Invasi Banten oleh Cirebon (1650)
Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Invasi Cirebon ke Banten terjadi karena Kesultanan Banten tidak ingin takluk kepada Kesultanan Mataram.
Invasi Banten oleh Cirebon (1650) | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Pacirebonan | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Kesultanan Cirebon Kesultanan Mataram | Kesultanan Banten | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Panembahan ratu II Pangeran Martasari Ngabei Panjangjiwa Amangkurat I |
Abu al-Mafakhir dari Banten Lurah Astrasusila Demang Narapaksa Demang Wirapaksa | ||||||
Kekuatan | |||||||
60 kapal | 50 kapal | ||||||
Korban | |||||||
Seluruh, kecuali 1 selamat | tidak diketahui |
Pertempuran
terjadi pergerakan 60 kapal layar tampak menuju Pelabuhan Tanara. Senapati atau pemimpinnya adalah Ngabei Panjangjiwa yang menyertainya adalah Pangeran Martasari, sebagaimana dikisahkan pada "Disintegrasi Mataram : Dibawah Amangkurat I" dari H.J. De Graaf.
Sebaliknya, pihak Banten mengirimkan sebuah armada yang terdiri atas 50 kapal.Banyak punggawa lainnya juga turut serta. Sultan berjanji akan memberi hadiah dua ribu rial, dan sehelai kampuh (kain kebesaran) apabila tercapai kemenangan.
Setiba di Tanara, Astrasusila menunggu sambil bersembunyi di Tanjung Gede, kedua pemimpin lainnya di Muara Pasiliyan. Pada pagi hari orang Cirebon berdayung memasuki pelabuhan Tanara. Ngabei Panjangjiwa membuang senjatanya dan menyerah kepada Demang Wirapaksa.
Ia dikirim kepada Sultan, yang mengampuninya. Ketika orang Cirebon lainnya melihat senjata - senjata sedang terapung, belum mengerti mereka bahwa Panjangjiwa tanpa sedikit perlawanan pun telah menyerah. Mereka diserang secara tiba - tiba oleh Astrasusila dan dua orang demang.
Hanya satu kapal yang selamat, di bawah pimpinan Martasari, sedangkan 50 kapal dapat dirampas. Para awak kapal tidak melawan, dibelenggu, dan diturunkan di padang Sumur Angsana. Di sana mereka semua dibunuh, sekalipun mereka minta ampun. Kepala dari jasad yang sudah meninggal mereka dikirim ke Surosowan (Banten).
Peristiwa tragis ini terjadi pada hari ketiga puluh bulan Ramadan. Pada hari Lebaran para prajurit kembali ke Banten. Bulan Ramadan tanggal 30 ini jatuh pada tanggal 22 Desember tahun 1650, dimana hari Lebaran Idul Fitri jatuh pada hari berikutnya.