Pasemah Kedurang berasal dari daerah Pasemah Lehar di Sumatera Selatan, dan kini mereka terutama menyebar di wilayah Kecamatan Manna. Orang Pasemah Padang Guci berasal dari daerah Lahat danTanjung Enim di Sumatera Selatan, dan kini mereka terutama menyebar di Kecamatan Manna, Kaur Utara, dan Kaur Tengah.[2]

Di wilayah "asalnya" di Sumatera Selatan, persebaran orang Pasemah dapat dilihat dari persebaran bahasa yang mereka pergunakan. Bahasa Pasemah, yang disebut juga hahasa Basemah. termasuk rumpun bahasa Melayu.

Masyarakat Suku Pasemah yang hidup di sekitar gunung Dempo sebagian besar merupakan petani dengan mengelola kebun. Tanaman pokok adalah yang terbanyak. Saat ini pun daerah ini masih menjadi sentra produksi kopi di Sumatera Selatan. Kopi Semendo adalah salah satu kopi yang paling dicari oleh para penikmat kopi. Sedangkan tanaman lainnya adalah sayuran, Kota Pagar Alam sebagai sentral sayuran sepeti kobis, wortel, cabe, daun bawang, seledri, dan lain-lain.

  • Suku Basemah yang hidup di sekitar Gunung Patah di wilayah Sumatera Selatan, memiliki dua tradisi yakni matrilineal dan patrilineal. Tradisi matrilineal berlaku pada marga Semende daghat (darat).
  • Meskipun memiliki dua tradisi, tapi peranan dan posisi perempuan tetap sama di keluarga maupun masyarakat. Perempuan dan laki-laki bekerjasama mengurus rumah, sawah, kebun, dan akses terhadap hutan, termasuk pula terhadap hukum adat.
  • Tradisi matrilineal di marga Semende Darat sebagai simbol penghormatan terhadap alam yang mereka ibaratkan sebagai ibu. Semua kekayaan alam itu dari ibu kembali ke ibu.
  • Falsafah hidup Suku Basemah yang mengatakan “tidak dapat membantu, tapi jangan merusak jadilah”. Falsafah ini sama seperti sikap alam terhadap makhluk hidup, khususnya manusia.[3]

Sistem kekeluargaan

Sistem pernikahan

Mereka mengenal variasi dalam adat pemikahan dan penarikan garis keturunan. Dalam perkawinan, dikenal adat ambil anak dengan adat menetap nikah matrilokal. Pada perkawinan semacam ini pihak laki-laki tidak membayar uang jujur kepada pihak perempuan. Selain itu, ada adat ambil anak penantian dengan adat menetap nikah matrilokal. Sang suami menetap di lingkungan kerabat istri sampai anak laki-laki mereka dewasa dan berumah tangga. Berdasarkan kedua macam adat di atas, mereka menarik garis keturunan acara matrilineal.

Adat lain adalah kawin belaki dengan adat menetap nikah patrilokal dan penarikan garis keturunan secara patrilineal. Dalam adat perkawinan semacam ini pihak laki-laki membayar uang jujur dan biaya perkawinan pun ditanggung pihak laki-laki. Adat lain adalah semendean dengan adat menetap nikah neolokal. Dalam sistem adat ini tidak ada uang jujur dan biaya perkawinan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Sistem kemasyarakatan

Suku Pasemah tidak berbeda jauh dengan sistem kemasyarakatan kelompok masyarakat lain di Bengkulu. Mereka mengenal wilayah kemargaan yang dipimpin oleh seorang pasirah. Orang Pasemah umumnya adalah pemeluk agama Islam. Walaupun demikian, sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat dalam beberapa bidang kehidupan. Selain mempercayai adanya makhluk halus dan kekuata gaib, orang Pasemah juga menjalankan berbagai upacara adat yang dihubungkan dengan kepercayaan tersebut.[4]

Mata pencaharian hidup

Sekarang ini mata pencaharian utama suku Pasemah adalah menanam padi. Mereka mengenal dua jenis sawah, yaitu sawah tadah hujan dan sawah payau atau rawa-rawa. Berkebun kopi dikerjakan dengan cara membuka hutan. Sistem perladangan ini dilakukan dengan cara sederhana. Daerah ini juga menghasilkan buah-buahan dan sayur-sayuran. Pekerjaan lainnya adalah betemak dan menangkap ikan di sungai. Sebagian masyarakat mengenal seni kerajinan menganyam rotan dan bambu.[4]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Kamus Besar Bahasa Indonesia: Basemah
  2. ^ a b Melalatoa, Junus (1995). Ensiklopedi Bangsa Di Indonesia. CV. EKA PUTRA. hlm. 662. 
  3. ^ "Mongabay.co.id". www.mongabay.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-28. 
  4. ^ a b Melalatoa, Junus (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. CV. EKA PUTRA. hlm. 663. 

Daftar pustaka

  • Brigitte Khan Majlis. Catalogue// Art Institute of Chicago Museum Studies. — 1966. — Vol.33 — № 2. pp. 28—112.
  • Edwin M. Sumatra. Its History and People/ Edwin M. // Artibus Asiae. — 1937. — Vol.7— № 2. — pp. 290—296.
  • Miksic J. Classical Archaeology in Sumatra/ Miksic J. // Indonesia. — 1966.— Vol. 30.— pp. 42—66.

Pranala luar