Songket

Kain tenun jenis brokat yang berasal dari Sumatra Selatan dan Sumatra Barat
Revisi sejak 24 Oktober 2010 02.45 oleh TjBot (bicara | kontrib) (bot kosmetik perubahan)

Songket adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Songket digolongkan dalam keluarga tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara resmi. Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain menimbulkan efek kemilau cemerlang.

Songket Minangkabau
Songket Palembang dikenakan dalam busana pernikahan Aesan Gede, Sumatra Selatan.

Istilah

Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas.[1] Menurut sementara orang, kata songket berasal dari kata songka, peci khas Palembang yang dipercaya bahwa pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai.[2] Isitilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak means’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu.[3] Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket.[2] Beberapa kain songket tradisional sumatra memiliki pola yang mengandung makna tertentu.

Menurut kisah rakyat, asal-usul kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak. Akibatnya, jadilah songket. Kain songket ditenun pada mesin tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper.

Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga dinamai dengan kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan favorit raja.

Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kwalitasnya, yang berjuluk "Ratu segala kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya membutuhkan sekitar 3 hari.

Mulanya laki-laki menggunakan songket sebagai destar atau ikat kepala. Kemudian barulah wanita Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung. Di masa kini songket adalah pilihan populer untuk pakaian perkawinan Melayu dan sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hadiah perkawinan.

Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini tidak dimaksudkan hanya untuk masyarakat berada saja, karena harganya yang bervariasi dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal.

Catatan kaki

  1. ^ National Geographic Traveller Indonesia, Vol 1, No 6, 2009, Jakarta, Indonesia, page 63
  2. ^ a b Gold Cloths of Sumatra: Indonesia’s Songkets from Ceremony to Commodity, Cantor Art Gallery, Worcester, Massachusetts, 2007, by Susan Rodgers, Anne Summerfield, John Summerfield
  3. ^ "The Art of Songket"