Wayang krucil

Revisi sejak 28 Februari 2011 00.48 oleh Empu (bicara | kontrib)

Wayang krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya dari bahan kulit dan berukuran kecil sehingga lebih sering disebut dengan Wayang Krucil. Wayang ini dalam perkembangannya menggunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai Wayang Klithik.

Wayang krucil menak jinga

Di daerah Jawa Tengah wayang krucil memiliki bentuk yang mirip dengan wayang gedog. Tokoh-tokohnya memakai dodot rapekan, berkeris, dan menggunakan tutup kepala tekes (kipas). Sedangkan, di Jawa Timur tokoh-tokohnya banyak yang menyerupai wayang kulit purwa , raja-rajanya bermahkota dan memakai praba. Di Jawa Tengah, tokoh-tokoh rajanya bergelung Keling atau Garuda Mungkur saja.

Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Namun, tidak menutup kemungkinan wayang krucil memakai cerita wayang purwa dan wayang menak, bahkan dari babad tanah jawa sekalipun.

Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar.

Tokoh Wayang Klithik/Krucil

2
The unnamed parameter 2= is no longer supported. Please see the documentation for {{columns-list}}.
  • Damarwulan
  • Menakjingga
  • Layangseta
  • Layang Kumitir
  • Logender
  • Prabu Kencanawungu
  • Patih Udara
  • Wahita
  • Puyengan
  • Adipati Sindura
  • Menak Koncar
  • Ranggalawe
  • Buntaran
  • Watangan
  • Anjasmara
  • Banuwati
  • Panjiwulung
  • Sabdapalon
  • Nayagenggong
  • jaka Sesuruh
  • Prabu brawijaya
  • Angkatbuta
  • Ongkotbuta
  • Dayun
  • Melik
  • Klana Candrageni
  • Klanasura
  • Ajar Pamengger
  • Dewagung Walikrama
  • Dewagung Baudenda
  • Daeng Marewah
  • Daeng Makincing

Pranala luar