Connie Rahakundini Bakrie

Akademisi dan pakar Hubungan Internasional asal Indonesia
Revisi sejak 16 Desember 2024 02.57 oleh Derryfirma (bicara | kontrib)

Prof. Dr. Rahakundini Laspetrini (Bandung, 3 November 1964) atau lebih dikenal sebagai Connie Rahakundini Bakrie adalah seorang Guru Besar bidang Hubungan Internasional di Universitas Negeri Saint Petersburg, Rusia (St Petersburg State University), merangkap Ambassador of Science and Education of Russia. Dengan latar belakang pendidikan dan profesional yang luas pada studi pertahanan yang digeluti di Australia, Asia Pasifik, Taiwan, Tiongkok, Amerika Serikat, Israel, dan Inggris, Profesor Connie memantapkan dirinya sebagai ahli Hubungan Internasional dan Pertahanan, khususnya Pertahanan Maritim dan Dirgantara.

Connie Rahakundini Bakrie
LahirRahakundini Laspetrini
3 November 1964 (umur 60)
Bandung, Jawa Barat, Indonesia[1]
AlmamaterUniversitas Indonesia
PekerjaanAnalis Pertahanan, Militer dan Intelijen
Suami/istri
(c. 2014)
Anak3
Orang tua
  • Bakrie Arbie (bapak) Nyi Raden Sekarningsih Ardiwinata (ibu)

Profesor Connie adalah anggota tetap Valdai Discussion Club, sebuah Think Tank berbasis di Moskow yang  berfungsi untuk memberikan masukan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin terkait strategi kebijakan luar negeri. Ia pernah tercatat sebagai Peneliti Senior di Institute of National Security Studies (INSS) di Tel Aviv, Israel. Saat ini menjadi Ketua Dewan Penasihat Maritim Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Pernah menjabat Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas), anggota Dewan Pakar Partai Nasdem sebelum akhirnya mengundurkan diri.

Saat ini, ia dikenal sebagai rekan dekat Presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, serta menjadi simpatisan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Kiprah Dunia Internasional

Pada Juni 2024, Dr. Connie menerima gelar Profesor dan ditunjuk sebagai Guru Besar di bidang Hubungan Internasional di Saint Petersburg State University, sebuah institusi akademik bergengsi kelas dunia dengan sejarah lebih dari 300 tahun dan 9 peraih Nobel di berbagai bidang. [2] Ia memilih Saint Petersburg di antara tawaran dari universitas lainnya di Rusia, termasuk Moskow dan Kazan.[3]

Peran aktifnya di Valdai Discussion Club sejak 2022 memperkuat posisinya dalam hubungan internasional. Valdai melibatkan komunitas ilmiah dari lebih dari 71 negara dan menjadi forum penting dalam kebijakan luar negeri Rusia.[4] Connie adalah satu-satunya ilmuwan Indonesia yang pernah berbicara langsung dalam forum ini di hadapan Presiden Rusia Vladimir Putin.[5]

Ia juga memfasilitasi kolaborasi antara pelaku usaha dan perbankan Indonesia dengan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, serta menjalin kemitraan antara Saint Petersburg State University dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan beberapa universitas di tanah air.

Keterlibatan akademisnya sebelum berlabuh di Rusia, Profesor Connie berperan aktif dalam meningkatkan peran dan postur militer Indonesia di berbagai forum dan lembaga kajian pertahanan internasional, meliputi :

- National Defense University (NDU), Washington DC (AS)

- The East West Center, Washington DC (AS)

- ASEM-EU Regional Architecture, Brussels (Belgia)

- Geneva Centre for Security Policy, Geneva (Swiss)

- Institute of National Security Studies, Tel Aviv (Israel)

Sebagai mantan senior researcher di INSS, Profesor Connie kerap mendapat sorotan, lantaran pemikirannya yang seringkali out of the box tentang Israel.

Kiprahnya yang luas di internasional, tak lepas dari pengalaman panjangnya pada berbagai lembaga pendidikan dan kajian khusus bidang pertahanan di berbagai negara, meliputi : [1]

- Asia Pacific Centre for Security Studies (APCSS), Hawaii (AS).

- Fu Xi Kang War Academy, Republic of China / Taiwan

- Chevening Executive Program for Democracy and Security at Birmingham University, England (UK).

- NISCSS, National Institute for South China Sea Studies, Jiangdong, China

- MIT Boston, United States dalam Future Leaders Programme

Dengan kiprahnya yang mentereng di dunia internasional, sempat membuat dirinya dianggap sebagai Agen Intelijen Israel (Mossad), dan kemudian kedekatannya dengan Kremlin membuat dirinya dituduh sebagai Agen Intelijen Rusia (KGB / FSB). Profesor Connie merespons tuduhan tidak berdasar ini dengan humor intelektual : "Jika seseorang membiarkan dirinya dituduh sebagai Agen Mossad dan Agen KGB, maka artinya sekaligus saya juga Agen MI6 (Inggris) atau Agen CIA (AS)," kelakar Profesor Connie pada podcast milik Mantan Ketua KPK Abraham Samad. [6]

Peran Domestik dan Politik

Profesor Connie memainkan peranan penting dalam membentuk sektor pertahanan Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Ia memberikan masukan kepada institusi-institusi utama, meliputi :

- Kementerian Luar Negeri (Kemlu)

- Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)

- Kementerian Pertahanan (Kemhan)

- Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas)

- Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas)

- Badan Intelijen Negara (BIN)

- Badan Intelijen Strategis TNI (Bais TNI)

- Markas Besar TNI

- Mabes POLRI

Pemikiran dan Karya Tulis

Buku "Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal"  (2007) ditulisnya sebagai karya saat menyelesaikan studi S2 dan memperoleh gelar Master of Science dari Universitas Indonesia dengan tesis bertajuk "Pembangunan Kekuatan Pertahanan Negara: Studi Perencanaan Pembangunan Kekuatan TNI yang Ideal dalam Menjalankan Fungsi Pertahanan Negara di Masa Mendatang".

Buku "Defending Indonesia" (2008) membahas tantangan pertahanan, diluncurkan di Kedutaan Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Washington DC dan National Defence University, Pentagon.[7][8] Buku ini kemudian memicu perdebatan terkait prioritas strategis TNI. Kritikus menilai rekomendasinya terlalu berfokus pada pertahanan maritim dan dirgantara, sehingga dianggap mengabaikan kebutuhan pertahanan lainnya. Selain itu ia dengan jelas menuliskan bahwa TAP VI dan VII MPR RI merupakan kesalahan, karena dua alasan :

1. Memisahkan secara hitam putih antara pertahanan dan keamanan.

2. Menempatkan Polri langsung berada di bawah Presiden.

Kedua buku karya Profesor Connie menjadi rujukan-rujukan yang digunakan Menteri Pertahanan RI periode 2004 s/d 2009, Profesor Juwono Sudarsono, yang merupakan figur sipil kedua yang menjabat Menteri Pertahanan RI setelah Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD), dalam menyusun program kebijakan jangka panjang terkait proses modernisasi atau peremajaan Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutsista) Indonesia yang dikenal dengan nama Minimum Essential Force (MEF / Kekuatan Pokok Minimal).[9]

Kebijakan MEF yang dirancang agar dalam 3 Renstra (Rencana Strategis) selama 15 tahun, atau 3 periode pemerintahan, hingga 2024. Kebijakan MEF ini kemudian diketok palu menjadi program jangka panjang sejak 2009 s/d 2024 ini, banyak memasukkan pemikiran yang dituangkan Connie dalam dua bukunya, maupun karya-karya ilmiah di bidang pertahanan yang melibatkan langsung peran serta Profesor Connie dalam perencanaan Renstra untuk merealisasi MEF. Tiga pilar komponen postur dalam kebijakan MEF 2009 s/d 2024 yang dicanangkan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, yakni : Kekuatan, Sebaran, Penempatan, dan Kemampuan, yang merupakan intisari dari dua buku yang ditulis oleh Connie.

Buku "Globalisasi dan Grand Strategy Pembangunan Kekuatan Militer" (2012) berisi uraian mendalam dan menyeluruh mengenai strategi pembangunan kekuatan militer dalam konteks globalisasi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian dalam rangkaian menyelesaikan studi S3 di Universitas Indonesia dengan disertasi komparatif berjudul "Pembangunan Kekuatan Negara : Studi Komparatif Antara Indonesia dan Israel Berdasarkan Elemen Militer".

Untuk menyelesaikan studinya S3 ini, Connie kemudian harus menetap di Tel Aviv untuk menjadi seior researcher di Institute of National Security Studies (INSS), Tel Aviv, Israel. Connie lulus dengan nilai sidang 85 dengan IPK 3,96, serta meraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia pada 2013.

Buku "Aku adalah Peluru : Mahabbah Connie Rahakundini Bakrie dalam Jejak Peradaban Maritim" (2019), yang isinya mengurai historis rangkaian kekuatan militer maritim yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lalu, untuk menjadi rujukan bagi perumusan Renstra MEF Tahap 3 (2019 s/d 2024). [10]

Berbagai karya tulis hasil pemikiran Profesor Connie, telah membantu pemerintahan merealisasikan Strategi Negara Poros Maritim Dunia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo Pada periode 2016 s/d 2017, serta berkontribusi dalam mempengaruhi kebijakan seperti pada strategi MEF untuk memodernisasi militer Indonesia (2009 s/d 2024).

Berikut karya tulis lainnya yang diterbitkan sebagai jurnal ilmiah :

- Pengaruh Perang Rusia dan Ukraina terhadap Perekonomian Negara Kawasan Asia Tenggara (2022)

- Tantangan, Kebutuhan, dan Masalah Pembangunan Postur dan Kapabilitas Militer Indonesia pada era Reformasi

- China and Indonesia Solidify Plans

- Alur Laut Kepulauan Indonesia: Peluang dan Ancaman Bagi NKRI  

- Binter Milenial pada Era Vuca (2020)


KONTRIBUSI PERTAHANAN DAN MARITIM


Sebagai suaka terkemuka dalam strategi pertahanan Indonesia, Profesor Connie mendirikan Indonesia Maritime Institute (IMI) dan menjabat sebagai Pengawas di Indonesia Institute of Maritime Studies (IIMS) bersama Ambassador Hasyim Djalal dan Laksamana Kent Sondakh, serta Direktur Eksekutif Institute of Defense and Security Studies (IODAS) bersama para pakar hubungan internasional dan pertahanan seniornya seperti Koesnanto Annggoro, Andi Widjayanto dan Makmur Keliat.  Ia juga tercatat berperan aktif di berbagai komunitas internasional, di antaranya :[11]

- ASEAN Political - Security Community (APSC)

- Council for Security Cooperation in the Asia Pacific (CSCAP), Melbourne, Australia

- International SLOCS (Sea Lanes of Communication) Academic Community

- International Scholars of Non Aligned Movement, Sorbonne dan Le Havre University, Perancis


Saat berperan aktif sebagai sebagai Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas), ia mendorong perlunya melibatkan Industri Pertahanan Swasta untuk mengakselerasi Industri Pertahanan Nasional yang saat itu masih sepenuhnya dikuasai negara, sekaligus mengkritisi keras industri pertahanan swasta semu (pseudo indhan) yang dianggapnya sebagai bentuk kebohongan publik dan melemahkan industri, serta membahayakan aktor pertahanan Indonesia di medan tugas.

Referensi

  1. ^ Andryanto, S. Dian (2023-07-23). "Profil Connie Bakrie, Analis Militer yang Dukung Pembuatan Galangan Kapal Al Zaytun". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-10. 
  2. ^ "History | St Petersburg University". english.spbu.ru (dalam bahasa Rusia). Diakses tanggal 2024-12-13. 
  3. ^ Abraham Samad SPEAK UP (2024-10-17), Prof. Connie: Gibran Sebaiknya Mengundurkan Diri. Indonesia Hadapi Tantangan Global | #SPEAKUP, diakses tanggal 2024-12-13 
  4. ^ "Valdai Discussion Club". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2024-11-10. 
  5. ^ "Indonesia – Russia: From the Past to the Future, History and Prospects". Valdai Club. Diakses tanggal 2024-12-13. 
  6. ^ Abraham Samad SPEAK UP (2024-10-17), Prof. Connie: Gibran Sebaiknya Mengundurkan Diri. Indonesia Hadapi Tantangan Global | #SPEAKUP, diakses tanggal 2024-12-13 
  7. ^ antaranews.com (2013-01-09). "Rahakundini raih gelar doktor politik UI". Antara News. Diakses tanggal 2024-12-13. 
  8. ^ "Profil Connie Rahakundini Bakrie". tirto.id. Diakses tanggal 2024-12-13. 
  9. ^ Rizkita, Neshka. "Arti Minimum Essential Force yang Disinggung di Debat Pilpres". detikjatim. Diakses tanggal 2024-12-13. 
  10. ^ antaranews.com (2019-02-22). "Buku "Aku adalah Peluru" diluncurkan". Antara News. Diakses tanggal 2024-12-13. 
  11. ^ "Wayback Machine" (PDF). www.smgconferences.com. Diakses tanggal 2024-12-16.