Tengku Sulung

pahlawan

Tengku Sulung adalah seorang pejuang kemerdekaan yang memfokuskan perlawanannya terhadap kolonial Belanda di daerah Reteh/Sungai Batang. Tengku Sulung sendiri diperkirakan lahir di Lingga, Kepulauan Riau.

Sejak Kecil, Sulung dididik dengan ajaran Islam yang ketat. Pemahamannya tentang Agama Islam membuatnya tidak suka dengan Belanda. Bahkan Dia tidak mau bekerjasama dengan Belanda dalam bentuk apapun.

Pada masa ramaja, Tengku Sulung pernah pergi ke Kalimantan dan dilatih mengarungi laut. Bahkan di Kruang Kalimantan, dia pernah tertembak sehingga mengenai bagian mukannya yang membekas sampai masa tuanya. Tengku Sulung bersama seorang sahabatnya, Encik Montel menjadi pemimpin bajak laut yang tersohor dan menetap di Kalimantan. Setelah tertangkap dan kemudian diberikan pengampunan oleh Komisaris Du Bus De Giusignies Tengku Sulung diperkenankan tinggal di sepanjang Sungai Reteh dengan syarat yang diajukan bahwa ia harus melepaskan pekerjaan membajak. Hal ini memang ditaatinya sungguh-sungguh.

Tengku Sulung memperoleh kedudukan sebagai Panglima Besar Reteh setelah Sultan Muhammad, Sultan Lingga yang berkuasa di Reteh. Waktu itu Sulung tidak mau tunduk pada Sultan Sulaiman yang diangkat oleh Belanda untuk kawasan yang sama, menggantikan Sultan Mahammad. Semula Tengku berkedudukan di Kotabaru Hulu Pulau Kijang sekitar 16 mil dari Pulau Kijang. Di Desa ini Tengku Sulung membangun Benteng yang kelak ditandai dengan adanya Desa Benteng, Sungai Batang, Indragiri Hilir di Hulu Sungai Batang. Benteng ini dibangun di kawasan seluas 2 hektar. Sekitar 3 Km dari benteng ini terdapat rumah Tengku Sulung berupa benteng kecil yang ditumbuhi pohon dedap. Dibenteng itulah pertahanan Tengku Sulung dan pasukannya dalam melawan Belanda yang datang dari pusat keresidenan di Tanjung Pinang. Tengku Sulung sangat didukung oleh pasukannya baik yang berdiam di Hilir maupun di Hulu Kotabaru.

Akibat tindakannya yang sering mengganggu pelayaran Belanda di sekitar perairan Kepulauan Riau membuat pihak Belanda menjadi marah dan pada tanggal 13 Oktober 1858, pasukan Tengku Sulung dikepung oleh Belanda dari berbagai jurusan. Namun Tengku Sulung masih mendapat bantuan dari orang-orang Melayu asli Reteh, Enok dan Mandah. Bahkan Pasukan dari Indragiri secara menyamar membantu perjuangan Tengku Sulung.

Perjuangan Tengku Sulung dan Pasukannya terhenti setelah Belanda membawa Haji Muhammad Thaha, juru tulis Tengku Sulung yang sebelumnya tertangkap oleh Belanda di Kotabaru. Waktu itu, Tengku Sulung di ultimatum oleh Residen Belanda supaya menyerah kepada Komandan Ekspedisi. Namun Tengku Sulung masih memberikan perlawanan, karena kekuatan Tengku Sulung yang tidak berimbang dibanding Pasukan Belanda, akibatnya penyerangan Belanda pada tanggal 7 November 1858 banyak menewaskan rakyat Reteh dan Tengku Sulung sendiri juga ikut tertembak di bagian leher oleh pasukan Belanda pada saat sedang memeriksa tembok benteng.


Pranala luar