Syekh Jumadil Qubro

Syekh Jumadil Qubro adalah leluhur Walisongo yang dipercaya berasal dari Samarkand. Tokoh penting yang hidup sezaman dengan Laksamana Cheng Ho tersebut menurunkan para wali di tanah Jawa seperti Maulana Ibrohim Asmoroqondi. Kelak Maulana Ibrohim Asmoroqondi menurunkan Sunan Ampel. Karena hidup sezaman dengan Laksamana Cheng Ho maka Syekh Jumadil Kubro diperkirakan datang ke Nusantara sebagai bagian dari misi ekspedisi perdagangan Kekaisaran Ming Tiongkok. Misi ekspedisi perdagangan Kekaisaran Tiongkok sendiri selain melewati Nusantara juga mengunjungi Kota Mekah.

Nisan Syekh Jumadil Qubro
Makam Syekh Jumadil Qubro

Silsilah Syekh Jumadil Kubro memiliki banyak versi. Versi keluarga Ba'alawi menyebutkan bahwa nama asli Syekh Jumadil Kubro adalah Syekh Jamaludin Akbar al-Huseini. Syekh Jamaludin Akbar al-Huseini adalah putra dari Ahmad Syah Jalaludin (Penguasa Malabar). Versi lain menyebutkan jika Syekh Jumadil Kubro adalah putra Syarif Mekah Muhammad Ibnu Utayfa dan kata Jumadil Kubro itu menunjukkan urutan keturunan keenam dari pendiri kesyarifan klan Qatadiyah. Adapun nasab beliau adalah Syekh Jumadil Qubro bin Muhammad Ibn Utayfa bin Utayfa Ibn Abi Numayy bin Abu Numayy Ibn Hasan bin Hasan Ibn Ali bin Abu al-Hasan Ibn Qatadah bin Syarif Qatadah (berkuasa 1201-1220 M).

Berdasarkan silsilah keluarga Anggawi al-Hasani yang hijrah ke Nusantara maka nama asli dari Syekh Jumadil Kubro kemungkinan besar adalah Muhammad.

Petilasan

Menurut cerita, petilasan makamnya ada di beberapa tempat. Yaitu di Semarang, Trowulan, dan Kecamatan Turi, Yogyakarta. Namun kesemuanya tidak ada yang tahu dimana makam sebenarnya Syekh Jumadil Kubro dimakamkan.

Salah satu (untuk tak mengatakan satu-satunya) bukti ilmiah keberadaan Syekh Jumadil Qubro berada di Padangan Bojonegoro. Tepatnya di puncak Gunung Jali, Tebon, Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur. Ini sesuai catatan ilmiah KH Abdurrohman Wahid dalam buku The Passing Over (1998), analisis ilmiah KH Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2012), dan catatan ilmiah Thomas Raffles dalam magnum opusnya, History of Java (1817) yang secara empiris menyebut Syekh Jumadil Qubro menetap di Gunung Jali Tebon Padangan, Bojonegoro, beserta jejak dakwahnya.

Namun, Syekh Jumadil Qubro yang ditulis The Passing Over (1998), Atlas Wali Songo (2012), dan History of Java (1817) adalah ayah dari Maulana Ibrohim Asmoroqondi. Maulana Ibrohim Asmoroqondi dimakamkan di Tuban. Nama Asmoroqondi diyakini berasal dari kata Samarkand sementara pendapat lain menyebutkan bahwa Asmoroqondi berasal dari kata Semarang. Kata Semarang sekaligus menjadi penanda kelahiran tokoh tersebut sekaligus menjadi petunjuk makam Syekh Jumadil Qubro yang ada di Semarang.

Syiar Islam

Syekh Jumadil Qubro tiba di Nusantara bersamaan dengan ekspedisi Cheng Ho yang membawa komoditas perdagangan. Cheng Ho sendiri melakukan ekspedisi dagang dari Tiongkok hingga Kota Mekah. Di tiap-tiap daerah pelabuhan Cheng Ho menunjuk pemimpin-pemimpin Islam sebagai Syahbandar seperti Syekh Jumadil Kubro di Semarang, Maulana Ibrohim Asmoroqondi di Tuban dan Syarif Abdul Aziz di Peurlak Aceh. Maulana Ibrohim Asmoroqondi menurunkan Sunan Ampel yang menjadi Syahbandar Surabaya sementara Syarif Abdul Aziz menurunkan Syarif Abdullah yang menjadi Syahbandar Malaka.

Ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis, keturunan Syarif Abdullah mundur ke Pulau Jawa dan mendirikan kesyahbandaran baru di Sunda Kelapa dan Banten. Keturunan Syarif Abdul Aziz yang lain yaitu Ali Mughayat Syah kemudian mendirikan Kesultanan Aceh Darusalam. Pendirian Kesultanan Aceh Darusalam sekaligus menandai berakhirnya Kesultanan Samudera Pasai di Aceh.

Meskipun Kesultanan Samudera Pasai telah runtuh, anak keturunannya tetap melanjutkan pemerintahan di Jawa. Sunan Giri yang dikenal sebagai Joko Samudro mendirikan Giri Kedaton di Gresik.

Referensi