Turnip

salah satu marga Batak Toba

Marga Turnip adalah salah satu dari ratusan marga Batak yang leluhurnya berasal dari Pulau Samosir. Marga Turnip juga merupakan bagian dari kelompok marga yang tergabung dalam Pomparan ni Raja Nai Ambaton (PARNA). Hingga saat ini keseluruhan jumlah marga PARNA adalah sebanyak 71 marga (Sumber: www.batakonline.com).

Nenek moyang marga Turnip adalah Guru Sojouon atau dikenal dengan panggilan Oppu Raja Manise (Raja Turnip) yang awalnya mendiami daerah pesisir Pulau Samosir tepatnya Simanindo (sekarang ini Kecamatan Simanindo). Oppu Raja Manise memiliki dua keturunan yakni Oppu Raja Oloan yang mendiami Lumban Uruk dan Oppu Raja Banua yang mendiami Lumban Turnip. Dari Oppu Raja Oloan memperanakkan Guru Mangata Manuk, sedangkan Oppu Raja Banua memiliki 5 anak laki-laki dan keturunan dari Oppu Jamanindo yang dapat diuraikan di bawah ini.

Oppu Raja Banua mempunyai lima keturunan yaitu (1) Oppu Marhilap, (2) Oppu Mualni Huta, (3) Oppu Sotardugur, (4) Oppu Raja Mamatik dan (5) Oppu Tagor. Keturunan Oppu Marhilap dan Oppu Tagor mendiami Lumban Turnip, keturunan Oppu Mualni Huta mendiami Peajolo, keturunan Oppu Sotardugur mendiami Rautbosi dan Oppu Raja Mamatik mendiami Huta Ginjang dan Lintong. Oppu Sotardugur memperanakkan Putra tunggal yakni SARAGI TUA dan Saragi Tua ini memiliki 2 putra (Oppu Tuan Joro Sondiraja dan Oppu Sileang Mangebas). Oppu Sileang Mangebas konon dikabarkan merantau ke daerah dolok (daerah perbukitan Pulau Samosir) dan menetap di Huta Janji Maria Dolok.

Dari tempat-tempat inilah Marga Turnip (keturunan Guru Sawan) merantau dari Pulau Samosir. Sebagian besar ada yang merantau ke Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang, Kotamadya Medan, Kabupaten Labuhan Batu,Kabupaten Asahan, bahkan ada yang keluar dari Propinsi Sumatera Utara. Saat ini Marga Turnip menyebar dan berinteraksi baik dengan marga batak lainnya maupun dengan suku-suku lainnya.

Namun WM Hutagalung menulis dalam bukunya "PUSTAHA BATAK, Tarombo dan .....", edisi pertama tahun 1926, edisi/cetak ulang tahun 1991 menulis versi yang berbeda dari yang diatas, sebagai berikut: Turnip, beranak 1, Ompu Hatoguan. Ompu Hatoguan beranak 4: Raja Mangatamanuk, Ompu Bosar (pergi dan berdiam di Rautbosi), Ompu Mardumpang (pergi dan berdiam di Hutaginjang), Ompu Sobaloson. Raja Mangatamanuk beranak 3: Raja Manise, Raja Panjuljul (dijodohkan R Mangatamanuk dengan puteri Raja Tongging dan berdiam disana), Sinabegu (diutus R Mangatamanuk "marguru hadatuon" ke Raya, kawin dan tinggal disana). Raja Manise beranak 2: Turnip Dolok dan Turnip Toruan. Turnip Dolok beranak 4: Ompu Bahalborngin, Ompu Saribu, Ompu Gontar, dan Ompu Sopuluan. Ompu Bahalborngin beranak 4: Pangasaraja, Ompu Barangbeha ("Parjuji langgis", pergi ke dan tinggal/kawin di Salbe), Panjojor (pergi menyusul abangnya, Barangbeha ke Simalungun, tapi abangnya Barangbeha menyuruhnya ke dan tinggal/kawin di Tigaras), dan Ompu Gokmahuta (pergi ke dan berdiam/kawin di Janjimaria/daerah hulu Parbaba).

     Namun, baik yang berdasarkan buku WM Hutagalung tersebut diatas maupun berdasarkan tulisan pada alinea-alinea yang sebelumnya, belum nyambung ("match") dengan Tarombo yang saya kumpulkan 3 tahun terahir dari Huta Peajolo & Hutaginjang, Desa Maduma, Simanindo. Hanya satu nama yang sama yakni Ompu Marhilap. Kalau O Marhilap dialinea kedua diatas adalah sama dengan O Marhilap yang dimaksud dalam Tarombo yang saya kumpulkan, maka O Marhilap beranak 4, ada satu diataranya yang tidak berketurunan laki-laki namun ada 2 perempuan: no 1 ke marga Sihaloho (Ompu Mangisi) dan no 2 ke marga Sirait (Ompu Maniar). Sementara anak O Marhilap yang 3 lainnya ialah O Painu, O Jahita, dan O Jabona. Sedang yang mendirikan "Harajaon Bius si Tolu Tali" Hutaginjang (sebagai ranting bius induk, Simanindo) bersama Sidauruk, Sitio dan Malau adalah abang O Marhilap, yakni O Sohajoloan yang turunannya "marsundut-sundut" ke bawah: Ompu Jumbe, Ompu Gontong, Amani Gontong, Gontong, dan anaknya, generasi sekarang diberi nama (kembali) si Togaturnip. Kalau kita amati dari dari 3 bersaudara: O Sohajoloan, O Marhilap, dan O Mangurdok, yang ketiganya adalah anak Ompu Sibarloan dan kita hubungkan dengan Tarombo Sidauruk dan Sitio, yang kebetulan juga saya kumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa harajaon bius Hutaginjang (dibagian hulu Simanindo) sudah berdiri 7 generasi ("sundut") sampai sekarang. Kalau diasumsikan 1 generasi adalah 35 tahun, berarti sudah sejak 245 tahun yang lalu berdiri harajaon bius Hutaginjang, Simanindo, artinya berdiri kira-kira tahun 1766. Berarti pula, Harajaon Bius Simanindo, "Raja Sitolu Tali, Turnip, Sidauruk, Sitio paopat Boruna, Malau" telah berdiri di Simanindo jauh lebih awal, sebelum tahun 1776. Kurang-lebih 3 atau 4 generasi sebelum berdiri Bius Hutaginjang. Ditinjau dari segi generasi (berdasarkan tarombo yang saya catat), marga Sidauruk sekarang berada di generasi 10 hingga 12, Sitio kurang-lebih sama, Turnip yang lebih tua, mereka sekarang kurang-lebih di generasi 13 hingga 15. Sementara Malau, yang dikatakan orangtua lebih dulu berdiam di Malau-sekarang (bukan sekitar Hutabolon Simanindo) belum terlacak sudah berapa generasi berdiam di wilayah ex-ke-negerian Simanindo. Catatan, ex-ke-negerian Simanindo meliputi Simanindo, Malau, Sinuan, Sigurgur dan Rautbosi menuju Pangururan, dan Sinapuran, Sangkal dan Sibatubatu menuju Ambarita, serta Parmonangan/Sipinggan, Pangonjaran, Langge, Peajolo dan Hutaginjang menuju Ronggurnihuta dengan titik nol dihitung dari Hutabolon Simanindo, tempat museum dan sigalegale yang sekarang.