Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima
Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen adalah gereja paroki Katolik Roma yang berdiri di Kabupaten Sragen sejak tahun 1957, dan menjadi salah satu karya arsitektur dari Romo Y. B. Mangunwijaya. Bangunan gereja awal berupa 1 bangunan utama dengan bentuk limasan tunggal, dan 1 bangunan pastoran. 50 tahun kemudian, sebagai hadiah yubileum emas, dibangun bangunan gereja limasan ganda. Pada September 2022, saat Misa penerimaan sakramen krisma sekaligus perayaan ulang tahun gereja ke-65, telah diresmikan 2 gedung baru, oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, yang merupakan gedung aula dan pastoran baru. Menara lonceng diresmikan tepat 2 tahun kemudian di bulan dan misa untuk perayaan yang sama.[1]
Gereja Santa Perawan Maria di Fatima | |
---|---|
Gereja Santa Perawan Maria di Fatima, Paroki Sragen | |
Lokasi | Jalan Patimura No. 12, Mageru, Sragen Tengah, Kec. Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah 57211 |
Negara | Indonesia |
Denominasi | Gereja Katolik Roma |
Situs web | paroki-sragen |
Sejarah | |
Dedikasi | Bunda dari Fátima |
Arsitektur | |
Status | Paroki |
Status fungsional | Aktif |
Arsitek | Y. B. Mangunwijaya |
Gaya | Limasan Jawa |
Dibangun | Juli 1968 |
Spesifikasi | |
Jumlah menara | 1 |
Administrasi | |
Paroki | Sragen |
Keuskupan Agung | Semarang |
Provinsi | Semarang |
Sejarah
Benih awal kekatolikan di Sragen dimulai dengan berdirinya Sekolah Dasar Kanisius di desa Jetak yang menumpang di rumah Demang Sontomejo dengan guru R. Sumardji kemudian R.Soewandi, dan RP. Soewardi. Selain sebagai guru mereka juga diberi kuasa menjadi guru agama Katolik oleh Rm. CJJ. Versteeg SJ. Hasil pelajaran agama ditandai dengan dipermandikan dua pemuda asal Sragen di Purbayan pada tgl 24 Desember 1933.
Sejak tahun 1930 sudah ada misa untuk orang-orang Belanda dan Tionghoa, tahun 1937 diadakan misa sekali sekali di Sekolah Dasar Kanisius Jetak, kemudian dihentikan dengan masuknya jepang pada 1942. Hingga tahun 1948 hanya ada sekitar 30 orang Katolik di sekitar Sragen, termasuk di dalamnya beberapa orang Belanda-Katolik.
Geliat manjadi Katolik terasa lagi dengan berdirinya SGB di Beloran yang diperkrasai guru-guru Katolik. Pada Tahun 1951 8 siswa SGB dipermadnikan di Purbayan pada tahun 1953. Tahun 1954 7 orang dipermandikan, tahun 1955 3 orang dipermandikan.
Tahun 1955 berdiri pula Yayasan Saverius. Tanggal 2 September 1957 Didirikan Yayasan PGPM Paroki Santa Perawan Maria di Fatima Sragen dengan Ketua Rm. Yustinus Darmoyuwana, Pr. Tahun 1961 Sragen menjadi stasi paroki Purbowardayan. Rm. F. Kiswono Pr. Sebagai romo paroki membagi diri seminggu di Purbowardayan dan seminggu di Sragen. Tanggal 10 Maret 1963 datanglah 3 suster SFS memulai karya sosial kesehatan di Sragen.
Mulai tahun 1965 Rm. F. Kiswono Pr. Mulai menetap di Sragen. Waktu inilah yang selama puluhan tahun dianggap segai tonggak berdirinya paroki Sragen hingga ditemukannya bukti otentik tanggal 2 September 1957 sebagai hari lahirnya Paroki Sragen. pertengahan Juli 1968 mulai dibangun gereja Joglo dengan arsitek Rm. Y. B. Mangunwijaya Pr yang dibantu Bruder Karto. Agustus 1969 pembangunan selesai kemudian diresmikan dan diresmikan Bapa Kardinal Yustinus Darmajuwono Pr dengan nama pelindung Santa Maria Fatima.[1]
Arsitektur
Gereja karya arsitek Y. B. Mangunwijaya ini bergaya joglo limasan kembar. Ketika baru berdiri 1968, gereja ini masih menjadi stasi dari Paroki Purbayan. Kala itu, bangunannya masih berbentuk joglo tunggal menghadap ke utara. Namun seiring berkembangnya umat, maka bangunan diperluas ke selatan dan menghadap ke barat, dengan ornamen asli yang di tiru sehingga kembar identik. Bangunan ini merupakan bagian dari Heritage Keuskupan Agung Semarang, sehingga tidak dapat diubah seenaknya. Ruang ibadat semi-outdoor dapat menampung sekitar 300 jemaat, berlantaikan tegel bermotif, dan berplafonkan kayu persegi panjang. Namun, bila ada perayaan besar, maka seluruh komplek gereja beserta bangunan pendukung dan tenda bisa menampung 1.500 jemaat.[2][3]
Bagian tiang-tiang samping memiliki motif tanaman berwarna hitam pada tiang, dan merah pada ujung atas tiang. Tiang-tiang samping berdiri berpasang-pasangan di depan enam pintu gereja. Dua tiang yang ada di dekat pintu utama merupakan tiang beton dengan lapisan kayu ukir. Tiga tiang pada sudut gereja memiliki motif yang unik, menggambarkan berbagai bidang kehidupan manusia, sementara pada sudut lainya terdapat ruang pengakuan. Empat tiang tengah memiliki kesamaan motif dengan tiang-tiang samping. Dua tiang di samping altar memiliki bentuk, motif, dan ukuran yang berbeda dari tiang-tiang lainya, dimana tiang ini menjulang besar dan berbentuk oval. Motif pada tiang altar diaplikasikan pada menara lonceng yang dibangun puluhan tahun setelahnya.
Kanopi gereja berbentuk limasan yang lebih kecil, dengan 4 tiang yang sama seperti tiang samping gereja, serta terdapat kaca bergambarkan burung merpati di sisi timur atap. Lampu utama gereja terdapat 2 buah lampu gantung dengan ornamen tanaman. Tabernakel pada altar berbahan kayu, dikelilingi motif gunungan wayang, dengan penutup dari kaca patri berwarna biru-merah-hijau. Salib altar terbuat dari kayu, dan tembok tempat melekatnya salib dilapisi oleh batu alam. sementara meja altar berbahan marmer. Sisi luar dari tembok sakristi juga memiliki corak khas Romo Mangun. Pintu-pintu gereja berupa pagar geser berbahan besi dengan motif kisah-kisah terkenal dari Alkitab, dengan jumlah 7 pintu. Terdapat 14 gambar berisikan kisah jalan salib Yesus yang bergaya jawa, digantung di plafon yang vertikal, yaitu di sisi selatan, utara, dan barat. Terdapat 8 gambar di sisi barat, dan masing-masing 3 gambar di sisi selatan dan utara. Diatas atap joglo sebelah selatan, terdapat sebuah menara besi yang menjadi salah satu ciri khas gereja ini. Hampir semua ornamen dan detail karya Romo Mangun diterapkan pada bangunan-bangunan pelengkap yang dibangun berikutnya.
Taman Doa Ngrawoh
Taman Doa Ngrawoh merupakan salah satu tempat wisata rohani Katolik yang terkenal di Sragen, yang berdiri pada tahun 2017 dan berjarak 12 Km dari pusat kota. Luas taman doa ini sekitar 1,4 Hektare, dan berawal dari lahirnya Lingkungan Ngrawoh pada tahun 1967 dimana pemerintah desa memberikan sebidang tanah untuk mendirikan tempat ibadah.[4]
Pembangunan Taman Doa Santa Maria dari Fatima Ngrawoh diketahui telah melewati 4 tahapan waktu. Tahap pertama dimulai sejak tahun 2011-2012. Beberapa tempat seperti Kapel Adorasi, Tempat Devosi, dan Taman Penunjang dibangun pada tahap ini. Selanjutnya, tahap kedua dimulai pada tahun 2015 dengan konsentrasi pekerjaan pada penataan lahan, galian, tanah urug, pasang dan plester beton. Tahap ketiga dimulai tahun 2016 dengan fokus kerja pada ruang persiapan transit, Kapel Santa Maria dan Santo Yosef, Makam Yesus, MCK dan ruang. Tahap akhir adalah tahap keempat yang dimulai pada tahun 2017. Beberapa pekerjaan pada tahap ini antara lain halaman parkir, kolam pertobatan, gerbang Alfa dan Omega, taman dan finishing. Taman doa ini mampu menarik wisatawan dan menciptakan lapangan kerja seperti pedagang di pasar sekitar.[5]
Untuk memasuki taman doa ini, pengunjung harus meniti beberapa anak tangga dengan medan berkelok. Dari sini, pengunjung bisa melanjutkan perjalanan menuju kolam pertobatan sebelum tiba di taman tempat patung Bunda Maria berdiri.Untuk menjangkau lokasi doa di hadapan Bunda Maria, pengunjung terlebih dulu harus melewati jalan melingkar tak berujung mengelilingi taman. Tak jauh dari taman doa, terdapat Kapel Adorasi yang memiliki kubah berwarna kuning keemasan.[6]
Menurut Mgr. Johannes Pujasumarta, Ngrawoh bisa dikaitkan dengan 'Ngarah Uwoh'
“Ngarah uwoh yaitu bahasa kiasan untuk meyakinkan umat supaya berduyun-duyun berdoa hingga mengarah ke satu titik atau mengarah ke buah. Buahnya apa di sana. Setiap orang kan masing-masing, bisa kesaksian-kesaksian, misalkan sakit bisa sembuh, keinginan mendaftar bisa lulus, atau yang lain,”[4]
Adapun konsep taman doa ingin menggambarkan peziarahan melalui pertobatan dalam jiwa dan roh yang seutuhnya agar bisa mendapatkan pengampunan dari Allah melalui Yesus Kristus. Penggambaran tersebut diwujudkan melalui pembangunan tiga bagian dalam taman doa, yakni pertama menggambarkan perjuangan mengikuti Yesus di dunia yang meliputi bangunan Kapel St. Maria, St. Yusuf, Taman Getsemani, dan Jalan Salib. Kedua, menggambarkan orang yang sudah meninggal atau yang masih hidup menjalani peziarahan iman bersama Bunda Maria. Meliputi bangunan Kolam Pertobatan, Lingkaran Tak Berujung Bunda Maria, dan Salib Millenium. Ketiga, menggambarkan persatuan umat dengan Yesus. Meliputi bangunan Kapel Adorasi Santo Aloysius, bangunan panjang yang lebarnya sama, bangunan menghadap empat sisi, dan 12 pintu gerbang dari 4 sisi tersebut.[4]
Referensi
- ^ a b "Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen".
- ^ "Sejarah Gereja Santa Perawan Maria Di Fatima Sragen".
- ^ "Ibadah Natal, Paroki Santa Perawan Maria Di Fatima Sragen Bisa Tampung 1500 Jemaat".
- ^ a b c "Asale Taman Doa Ngrawoh Sragen, Ziarah untuk Ngarah Uwoh".
- ^ "Resmikan Taman Doa Santa Perawan Maria Fatima Ngrawoh, Bupati Sragen: Warga Sekitar Harus Rasakan Dampak Sosial-Ekonomi".
- ^ "Taman Doa Santa Perawan Kota Sragen Jadi Magnet Wisatawan Berbagai Agama".