Intervensi jurnalistik

Revisi sejak 13 Desember 2024 15.49 oleh Najla Khairani Siregar (bicara | kontrib) (Membuat halaman baru:Intervensi Jurnalistik)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Intervensi jurnalistik adalah tindakan mencampuri urusan kerja media pers yang tidak dibenarkan secara hukum dan merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum dalam undang-undang pers. Oleh karena itu, siapapun yang melakukan perbuatan secara melawan hukum yang dapat menghambat dan/atau menghalangi pers nasional merupakan bentuk intervensi terhadap kebebasan pers.[1]

Seringkali, intervensi jurnalistik mencerminkan sejauh mana jurnalis mengejar misi tertentu dan mempromosikan nilai-nilai tertentu. Artinya, jurnalis dengan sikap intervensionis tinggi tidak melaporkan secara netral dan objektif tetapi terlibat dalam subjek yang mereka laporkan.[2]

Undang-Undang Pers

Penegakkan hukum terhadap perlindungan pers nasional telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers bahwa intervensi terhadap media pers tidak dibenarkan secara hukum dan merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum dalam undang-undang pers yang diatur dalam Pasal 18 yang berbunyi "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana paling lama 2 (dua) tahun atau dengan denda paling banyak Rp 500.000.000,- (Lima ratus Juta Rupiah)”.[3] Dengan demikian, setiap bentuk perbuatan intervensi dan/atau intimidasi terhadap penyelenggaraan pers nasional diancam hukuman pidana. Akan tetapi, dalam proses penyelesaian perkara tidak menutup kemungkinan menggunakan penyelesaian dengan pendekatan hukum lainnya, seperti Restorative Justice.

Bentuk-Bentuk Intervensi Jurnalistik

Berdasarkan Kategorinya:

  1. Intervensi jurnalistik kategori ringan, yang meliputi menolak tuduhan (denial), menghindari tanggung jawab, mengharapkan keringanan tuduhan (mengurangi ofensif suatu peristiwa), mengusulkan koreksi berita (korektif tindakan), mengakui kesalahan, dan meminta maaf (mortification).
  2. Intervensi jurnalistik kategori berat, dapat berupa ancaman nyawa terhadap nyawa wartawan media online[4]

Berdasarkan Sumbernya:

Hasil penelitian Wulandari dan Sunarto (2022), sumber terjadinya intervensi dibagi menjadi 2, yaitu intervensi jurnalistik internal dan eksternal pada ruang redaksi.

  1. Intervensi jurnalistik internal adalah campur tangan yang dilakukan oleh pihak internal berasal dari divisi bisnis media secara langsung.[5] Misalnya, campur tangan divisi periklanan terjadi dalam bentuk pengisian pemberitaan dengan konten berbayar untuk kepentingan pencitraan pihak tertentu. Selain itu, proses campur tangan divisi iklan dalam perubahan pola siaran. Program berita yang biasanya ditayangkan dalam waktu 60 menit, misalnya, setiap saat bisa berubah mengikuti kepentingan dari divisi iklan. Munculnya program “dialog khusus” sebagai bagian dari berita berbayar (advertorial) advertorial dalam program pemberitaan adalah contoh bagaimana campur tangan divisi iklan terjadi dalam kebijakan redaksi media lokal ini. Intervensi internal lainnya berupa perintah penayangan berita dari atasan, baik atasan di kantor lokal maupun dari kantor pusat. Materi berita tidak terbatas pada isu tertentu, tetapi sesuai kepentingan dan arahan yang diberikan. Terkait intervensi jurnlistik dari atasan, pihak redaksi lokal menjalankan perintah tersebut tanpa ada penolakan apa pun dari redaksi. Dengan kata lain, redaksi tunduk jika berkaitan dengan perintah struktur jabatan di atasnya.
  2. Intervensi jurnalistik eksternal adalah campur tangan yang dilakukan secara tidak langsung pengiklan terhadap kerja-kerja redaksi yang secara tiba-tiba menjadi narasumber berita. Menurut Giddens (1986), proses produksi dan reproduksi sistem sosial selalu melibatkan aturan (rules) dan sumber daya (resources) yang dimiliki oleh agen yang terlibat.[6] Setiap agen di dalam dirinya mempunyai berbagai kepentingan dan potensi yang bisa digunakan untuk negosiasi dalam interaksi sosial yang terjadi. Kepentingan dari pihak pemerintah adalah adanya citra baik dalam semua tampilan yang ada dalam berbagai media untuk dikonsumsi publik. Sementara dari pihak media adalah kepentingan untuk melayani publik dengan informasi berkualitas.

Intervensi Internal Demi Ekonomi Media

Sebagai perusahaan media, program-program berita daerah menjadi andalan. Keuntungan perusahaan diperoleh melalui jual beli iklan, baik dalam bentuk iklan komersial maupun dalam bentuk berita berbayar (advertorial). Berita berbayar dapat dimasukkan dalam program berita media tanpa ada pembeda dengan berita lainya. Perusahaan menganggap bahwa berita berbayar lebih mudah untuk ditawarkan pada pengiklan. Pengiklan dari pihak humas pemerintah maupun perusahaan swasta lebih menyukai iklan dalam bentuk advertorial yang tayang dalam badan program berita sehingga tampak secara implisit dan tersamarkan dalam bentuk berita.

Ruang redaksi sebagai ruang kontrol media massa menjadi tempat yang cukup rumit. Sebab, selain memantau kerja-kerja wartawan, posisi pimpinan redaksi atau redaktur menjadi penentu terbit dan tidaknya sebuah berita. Karena itu, ruang redaksi atau newsroom menjadi pusat pengendali berita. Selain itu, budaya media dalam sebuah ruang redaksi juga menentukan kebijakan dan politik ruang redaksi yang bermuara pada sikap konfrontasi dengan menolak sepenuhnya atau berkompromi dengan menyesuaikan diri atas persoalan yang terjadi (Hutagalung, 2017).

Dalam proses intervensi semacam ini redaktur maupun pejabat teras media massa memilih tunduk terhadap kepentigan ekonomi perusahaan yang juga berkelindan dengan kepentingan politik pemilik media. Karena itu, alih-alih bekerja untuk kepentingan publik, wartawan atau jurnalis bekerja untuk kepentingan perusahaan media yang menaunginya.

Intervensi Eksternal Demi Citra Baik Lembaga

Intervensi dilakukan karena pihak eksternal khawatir dengan citra negatif pimpinan lembaganya. Proses produksi berita televisi dapat meliputi beberapa tahapan yaitu praproduksi, produksi, dan pasca produksi (Fachruddin, 2012).[7]

Kegiatan praproduksi terkait dengan kegiatan redaksi berita televisi dalam mencari isu-isu terhangat yang akan diliput, baik peristiwa terkini, kejadian tertentu, dan lain sebagainya.

Pencarian isu ini dapat dilakukan melalui rapat redaksi. Dalam memutuskan berita apa saja yang akan diliput, redaktur atau produser berita akan berkoordinasi dengan bagian koordinator liputan agar menugaskan jurnalis yang akan turun ke lapangan. Format berita sering kali ditentukan dalam tahapan ini.

Kegiatan produksi terkait dengan kegiatan di lapangan saat liputan atau pengumpulan materi siaran berita. Hasil liputan akan diseleksi dan di-preview, baik secara skrip, visual maupun audio. Kegiatan pascaproduksi meliputi editing naskah dan audio visual. Video dipilih dan diedit. Sedangkan materi audio direkam. Editor kemudian melakukan mixing dalam pengawasan produser/redaktur. On air meliputi on berita dan evaluasi berita gambaran kegiatan redaksi. Dalam tahap produksi, pihak media melakukan liputan berita yang dilakukan oleh jurnalis yang ditugaskan saat rapat redaksi berlangsung.

Pada kegiatan praproduksi pihak redaksi melakukan perencanaan dari serangkaian kegiatan peliputan yang akan dilaksanakan. Redaktur atau produser menugaskan reporter untuk melakukan peliputan sesuai proyeksi yang dibuat dalam rapat redaksi.

Pada tahap pascaproduksi dilakukan kegiatan usai peliputan di lapangan dilakukan, antara lain melakukan editing naskah, audio visual, dubbing maupun on air dan evaluasi tayangan. Selain itu, juga dilakukan pengunggahan berita di kanal YouTube.

Daftar Referensi

  1. ^ Fuqoha, Fuqoha; Firdausi, Indrianti Azhar; Sanjaya, Arga Eka (2019-07-02). "Perlindungan Hukum Terhadap Intervensi Pemberitaan dalam Kerangka Kemerdekaan Pers Nasional". Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum (dalam bahasa Inggris). 3 (1): 75–92. doi:10.30656/ajudikasi.v3i1.1436. ISSN 2614-0179. 
  2. ^ "Journalistic interventionism". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2024-05-19. 
  3. ^ https://dewanpers.or.id/assets/documents/peraturan/2110180503_1999_undang-undang_No_40_tahun_1999_tentang_Pers.pdf
  4. ^ Nurmalia, D., Hafiar, A., Karlinah, S. (29 April 2024). [file:///Users/mac/Downloads/5.+Copy+Editing+Fix+44-59+Dennisa.pdf "The Influence of Journalist Competence, Intervention of Polluting Companies and Government Support on Reporting Water Pollution in Online Media"] Periksa nilai |url= (bantuan) (PDF). Jurnal Simbolika. 10 (1).  line feed character di |title= pada posisi 66 (bantuan)
  5. ^ Shortcuts (Mac) Printable PDF file on DVD. Elsevier. 2010. hlm. 326–327. ISBN 978-0-240-52183-1. 
  6. ^ Octavianto, A, W. (2014). [file:///Users/mac/Downloads/417-Anonymous%20Manuscript%20for%20Review-768-1-10-20160720.pdf "STRUKTURASI GIDDENS DAN SOCIAL CONSTRUCTION OF TECHNOLOGY (SCOT) SEBAGAI PISAU ANALISIS ALTERNATIF PENELITIAN SOSIAL ATAS TEKNOLOGI MEDIA BARU"] Periksa nilai |url= (bantuan) (PDF). Jurnal Ilmu Komunikasi. 6 (2).  line feed character di |title= pada posisi 47 (bantuan)
  7. ^ https://kc.umn.ac.id/id/eprint/15117/5/BAB_III.pdf