Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani dengan cara budidaya massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut. Ayam kampung tidak memiliki istilah ayam kampung petelur maupun pedaging. Hal ini disebabkan ayam kampung bertelur sebagaimana halnya bangsa unggas dan mempunyai daging selayaknya hewan pada umumnya [1] Nama ilmiah untuk ayam kampung adalah Gallus domesticus. Aktifitas penternakan ayam kampung telah ada sejak jaman dahulu. Generasi pertama ayam kampung adalah dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) . Dengan masuknya pedagang dari negeri China lahirlah generasi kedua ayam kampung yaitu perpaduan antara ayam kampung generasi pertama dengan ayam kampung Canton dari Negeri China. Generasi ketiga ayam kampung adalah hasil perpaduan beberapa bibit dari luar negeri yang dibawa oleh penjajah Eropah dengan generasi kedua ayam kampung.

Ayam kampung sedang diberi makan di tanah terbuka.


Latar belakang

Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Sejak kecil kita setiap hari bisa melihatnya. Walau saat ini ayam kampung dikota-kota besar sudah jarang terlihat berkeliaran bebas, bukan berarti keberadaannya punah. Di pinggiran kota masih banyak orang memelihara ayam kampung. Baik dibudidayakan secara sungguh-sungguh maupun hanya sekedar peliharaan untuk memanfaatkan sisa-sisa makanan yang eman-eman kalau dibuang begitu saja. [2] Istilah "Ayam kampung" semula adalah kebalikan dari istilah "ayam ras", dan sebutan ini mengacu pada ayam yang ditemukan berkeliaran bebas di sekitar perumahan. Namun demikian, semenjak dilakukan program pengembangan, pemurnian, dan pemuliaan beberapa ayam lokal unggul, saat ini dikenal pula beberapa ras unggul ayam. Untuk membedakannya kini dikenal istilah ayam buras (singkatan dari "ayam bukan ras") bagi ayam kampung yang telah diseleksi dan dipelihara dengan perbaikan teknik budidaya (tidak sekedar diumbar dan dibiarkan mencari makan sendiri). Peternakan ayam buras mempunyai peranan yang cukup besar dalam mendukung ekonomi masyarakat pedesaan karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan pemeliharaannya relatif lebih mudah.[3] Ayam kampung mempunyai nilai gizi yang baik. Selain itu juga mempunyai rasa yang lebih khas dan nikmat dibanding dengan jenis ayam pedaging maupun petelur. Serat yang liat dan kenyal menjadi ciri utamaya. Bahkan setiap lebaran ayam kampung identik dengan makanan yang harus diada-adakan.[4] Tujuan utama orang memlihara ayam kampung adalah untuk diambil telur, daging, dan untuk dikembang biakkan. Ayam kampung juga siap membesarkan anak-anaknya sendiri bila dilepas bebas. Ayam kampung mempunyai keistimewaan dibanding yang lain, diantaranya : Ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit. Tahan dan mudah menyesuaikan dengan cuaca di Indonesia. Makanannya mudah, bahkan bila di pelihara ala kadarnya cukup diberi makanan sisa-sisa. Dapat dilepas secara bebas.

Sejarah Perkembangan ayam kampung

Jenis ayam kampung sudah dikenal sejak jaman kerajaan kutai. Pada saat itu, ayam kampung merupakan salah satu jenis persembahan untuk kerajaan sebagai upeti dari masyarakat setempat. Kaharusan menyerahkan upeti menyebabkan ayam kampung selalu diternakan oleh warga kampung dan menyebabkan ayam kampung tetap terjaga kelestariannya. Di samping itu, ayam kampung memang sesuai dengan selera masyarakat setempat. Kebiasaan beternak ayam kampung tersebutlah yang menyebabkan ayam ini mudah dijumpai di tanah air. [5]

Sampai sekarang sistem upeti dalam arti perpindahan barang (ayam kampung) dari desa ke kota masih tetap ada. Bedanya, saat ini perpinddahan tersebut lebih bersifat bisnis.[6]

Sebagai sumber pangan

Ayam kampung disukai orang karena dagingnya yang kenyal dan "berisi", tidak lembek dan tidak berlemak sebagaimana ayam ras. Berbagai masakan Indonesia banyak yang tetap menggunakan ayam kampung karena dagingnya tahan pengolahan (tidak hancur dalam pengolahan). Ayam kampung dipelihara oleh masyarakat terutama sebagai sumber protein hewani baik berupa telur maupun daging, di samping kotorannya juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman maupun pakan ikan.[7] Sebagai sumber protein hewani telur dan daging mengadung asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.[8] Oleh karena itu, agar ayam kampung dapat berproduksi dengan baik salah satunya harus diberikan pakan yang cukup.[9]. Ayam kampung memerlukan komposisi nutrisi yang tepat, termasuk jika menginginkan ayam kampung yang memiliki tingkat produksi telur yang tinggi.[10]

Pemeliharaan ayam kampung

Ada dua cara memelihara ayam kampung, yaitu dipelihara dengan dilepas bebas atau istilahnya diliarkan dan yang kedua dibudidayakan. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Ayam kampung yang dilepas bebas biasanya mempunyai tingkat kekebalan yang tinggi. Kita bisa menghemat biaya makanan. Karena ayam cukup diberi makan pagi hari saat akan dilepas berupa sisa-sisa makanan dan tambahan bekatul secukupnya. Selebihnya ayam akan mencari makan sendiri disekitar rumah. Namun cara ini juga ada kelemahannya. Ayam lambat untuk berkembang lebih banyak, karena tingkat kematian pada anak ayam relatif lebih tinggi. Waktu mengasuh terlalu lama yang berarti mengurangi produktifitas. Kita kurang bisa mengontrol keberadaan ayam. Sehingga kemungkinan dimangsa predator maupun hilang lebih tinggi.

Sedang bila kita membudidayakan dengan cara dikandangkan tentu lebih banyak keunggulanya. Walau tentu masih juga ada kekurangannya.

Ayam yang dikandangkan lebih mudah dikontrol keberadaannya. Kita bisa mempercepat populasi nya dengan cara setiap ayam yang bertelur kita ambil dan kumpulkan untuk ditetaskan secara bersama dalam satu indukan atau mesin penetas. Anak ayam tidak harus mengikuti induknya. Namun dapat dipisah dan ditempatkan dengan pemberian panas cahaya listrik (untuk penghangat) dan makanan yang sesuai. [11]

Pemilihan bibit unggul

Dalam pengembangannya, ditemukan berbagai hambatan, terutama bagaimana cara meningkatkan produktivitas nya yang relatif rendah, sistem pemeliharaan yang masih tradisional, pakan yang diberikan masih seadanya, dan belum terlaksananya sistem pengendalian penyakit dengan baik, sehingga hambatan-hambatan tersebut menjadi kendala dalam pengembangan ternak ayam buras di pedesaan.Dalam pembudidayaan ayam kampung, permasalahan yang sering ditemui adalah penyediaan bibit ayam kampung unggul. Dalam pencarian calon bibit unggul, selain didasarkan dari tampilan luarnya, juga seleksi ayam kampung yang berbasis konsep pemuliaan ternak, sehingga diperoleh bibit unggul, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas ternak. [12]. ciri-ciri bibit unggul ayam, yaitu: 1. Bagian tubuh tak ada yang rusak atau cacat, misalnya kaki utuh dan leher lurus. 2. Otot gempal dan kuat, terutama di bagian paha dan dada. Tulangnya juga kuat. 3. Susunan bulu teratur, saling menghimpit dan tampak mengkilat. Kondisi bulu yang baik mencerminkan kondisi kulit yang baik pula. 4. Mata cerah dan pandangannya tampak tajam. 5. Gerakannya gesit yaitu mudah berontak bila dipegang. 6. Ukuran badannya sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. 7. Induk jantan mempunyai jengger yang berwarna merah cerah, kepala tampak kokoh, paruh pendek, tajam dan kuat. 8. Jarak ujung tulang dada dengan dubur berjarak minimal tiga jari tangan.


Lihat pula

Rujukan

  • Kamal. 1994. Kontrol Kualitas Pakan dan Menyusun Pakan Ternak.Yogyakarta: UGM Press.
  • Murtidjo BA. 1994. Mengelolah Ayam Buras.Yogyakarta: Kanisius.
  • Rasyaf M. 1992. Produksi dan Pemberian Pakan Unggas. Yoyakarta: Kanisius.
  • Sarwono B.1995. Berternak Ayam Buras. Jakarta:Penebar Swadaya.
  • Sujionohadi K, Setiawan AI. 1993. Ayam Kampung Petelur. Jakarta :Niaga Swadaya.
  • Wihandoyo. 1991. Serba Serbi Preatasi Ayam Buras. Yogyakarta: UGM Press.
  • Wiharto. 1991. Ilmu Peternakan Umum. Malang: Nuffic Universitas Brawijaya Malang.
  • Blog Pertanian Indonesia.

Referensi

  1. ^ Rasyaf M. 1992. Produksi dan Pemberian Pakan Unggas. Yoyakarta: Kanisius.
  2. ^ Blog Pertanian Indonesia.
  3. ^ Sarwono B.1995. Berternak Ayam Buras. Jakarta:Penebar Swadaya.
  4. ^ Blog Pertanian Indonesia.
  5. ^ Sujionohadi K, Setiawan AI. 1993. Ayam Kampung Petelur. Jakarta :Niaga Swadaya.
  6. ^ Sujionohadi K, Setiawan AI. 1993. Ayam Kampung Petelur. Jakarta :Niaga Swadaya.
  7. ^ Murtidjo BA. 1994. Mengelolah Ayam Buras.Yogyakarta: Kanisius.
  8. ^ Kamal. 1994. Kontrol Kualitas Pakan dan Menyusun Pakan Ternak.Yogyakarta: UGM Press.
  9. ^ Wihandoyo. 1991. Serba Serbi Preatasi Ayam Buras. Yogyakarta: UGM Press.
  10. ^ Rasyaf M. 1992. Produksi dan Pemberian Pakan Unggas. Yoyakarta: Kanisius.
  11. ^ Blog Pertanian Indonesia.
  12. ^ Wiharto. 1991. Ilmu Peternakan Umum. Malang: Nuffic Universitas Brawijaya Malang.