Secara umum, orang selalu bertanya-tanya tentang asal-usul alam semesta .Awal peradaban menceritakan mitos ( cerita ) untuk menjelaskan penciptaan kosmos.[1] Misalnya , menurut salah satu mitos Cina kuno bahwa alam semesta dimulai seperti telur raksasa besar dari pencipta yang menetas.[2]

.Kisah Penciptaan merupakan awal sejarah kehidupan manusia di dunia sekaligus salah satu bukti akan keberadaaan Allah di tengah-tengah kehidupan manusia. Kisah Penciptaan masih diyakini manusia sebagai suatu kesaksian dan pengakuan iman.


Teologi Penciptaan merupakan paham penciptaan yang menyangkut kepeduliaan manusia akan keberadaannya, sejauh keedulian ini mengandung pertanyaan'dari mana' dan meluas sampai mencaku kosmos dan sejarah.[3] Kitab pertama dalam Alkitab menyatakan "ada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1) dan kitab terakhir menyatakan penciptaan "langit yang baru dan bumi yang baru" (Wahyu 21:1). [4] Penciptaan kurang mendapat perhatian dalam khotbah, diskusi teologi, atau pun pengajaran. ".[4] Tema penciptaan baru akan dibahas dalam debat mengenai penciptaan dan evolusi. [4] Padahal tema penciptaan di dalam Alkitab memiliki arti teologi yang penting. [4] Selama berabad-abad orang Kristen menerima penciptaan yang tercatat dalam Alkitab sebagai karya Yang Maha Kuasa dalam ruang dan waktu.[4] Penciptaan sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi dalam kenyataan.[4] Sampai hari ini umat Kristen mengikrarkan pengakuan iman dalam ibadah bersama dan mengatakan "Aku percaya kepada Allah Bapa, Pencipta langit dan bumi."[4] Pengakuan iman ini mengasumsikan dunia ciptaan sebagai sebuah karya Allah yang transenden dan Sumber Kehidupan.[4] Allah berkenan mewahyukan diri, kodrat, dan kehendak-Nya dalam dunia ciptaan (Mazmur 19:2; Roma 1:20).[4] Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, maka dunia ciptaan tidak lagi memadai sebagai jalan untuk mengenal Allah dengan baik.[4]

Penciptaan menurut Perjanjian Lama

Kitab Kejadian

Cerita penciptaan di dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2 tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda dan cara pengungkapan cerita yang dipakai oleh masih-masing nas tidak sama.[5] Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. Kejadian 1 dan Kejadian 2 berasal dari dua sumber yang berbeda.[5] Carita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[5] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalamKejadian 2 diambil dari suatu sumber yang lain yaitu Yahwis yang berasal dari zaman raja-raja.[5] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[5] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[5]

Penciptaan menurut Priester

Kejadian 1:1-2:4a Ceita penciptaan merupakan cerita pengajaran dari para imam bangsa Israel.[6] Cerita penciptaan dalam nas ini diperkenalkan dalam bentuk puisi pujian dengan sistematika dan manfaat kata-kata serta ungkapan yang sama.[6] ‘Jadilah petang dan jadilah pagi..’[6] Hal yang sama juga terdapat dalam Kejadian 1:14-19.[6] Nas ini tidak berbicara tentang matahari atau bulan, melainkan tentang ‘penerang...yang lebih besar dan yang lebih kecil...’ (Kejadian 1:16).[6] Hal itu dikarenakan matahari dan bulan adalah objek penyembahan yang umum terjadi di Timur Tengah Kuno.[6] Pada zaman Perjanjian Lama ada masyarakat memuja para dewa.[5] Contohnya, dewa matahari dan dewa bulan.[5] Oleh karena itu, penulis dalam kitab Perjanjian Lama berusaha untuk meniadakan tiap-tiap pikiran yang menganggap bahwa matahari dan bulan sebagai dewa-dewa, sehingga nama ‘matahari’ dan ‘bulan’ tidak disebut dalam karya-Nya.[5] Dia hanya berbicara tentang benda-benda penerang pada cakrawala (kej.1:15).[5] Hal yang hendak ditekankan dari kalimat itu aialah kedua benda tersebut adalah ciptaan yang sama halnya dengan ciptaan-ciptaan Allah lainnya.[6] Allah yang diungkapkan dalam nas ini adalah Allah yang trasenden, berdiri di atas dunia dan tidak sama dengan dunia.[6] Allah sebagai sumber hidup dunia dan Dia yang mengatasi dunia.[6] Dalam Kejadian 1 menggunakan kata ‘menciptakan”, di mana bahsa Ibrani-nya ialah bara.[6] Kata kerja itu mengandung makna bahwa tak ada sesuatu pun di dunia in yang tidak bisa disamakan dengan Allah.[6] Dunia dan segala isinya adalah bagian dari ciptaan Allah.[6] Dengan kata lain, Kejadian 1 menceritakan tentang Allah yang berbicara dan Firman-Nya sangat berkuasa sehingga tercipta segala sesuatu.[6] Ungkapan penciptaan yang disampaikan lebih bersifat pribadi, “Baiklah Kita menjadikan...’ dan bukan ‘Jadilah...’ atau ‘Hendaklah (terjadi sesuatu)...’ Kata ‘kita’ dalam Kejadian 1:26 hanya gema bahasa saja.[6] Sebab, kata ‘kita’ kemudian berubah ke kata ganti orang ketiga tunggal: “Maka Allah menciptakan...diciptakan-Nya...’ (Kej.1:27)[6]

Bentuk ungkapan dalam cerita penciptaan berubah dalam Kejadian 1:26 pada cerita tentang manusia.[6]Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Kita’ (Kej.1:26-27).[6] Hal yang ditekankan dalam nas itu adalah kata ‘gambar’, bukan kata ‘rupa’, karena kata ‘rupa’ hanya berfungsi untuk menekankan ‘gambar’ itu.[6] Makna ungkapan dari kata ‘gambar Allah’ hendak mempelihatkan bahwa Allah adalah Tuhan atas semua ciptaan dan manusia di bawah Allah menjadi tuan kedua atas ciptaan lainnya.[6] Manusia memiliki tanggung jawab kepada Allah. Segala perbuatan manusia harus dipertanggungjawabkan kepada Allah.[6] Padahal pengetahuan itu hanya milik Allah saja. Apabila manusia mengetahui segala sesuatu, maka ia akan mengetahui ohon kehiduppan.[6]



Penciptaan menurut Yahwist

Kejadian 2:4b-3:24

Cerita penciptaan di dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2 tentang penciptaan langit dan bumi berbeda-beda dan cara pengungkapan cerita yang dipakai oleh masih-masing nas tidak sama.[5] Dalam Kejadian 1 dan 2 penciptaan langit dan bumi disampaikan secara tematis. Kejadian 1 dan Kejadian 2 berasal dari dua sumber yang berbeda.[5] Carita tentang penciptaan langit dan bumi dalam Kejadian 1 berasal dari sumber Codex yang telah ada pada permulaan pembuangan bangsa Israel ke Babel.[5] Cerita tentang penciptaan langit dan bumi dalamKejadian 2 diambil dari suatu sumber yang lain yaitu Yahwis yang berasal dari zaman raja-raja.[5] Perbedaan di antara kedua nas ini terlihat dari sifat kesaksian masing-masing yang berbeda.[5] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[5] Oleh karena itu, kedua kesaksian itu perlu dipahami dalam “keberlainannya”.[5]

Sumber cerita Yahwist berusaha memberikan keterangan tentang hal-hal aneh yang ada di dunia ini.[6] Cerita semacam itu disebut cerita keterangan (aetiologis). Kitab Kejadian berisi cerita yang berbeda muatannya.[6] Misalnya, cerita dalam Kejadian 1 digambarkan suatu dunia yang basah, hijau, dan makmur. Cerita tersebut berbeda dengan cerita di dalam Kejadian 2:4b-7 memperlihatkan suasana dunia yang gersang.[6] Padang yang gersang itu disuburkan oleh ‘kabut yang naik... dan membahasi sampai ke seluruh permukaan (2:6).[6] Keadaan itu menjadi tempat manusia hidup.[6] Manusia adalah makhluk bmi, karena manusia terbentuk dari ‘debu tanah’ (bahasa Ibraninya, Adamah).[6] Manusia yang dibentuk oleh Allah, kemudian menjadi makhluk hidup ketika Allah menghembuskan nafas hidup kepadanya (2:7).[6]

Manusia ditempatkan dalam taman Eden dengan suatu tanggung jawab. Dalam taman Eden terdapat pohon pengetahuan yang baik dan buruk.[6] Pohon ini merupakan pohon pengetahuan segala sesuatu yang tidak terbatas.[6] Setiap orang yang memakan buah dari pohon itu, maka ia akan mengetahui segala sesuatu.[6] Manusia ingin mengetahui segala sesuatu yang tidak terbatas.[6] Apabila hal itu terjadi, maka manusia telah melanggar hak yang hanya menjadi milik Allah yaitu kekekalan.[6] Namun, pada akhirnya, manusia kalah terhadap pencobaan dan semua menjadi kacau.[6] Manusia menjadi makhluk yang memberontak terhada Sang Pencipta.[6] Manusia tidak mampu menerima bahwa pengetahuannya terbatas dan dirinya bukan pusat atas alam semesta.[6]


Mazmur

Ayub

Penciptaan menurut PB

Persoalan teologis seputar penciptaan

Manusia sebagai gambar Allah

Hubungan laki-laki dan perempuan

referensi

  1. ^ (Indonesia) Fleisher, Paul. The Big Bang . USA: Twenty-First Century Books. 1999. 4.
  2. ^ Fleisher
  3. ^ (Indonesia) Dister,Nico Syukur. 1999. Teologi Sistematika 1 : Allah Penyelamat . Yogyakarta: Kanisius. 41.
  4. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia) Karman, Yonky. 2009. Bunga Rampai: Teologi Perjanjian Lama . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 18.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Indonesia) Abineno, J.L.Ch. 1987. Manusia Dan Sesamanya Di Dalam Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1-12.
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj (Indonesia) Wahono, S. Wismoady. 1986. Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari Dan Mengajarkan Alkitab . Jakarta: BPK Gunung Mulia. 79. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Wahono" didefinisikan berulang dengan isi berbeda