Asal-mula bahasa

Revisi sejak 30 Juli 2011 22.48 oleh Sulhan (bicara | kontrib) (Replace link for Homo with Homo (genus).)

Asal mula bahasa berhubungan dengan permulaan dari prasejarah bahasa manusia -- apakah berbentuk gestur atau suara. Ada berbagai hipotesis tentang bagaimana, kenapa, kapan dan dimana ia terjadi, tetapi semua itu spekulatif karena perkembangannya terjadi sangat awal dalam pra-sejarah manusia dan tidak meninggalkan jejak sejarah; maupun proses pembandingan yang dapat dilakukan pada masa sekarang. [1] [2]

Rentang waktu yang menjadi pertanyaan melingkupi pemisahan phylogenetic dari Homo (2,3 sampai 2,4 juta tahun yang lalu) dan Pan (5 sampai 6 juta tahun yang lalu) sampai munculnya perilaku modern kira-kira 50.000 tahun yang lalu.

Evolusi dari bahasa lisan manusia membutuhkan perkembangan dari sistem vokal yang digunakan untuk menghasilkan suara dan kemampuan kognitif yang dibutuhkan untuk menghasilkan penyebutan linguistik. Debat masih berkisar mengenai alur waktu, rentetan dan urutan perkembangan bahasa.

Secara umum tak terbantahkan bahwa pra-manusia australopithecine tidak memiliki sistem komunikasi yang secara signifikan berbeda dengan yang ditemukan pada kera besar secara umum,[butuh rujukan] tetapi para ahli memiliki opini yang berbeda-beda terhadap perkembangan sejak munculnya Homo sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Beberapa ahli mengasumsikan perkembangan sistem mirip-bahasa primitif (proto-bahasa) sama awalnya dengan Homo habilis, sementara ahli lainnya menempatkan perkembangan komunikasi simbol primitif hanya dengan Homo erectus (1,8 juta tahun yang lalu) atau Homo heidelbergensis (0,6 juta tahun yang lalu) dan perkembangan bahasa pada Homo sapiens kurang dari 100.000 tahun lampau.

Sejarah

Dalam agama dan mitologi

Pencarian terhadap asal mula bahasa memiliki sejarah yang panjang berakar dari mitologi. Kebanyakan mitologi tidak menghargai manusia sebagai penemu bahasa tetapi ucapan dari bahasa Ilahi mendahului bahasa manusia. Bahasa mistik digunakan untuk berkomunikasi dengan binatang atau roh, seperti bahasa burung, juga banyak, dan memiliki ketertarikan sendiri pada masa Renaissance.

Percobaan Historis

Sejarah memiliki sejumlah anekdot tentang orang yang mencoba menemukan asal mula bahasa dengan bereksperimen. Kisah pertama diceritakan oleh Herodotus. Ia menghubungkan bahwa Pharaoh Psammetichus (mungkin en:Psammetichus I) memiliki dua anak yang dibesarkan oleh buta-tuli dengan tujuan untuk melihat bahasa apa yang akan mereka gunakan. Saat anak tersebut dibawa kehadapannya, salah satu dari mereka mengatakan sesuatu yang terdengar oleh Pharaoh seperti bekos, kata Phrygian untuk roti. Dari hal tersebut Psammetichus menyimpulkan bahwa bahasa pertama adalah Phrygian. Raja en:James V of Scotland dikatakan melakukan percobaan yang sama: anaknya dikatakan berbicara Hebrew. [3] Dua raja pada abad pertengahan Frederick II dan Akbar dikatakan melakukan percobaan yang sama; anak yang ikut dalam percobaan tersebut tidak berbicara. [4]

Sejarah penelitian

Akhir abad 18 sampai awal abad 19 ilmuwan Eropa mengasumsikan bahwa bahasa di dunia merefleksikan bermacam tingkatan perkembangan dari primitif sampai ucapan tingkat lanjut, mencapai puncaknya pada bahasa Indo-Eropa, dianggap sebagai yang berkembang.[butuh rujukan]

Linguistik modern tidak muncul sampai akhir abad 18, dan tesis Romantisme atau animisme dari Johann Gottfried Herder dan Johann Christoph Adelung masih berpengaruh sampai abad 19. Pertanyaan mengenai asal mula bahasa tampak tidak dapat dimasuki pendekatan metodis, dan pada tahun 1866 en:Linguistic Society of Paris secara terkenal melarang semua diskusi mengenai asal mula bahasa, menganggapnya sebagai masalah yang tidak terjawab. Meningkatnya pendekatan sistematik terhadap sejarah linguistik berkembang pada abad 19, mencapai puncaknya pada en:Neogrammarian ajaran dari en:Karl Brugmann dan lainnya.

Walaupun begitu, ketertarikan ilmuwan terhadap pertanyaan dari asal mula bahasa secara berangsur-angsur hidup kembali sejak tahun 1950-an (dan secara kontroversial) dengan ide-ide seperti tatabahasa universal, en:mass comparison dan en:glottochronology.

"Asal mula bahasa" sebagai subjek tersendiri memunculkan pembelajaran dalam neurolinguistics, psycholinguistics dan evolusi manusia. Linguistic Bibliography memperkenalkan "Origin of language" sebagai topik terpisah pada tahun 1988, sebagai sub-topik dari psycholinguistics. Institut penelitian khusus terhadap evolusi linguistik adalah fenomena baru, muncul sejak tahun 1990-an.

Fondasi Biologis dari bahasa manusia

Descended laring dikenal sebagai struktur unik pada sistem vokal manusia dan penting sekali dalam perkembangan bicara dan bahasa. Namun, ia juga telah ditemukan di spesies lainnya, termasuk mamalia laut dan rusa besar (contohnya:Red Deer), dan laring diobservasi telah diwarisi selama vokalisasi pada anjing, kambing, dan buaya. Pada manusia, descended laring menyebabkan panjangnya sistem vokal dan mengembangkan jenis-jenis suara manusia yang dapat dikeluarkan. Beberapa ilmuwan mengklaim bahwa adanya komunikasi non-verbal pada manusia sebagai bukti dari descended laring bukan bagian esensial terhadap perkembangan bahasa.

Descended laring memiliki fungsi selain linguistik juga, mungkin terlalu membesar-besarkan ukuran yang terlihat pada binatang (lewat vokalisasi yang rendah dari nada yang diharapkan). Karenanya, walaupun memainkan peranan penting dalam menghasilkan suara, memperluas keberagaman suara yang dapat dihasilkan manusia, ia mungkin tidak berkembang secara khusus untuk tujuan tersebut, seperti yang disarankan oleh Jeffrey Laitman, dan oleh Hauser, Chomsky, dan Fitch (2002), bisa saja merupakan contoh dari praadaptasi.

Kemampuan mengkontrol lidah manusia juga harus diperhitungkan. Sebagai akibat dari meningkatnya intelegensi, otak manusia dapat mengkontrol organ dan sekelilingnya secara lebih tepat. Oleh karena itu, lidah lebih kreatif dalam meliukkan, menggabungkan, menghentikan dan mengeluarkan getar suara yang dihasilkan oleh laring.


Hipotesis asal mula bahasa

Teori Gestur

Teori gestur menyatakan bahwa bahasa manusia berkembang dari gestur yang digunakan sebagai komunikasi sederhana.

Dua tipe bukti mendukung teori ini.

  1. Bahasa gestur dan bahasa lisan bergantung pada sistem neural yang sama. Bagian pada cortex yang bertanggung jawab terhadap pergerakan mulut dan tangan.
  2. Primata selain manusia menggunakan gestur atau simbol setidaknya untuk komunikasi primitif, dan beberapa dari gestur tersebut mirip dengan yang digunakan pada manusia, seperti "gestur meminta", dengan tangan membentang, dimana manusia memiliki kesamaan dengan simpanse. [5]

Penelitian telah menemukan bukti kuat untuk ide bahwa bahasa verbal dan bahasa isyarat bergantung pada struktul neural yang sama. Pasien yang menggunakan bahasa isyarat, dan yang menderita left-hemisphere lesion, memperlihatkan disorder yang sama dengan bahasa isyarat sebagaimana pasien vokal dengan bahasa suaranya. [6] Peneliti lain menemukan bagian left-hemisphere otak yang aktif saat melakukan bahasa isyarat sama dengan saat menggunakan bahasa vokal atau tulisan. [7]

Pertanyaan penting untuk teori gestur yaitu kenapa terjadi peralihan ke penggunaan vokalisasi. Terdapat tiga penjelasan yang memungkinkan:

  1. Nenek moyang kita mulai menggunakan alat yang lebih banyak, artinya kedua tangan mereka sedang digunakan dan tidak dapat digunakan untuk melakukan gestur.
  2. Penggunaan gestur membutuhkan dua invidu yang berkomunikasi dapat melihat satu sama lain. Ada banyak situasi dimana individu butuh berkomunikasi tanpa kontak visual, misalnya saat predator mendekati seseorang yang sedang di atas pohon mengambil buah-buahan.
  3. Kebutuhan untuk bekerjasama secara efektif dengan yang lain dengan tujuan untuk bertahan. Sebuah perintah yang dikeluarkan oleh pimpinan suku untuk 'menemukan' 'batu' untuk 'mengusir' 'serigala' yang menyerang, membutuhkan kerjasama tim dan respon yang terkoordinasi.

Manusia masih menggunakan tangan dan gestur wajah saat berbicara, terutama saat seseorang bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa. [8] Dan ada juga, sudah pasti, sejumlah bahasa isyarat yang masih eksis, biasanya berkaitan dengan komunitas tuli, tapi penting juga diketahui bahwa bahasa isyarat sama kompleksnya dengan bahasa suara yang ada -- fungsi kognitifnya mirip dan bagian otak yang digunakan juga mirip -- perbedaannya fonem diproduksi oleh tubuh bagian luar, diartikulasikan dengan tangan, badan, dan ekspresi muka, bukan dengan bagian dalam tubuh yang diartikulasikan dengan lidah, gigi, bibir, dan pernafasan. Membandingkan bahasa isyarat dengan gestur primitif adalah sebuah kesalahan.

Kritik terhadap teori gestural menyatakan bahwa sangat sulit untuk menyebutkan alasan serius mengapa komunikasi vokal berbasis-nada (yang digunakan pada primata) ditinggalkan demi komunikasi yang kurang efektif selain suara, komunikasi gestur. Tantangan lain untuk teori gestur-lebih-dahulu telah dikemukakan oleh peneliti dalan psycholinguistics, termasuk David McNeill.


Teori Kera yang dijinakkan

Menurut penelitian yang menginvestigasi perbedaan suara antara white-rumped Munia dengan bandingannya yang dikandangkan (Bengalese finch), munia liar menggunakan suara tinggi yang stereotip, dimana yang dipelihara mengeluarkan suara tinggi yang terpaksa. Mempertimbangkan kompleksitas sintaktikal dari suara adalah supaya disukai oleh betina pada Bengalese finch, bisa saja alokasi sumber pertumbuhan memainkan peranan dalam evolusi suara. [9] Dalam bidang vokalisasi burung, bagian otak yang menghasilkan hanya suara bawaan lahir memiliki jalur neural yang sederhana: pusat forebrain motor utama, dikenal dengan robust nucleus dari arcopallium (RA), terhubung ke bagian tengah penghasil vokal yang memproyeksikan ke brainstem motor nuclei. Secara berlawanan, bagian otak yang mampu mempelajari suara, RA menerima input dari sejumlah bagian forebrain, termasuk dari bagian yang terlibat dalam belajar dan sosial. Kontrol dalam menghasilkan suara menjadi kurang terbatas, lebih tersebar, dan lebih fleksibel.

Bila dibandingkan dengan primata lain, yang sistem komunikasinya terbatas pada stereotip suara teriak dan teriakan yang tinggi, manusia memiliki sangat sedikit vokalisasi bawaan lahir, sebagai contoh tertawa dan menangis. Lebih lanjut, vokalisasi bawaan lahir ini dihasilkan oleh jalur neuronal yang terbatas, dimana bahasa dihasilkan oleh sistem yang sangat tersebar mengikutkan sejumlah region pada otak manusia.

Fitur bahasa yang menonjol adalah bila kemampuan berbahasa diturunkan, bahasa itu sendiri ditransmisi lewat kultur. Yang ditransmisi lewat kultur juga pemahaman, seperti teknologi dalam cara-cara melakukan sesuatu, yang dibungkus dalam penjelasan berbasis bahasa. Karenanya seseorang akan mendapatkan lintasan evolusi yang kuat antara kemampuan bahasa dan kultur: proto-manusia yang mampu meggunakan bahasa pertama, dan diasumsikan belum sempurna, akan memiliki akses pemahaman kultural yang lebih baik, dan pemahaman kultural, disampaikan dalam proto-bahasa yang dapat dipahami oleh otak anak-anak, akan lebih mudah ditrasmisikan.

Karena itu proto-human masih melaksanakan, dan terus melaksanakan, yang disebut dengan konstruksi niche, membuat niche kultural yang menyediakan kunci pehamanan terhadap kelangsungan hidup, dan perubahan evolusionari berkelanjutan yang mengoptimasi kemampuannya untuk menghiasi niche tersebut. Tekanan seleksi yang beroperasi untuk menopang insting yang dibutuhkan untuk bertahan hidup pada niche sebelumnya akan diharapkan mengendur karena manusia menjadi bergantung kepada niche kultural yang dibuat sendiri, selama inovasi-inovasi yang memfasilitasi adaptasi kultural -- dalam kasus ini, inovasi dalam kompetensi bahasa -- akan lebih berkembang.

Salah satu cara untuk memikirkan tentang evolusi manusia adalah kita ini seperti kera yang dijinakkan. Seperti halnya penjinakkan mengendurkan seleksi untuk stereotip suara pada burung finch -- pilihan pasangan digantikan dengan pilihan yang dibuat oleh kepekaan estetis dari peternak burung dan kustomernya -- bisa saja domestikasi dari kultural kita telah mengendurkan seleksi dalam banyak hal dari sifat perilaku primata kita, menyebabkan jalur lama menjadi merosot dan terbentuk ulang. Mempertimbangkan bahwa otak mamalia berkembang secara tidak pasti -- otak berkembang secara "bottom up", dengan satu kelompok interaksi neuronal mempersiapkan langkah untuk interaksi selanjutnya -- jalur degradasi lebih condong untuk mencari dan menemukan kesempatan baru untuk terhubung sinaptis. Perbedaan turunan dari jalur otak seperti itu bisa saja berkontribusi pada kompleksitas fungsi yang mengkarakterisasikan bahasa manusia. Dan, seperti yang terjadi pada burung finch, de-diferensiasi tersebut dapat terjadi dalam waktu yang cepat. [10] [11]


Pendekatan sinergis

Sekolah Linguis Azerbaijan beranggapan bahwa kemampuan berbicara tidak mendahului bahasa dan ia bukan satu-satunya instrumen dalam meningkatkan bahasa. Bahasa dapat eksis tanpa bicara, dan nonverbal berarti dapat memainkan peranan sebagai kerangka (perantara) untuk bahasa. Manusia mengembangkan bahasa verbal karena sumber lain dari komunikasi tidak begitu luas atau nyaman. Disini seleksi alam lebih menyukai sumber verbal. Walaupun sumber visual mendominasi dalam hubungan manusia dengan alam luar, ia tidak cukup diandalkan untuk keamanan individu. Pandangan manusia menangkap seperempat dari keadaan sekitar dalam setiap momen, dan hanya berguna setengah dari waktu yang digunakan (contoh: selama terjaga). Efisiensi dari sumber visual juga terbatas oleh berbagai kondisi yang merugikan seperti asap, kabut, atau halangan lainnya.

Aktivitas saluran pendengaran ada selama 24 jam dalam ruang 360 derajat. Satu-satunya penghalang bagi perambatan suara adalah suara keras, yang mana jarang terjadi. Lebih lanjut, untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain secara visual orang tersebut harus dapat melihat yang berkomunikasi. Selain itu, saluran pendengaran terbuka selamanya untuk menerima informasi dari semua arah, dari semua orang, dan tanpa pengaturan khusus. Semua itu berkontribusi terhadap pembentukan bahasa lisan (oral) manusia.

Hipotesis menyatakan bahwa mekanisme dari kompleks dan canggihnya perkembangan bahasa manusia adalah identik dengan mekanisme evolusi dari menulis, dan telah melewati empat tingkat:

Dimana, beberapa ucapan pertama menggantikan (secara sengaja) sebuah kalimat, kemudian hanya satu bagian dari kalimat, dan selanjutnya hanya satu bagian dari kata. [12] [13] [14] [15]

Rentang waktu evolusiner

Bahasa Primata

Tidak banyak yang diketahui bagaimana great ape berkomunikasi di alam liar. Struktur anatomikal dari laring-nya tidak membuat kera dapat membuat bermacam suara seperti yang manusia dapat lakukan. Dalam penahanan, kera telah dianjarkan dasar-dasar bahasa isarat dan penggunaan simbol lexigram yang secara grafis tidak menggambarkan kata -- pada keyboard komputer. Beberapa kera, seperti Kanzi, telah belajar dan menggunakan ratusan lexigram.

Area Broca dan area Wernicke pada otak primata bertanggung jawab untuk mengontrol oto dari muka, lidah, mulut, dan laring, dan juga untuk mengenali suara. Primata dikenal membuat "teriakan vokal"", dan teriakan ini dibuat oleh sirkuit dalam brainstem dan limbic system. [16]

Di alam liar, komunikasi monyet vervet telah banyak dipelajari. [17] Mereka dikenal karena membuat sepuluh vokalisasi yang berbeda. Banyak darinya digunakan untuk memperingati anggota dari grup apabila predator mendekat. Mereka termasuk "teriakan leopard", "teriakan ular", dan "teriakan elang". Setiap teriakan mentriger strategi pertahanan yang berbeda pada monyet yang mendengar teriakan tersebut dan ilmuwan dapat memperoleh respon yang terprediksi dari monye dengan menggunakan speaker dan suara rekaman. Vokalisasi yang lain digunakan untuk identifikasi. Jika bayi monyet berteriak, ibunya akan menoleh kepadanya, tapi ibu monyet vervet yang lain menoleh ke ibu monyet tersebut untuk melihat apa yang akan dilakukannya. [18]

Secara mirip, peneliti telah memperlihatkan bahwa simpanse (dalam kurungan) menggunaan "kata" yang berbeda untuk menunjuk pada makanan yang berbeda. Mereka merekam vokalisasi yang dibuat oleh simpanse tersebut, sebagai contoh, untuk anggur, dan simpanse yang lain akan menunjuk ke gambar anggur bila dipedengarkan suara tersebut.

Awal-Homo

Mengenai pengucapan, ada spekulasi yang patut dipertimbangkan mengenai kemampuan bahasa dari awal-Homo (2,5 sampai 0,8 juta tahun yang lalu). Secara anatomi, beberapa ahli percaya kemampuan bipedalism yang berkembang dalam australopithecine sekitar 3,5 juta tahun lalu telah membawa perubahan pada tengkorak, membuat sistem vokal lebih banyak berbentuk L-nya. Bentuk dari trak dan laring yang terletak dekat di bawah leher merupakan prasyarat penting bagi kebanyakan suara yang dihasilkan manusia, terutama sekali pada huruf hidup.

Ilmuan lain percaya bahwa, berdasarkan posisi laring, Neanderthals tidak memiliki anatomi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suara secara penuh yang dibuat oleh manusia modern. [19] [20] Tetap saja ada yang berpendapat bahwa rendahnya laring tidak mempengaruhi perkembangan kemampuan berbicara. [21]

Istilah proto-language, yang didefinisikan oleh linguis Derek Bickerton, adalah bentuk primitif dari komunikasi yang memiliki kekurangan:

  • sintaks yang lengkap
  • waktu, aspek, kata kerja bantu, dll.
  • kosa kata kelas-terbuka (misalnya, non-lexical)

Sebuah tingkat evolusi bahasa berada diantara bahasa kera besar dan bahasa manusia modern yang telah lengkap. Bickerton (2009) menempatkan pertama munculnya proto-language dengan munculnya Homo awal, dan menghubungkan kemunculannya dengan tekanan adaptasi perilaku terhadap pembentukan niche dari scavenging yang dihadapi oleh Homo habilis. [22]

Fitur anatomis seperti vokal huruf L berevolusi terus-menerus, tidak muncul tiba-tiba. [23] Makanya lebih memungkinkan bila Homo habilis dan Homo erectus selama Lower Pleistocene memiliki semacam bentuk komunikasi sederhana antara manusia modern dan primata lainnya. [24]


Homo sapiens kuno

Steven Mithen mengusulkan istilah Hmmmmm terhadap sistem komunikasi pra-linguistik digunakan oleh Homo kuno, dimulai oleh Homo ergaster dan mencapai tingkat tertinggi penggunaannya di masa Middle Pleistocene oleh Homo heidelbergensis dan Homo neanderthalensis. Hmmmmm adalah akronim untuk holistic (bukan-gabungan), manipulatif (ucapan merupakan perintah atau sugesti, bukan penjelasan), multi-modal (akustik sebagai gestur dan mimik), musical, dan memetic. [25]

Homo heidelbergensis

H. heidelbergensis adalah kerabat dekat (lebih karena turunan migrasi) dari Homo ergaster. H. ergaster dikatakan sebagai hominid pertama yang bersuara, [26] dan H. heidelbergensis mengembangkan kultur yang lebih rumit sejak dari titik tersebut dan mungkin mengembangkan bentuk bahasa simbolik pertama.

Homo neanderthalensis

Penemuan Neanderthal hyoid bone di tahun 2007 menyatakan bahwa Neanderthal secara anatomis bisa saja menghasilkan suara seperti manusia modern. Hypoglossal nerve, yang dikirim lewat kanal, mengontrol pergerakan lidah dan ukurannya dikatakan mempengaruhi kemampuan berbicara. Hominid yang hidup lebih dari 300,000 tahun lalu memiliki kanal hypoglossal lebih mirip dengan simpanse daripada manusia. [27] [28] [29]

Walaupuan Neanderthals memiliki anatomi yang memungkinkan untuk berbicara, Richard G. Klein tahun 2004 meragukan bahwa mereka memiliki bahasa seperti bahasa modern. Keraguan dia berdasarkan catatan fosil dari manusia kuno dan peralatan batunya. Sejak 2 juta tahun setelah munculnya Homo habilis, teknologi batu dari hominid berubah sangat sedikit. Klein, yang telah bekerja lama dengan alat-alat batu, menjelaskan alat batu yang kasar pada manusia kuno membuatnya tidak mungkin untuk dikelompokkan berdasarkan fungsinya, dan melaporkan bahwa Neanderthal tidak begitu peduli bagaimana bentuk akhir dari alat-alat mereka,. Klein berargumen bahwa otak Neanderthal belum mencapai tingkat kompleksitas untuk berbicara secara modern, walaupun komponen fisik untuk menghasilkan suara telah berkembang. [30] [31] Isu mengenai tingkat kultur dan teknologi dari Neanderthal masih menjadi salah satu kontroversi.

Homo sapiens

Anatomi manusia modern pertama muncul dalam catatan fosi 195.000 tahun yang lalu di Ethiopia. Tapi walau modern secara anatomis, bukti arkeologi yang ada meninggalkan hanya sedikit indikasi bahwa mereka berperilaku berbeda dengan Homo heidelbergensis. Mereka memiliki alat batu Acheulean yang sama dan berburu sedikit efisien dari manusia modern Late Pleistocene. [32] Transisi ke yang lebih canggih Mousterian terjadi sekitar 120,000 tahun lalu, dan ini terjadi pada masa H. sapiens dan H. neanderthalensis.

Perkembangan perilaku modern pada H. sapiens, yang tidak terjadi pada H. neanderthalensis atau variasi Homo lainnya, berkisar antara 70.000 sampai 50.000 tahun yang lalu. Perkembangan alat yang lebih canggih, pertama kalinya terbentuk lebih dari satu materi (contoh: tulang atau tanduk) dan dapat dikelompokan dalam beberapa kategori dan fungsi (seperti ujung proyektil, alat ukir, pisau, dan alat penggerekan dan tusuk) dianggap sebagai bukti munculnya dan berkembangnya bahasa yang utuh, diasumsikan karena ia dibutuhkan untuk mengajarkan proses manufaktur kepada para turunannya. [30] [33]

Langkah terbesar [diragukan] dalam evolusi bahasa adalah progres dari primitif, komunikasi seperti pidgin ke komunikasi berbentuk creole dengan tatabahasa dan sintak seperti bahasa modern. [17] Beberapa ahli percaya bahwa langkah ini hanya dapat terjadi karena perubahan biologis pada otak, seperti mutasi. Juga dikatakan bahwa gen seperti FOXP2 mungkin telah bermutasi membuat manusa dapat berkomunikasi. [diragukan] Namun, penelitian genetik terbaru memperlihatkan bahwa Neandertals berbagi FOXP2 dengan H. sapiens. [34] Oleh sebab itu ia tidak memiliki mutasi yang unik dengan H. sapiens. Malahan, ia mengindikasikan bahwa perubahan genetik mendahului Neandertal -- H. sapiens terpisah. Masih banyak debat tentang apakah bahasa berkembang secara bertahap selama ribuan tahun atau muncul secara langsung.

Area Broca dan Wernicke pada otak primata juga muncul di otak manusia, area pertama yang ikut serta dalam banyak pekerjaan kognitif dan persepsi, yang berakhir pada kemampuan berbahasa. Sirkuit yang sama pada otak primata, sistem stem dan limbic, mengatur suara non-verbal pada manusia (tertawa, menangis, dll), yang menyatakan bahwa pusat bahasa manusia adalah modifikasi sirkuit neural yang umum pada semua primata. Modifikasi dan skil untuk komunikasi linguis ini tampak sangat unik pada manusia, yang menyiratkan bahwa organ bahasa yang diturunkan setelah garis keturunan manusia terpisah dari garis keturunan primata (simpanse dan bonobo). Secara jelas menyatakan, bahasa kata adalah modifikasi dari laring yang unik pada manusia. [16]

Menurut hipotesis Berasal Dari Afrika, sekitar 50.000 tahun lalu [35] sekelompok manusia meninggalkan Afrika dan berlanjut mendiami hampir sebagian dari bumi, termasuk Australia dan Amerika, yang mana belum pernah dihuni oleh hominid kuno. Beberapa ilmuwan [36] percaya bahwa Homo sapiens tidak meninggalkan Afrika sebelum itu, karena mereka belum memiliki kesadaran dan bahasa modern, dan makanya tidak memiliki kemampuan atau jumlah yang dibutuhkan untuk migrasi. Walaupun demikian, adanya fakta bahwa Homo erectus berhasil meninggalkan benua lebih awal (tanpa kemampuan yang luas dari bahasa, peralatan yang memadai, atau anatomi yang modern), alasan kenapa anatomi manusia modern masih berada di Afrika untuk waktu yang lama masih belum jelas.

Komunikasi, bicara dan bahasa

Banyak ilmuwan membedakan antara berbicara dan bahasa. Mereka percaya bahwa bahasa (dalam konteks untuk komunikasi, dan secara umum sebagai kemampuan kognitif untuk membentuk konsep dan berkomunikasi dengannya) berkembang lebih awal dalam evolusi manusia, dan berbicara (salah satu bentuk komunikasi) telah berkembang jauh lebih awal. Munculnya kemampuan berbicara (tanpa bahasa) juga memungkinkan pada beberapa kasus keterlambatan mental pada manusia atau cacat pembelajaran (seperti Specific Language Impairment) dan juga diketahui ada pada dunia binatang. Misalnya, burung yang berbicara mampu meniru pembicaraan manusia dengan berbagai macam kemampuan. Namun, kemampuan meniru suara manusia ini sangat berbeda dengan kemampuan memahami sintaks. Begitu pula, produksi dari suara pada saat berbicara tidak memerlukan penggunaan bahasa, yang dibuktikan oleh bahasa isyarat modern, yang menggunakan simbol manual dan gramatika wajah sebagai dasar dari bahasa daripada berbicara. Sistem kode morse, dan sistem sinyal bendera adalah bentuk lainnya dari berkomunikasi, tapi tanpa menggunakan bahasa.

Perbedaan antara komunikasi dan bahasa juga penting. Misalnya, sistem komunikatif dari monyet vervet telah dipelajari secara ekstensif. Mereka diketahui membuat sepuluh vokalisasi yang berbeda. Banyak darinya digunakan untuk memperingati anggota dari grup apabila predator mendekat. Mereka termasuk "teriakan leopard", "teriakan ular", dan "teriakan elang". Setiap teriakan mentriger strategi pertahanan yang berbeda. Namun, komunikasi ini digunakan untuk respon langsung dari stimulus di lingkungan, dan bukan hasil dari referensi tingkat-tinggi. Kera dalam kurungan menunjukan kemampuan yang sama, setelah diajari sinyal-sinyal dasar dari American Sign Language (tapi bukan sintak dan bahasa dari ASL) dan penggunaan lexigram -- simbol yang secara grafis tidak berhubungan dengan kata-kata -- dan keybord komputer. Beberapa kera, seperti Kanzi, telah mampu belajar dan menggunakan lexigram. Namun, walaupun kera ini dapat mempelajari dasar-dasar sintak dan sistem referensial, komunikasi mereka tidak memiliki kompleksitas seperti bahasa lengkap.

Telah diklaim bahwa fitur kunci yang membedakan bahasa manusia dari sistem komunikasi non-manusia adalah rekursi. [37] Pengartian linguistik dari istilah rekursi melibatkan pemasukan (atau menanamkan) frasa dalam frasa yang ditunjukan oleh kalimat kompleks berikut "(Lelaki dengan tutup-mata tua berkulit keras yang ia gunakan sejak PD II) berjalan menuju (toko yang terbakar habis sebelum pamannya mampu membayar uang muka)", atau kalimat yang kurang informasi seperti berikut "Lelaki tersebut berjalan menuju ke toko yang mana lelaki berjalan menuju ke toko itu berjalan menjauh". Klaim ini masih dipegang oleh banyak peneliti, tetapi beberapa bukti telah ditujukan untuk mempertanyakannya. Percobaan di Universitas Chicago menemukan bahwa burung jajak (Sturnus vulgaris) dapat menggunakan tatabahasa dengan rekursi. [38]

Para peneliti melatih burung gagak tatabahasa yang bebas-konteks, pusat-tertanam. Mereka melaporkan bahwa burung gagak mampu mengenali ucapan yang secara tatabahasa diterima dan menolak yang tidak. Lebih lanjut Daniel Everett mengklaim bahwa bahasa Piraha adalah bahasa manusia yang tidak menunjukkan penggunaan rekursi. [39]

Juga telah disarankan bahwa fitur kunci dari bahasa manusia adalah kemampuan untuk bertanya. [40] Beberapa binatang (terutama bonobo dan simpanse), yang belajar berkomunikasi lewat pelatih manusianya (umumnya menggunakan bentuk visual dari komunikasi), memperlihatkan bahwa mereka memiliki kemampuan secara benar merespon terhadap masalah dan permintaan yang kompleks, tetapi gagal untuk menanyakan sebuah pertanyaan yang sederhana. Sebaliknya, anak manusia mampu menanyakan pertanyaannya untuk pertama kali (hanya menggunakan intonasi pertanyaan) dalam periode mengoceh dari perkembangan mereka, jauh sebelum mereka dapat menggunakan sintak yang terstruktur. Adalah sangat penting diketahui bahwa bayi dari kultur yang berbeda menyerap bahasa natifnya dari lingkungan, semau bahasa di dunia tanpa kecuali -- tonal, non-tonal, intonasi dan aksen -- menggunakan "intonasi tanya" yang sama untuk pertanyaan ya-tidak. [41] [42] Fakta ini adalah bukti kuat dari keuniversalan dari intonasi tanya.


Perkembangan kognitif dan bahasa

Salah satu kemampuan yang menarik yang dimiliki oleh pengguna bahasa adalah referensi tingkat-tinggi, atau kemampuan untuk menunjuk ke benda atau keadaan sesuatu yang tidak terjadi secara langsung bagi pembicara. Kemampuan ini terkadang berhubungan kepada teori dari pikiran, atau sebuah kepedulian dari orang lain sebagai mahluk hidup seperti dirinya dengan hasrat dan perhatian sendiri. Menurut Chomsky, Hauser dan Fitch (2002), ada enam aspek dari sistem referensi tingkat-tinggi:

  • Theory of mind
  • Kapasitas untuk mendapatkan representasi konseptual non-linguis, seperti perbedaan pada objek/sifat
  • Mengenali signal vokal
  • Imitasi sebagai sistem yang rasional, bertujuan, sengaja.
  • Secara sukarela mengatur produksi sinyal sebagai bukti dari komunikasi yang sengaja
  • Representasi angka

Teori dari pikiran

Simon Baron-Cohen (1999) berargumen bahwa teori dari pikiran pasti mendahului penggunaan bahasa, berdasarkan bukti dari karakteristik penggunaan berikut pada 40.000 tahun yang lalu: komunikasi, perbaikan komunikasi yang gagal, mengajar, persuasi, penipuan yang disengaja, membangun ps yang berbagi dan bertujuan, membagi fokus atau topik secara sengaja, dan berpura-pura. Lebih lanjut, Baron-Cohen berargumen bahwa banyak primata memiliki kemampuan ini, tetapi tidak semuanya. Penelitian Call dan Tomasello terhadap simpanse mendukung argumen ini, dimana seekor simpanse tampak memahami bahwa simpanse lain memiliki kepedulian, pengetahuan, dan tujuan, tetapi tidak memahami penipuan. Banyak primata memperlihatkan kecondongan ke teori dari pikiran, tetapi tidak sepenuhnya sama dengan yang dimiliki manusia. Secara keseluruhan, ada sejumlah konsensus bahwa teori dari pikiran diperlukan untuk menggunakan bahasa. Maka, perkembangan dari teori dari pikiran pada manusia diperlukan sebagai pemulai dari bahasa.

Pengenalan pada Angka

Dalam satu penelitian, tikus dan merpati dibutuhkan untuk menekan tombol beberapa kali untuk mendapatkan makanan: binatang memperlihatkan akurasi perbedaan untuk angka yang kecil dari empat, tapi setelah angka dinaikkan, tingkat error meningkat (Chomsky, Hauser & Fitch, 2002). Matsuzawa (1985) mencoba mengajari angka arab. Perbedaan antara primata dan manusia dalam hal ini sangatlah besar, dimana simpanse membutuhkan ribuan percobaan untuk mempelajarai angka 1-9 dimana setiap angka membutuhkan waktu pelatihan yang hampir sama; dan, setelah mempelajari makna dari 1, 2 dan 3 (dan terkadang 4), anak-anak dengan mudah memahami nilai integer tertinggi dengan menggunakan fungsi turunan (misalnya, 2 lebih besar dari 1, 3 adalah 1 angkat lebih besar dari 2, 4 lebih besar 1 angka daripada 3; setelah mencapai angka 4 tampaknya hampir semua anak memiliki "a-ha!" momen dan memahami nilai semua integer n adalah lebih besar 1 dari angka sebelumnya). Secara sederhana, primata lain belajar arti dari angka satu persatu dengan menggunakan pendekatan yang sama dengan mengacu pada simbol sementara anak-anak pertama cukup mempelajari daftar dari simbol (1,2,3,4...) dan kemudian nantinya mereka akan mempelajari arti sebenarnya. [43] Hasil ini dapat dilihat sebagai bukti dari aplikasi dari "open-ended generative property" dari bahasa dalam pengenalan angka pada manusia. [44]

Struktur Linguistik

Tatabahasa universal

Sejak anak-anak bertanggung jawab secara besar terhadap creolization dari pidgin, ilmuwan seperti Derek Bickerton dan Noam Chomsky berkesimpulan bahwa manusia lahir dengan tatabahasa universal yang terhubung ke otaknya. Tatabahasa universal ini terdiri dari bermacam model tata-bahasa yang mengikutkan semua sistem gramatikal dari bahasa-bahasa di dunia. Pengaturan standar dari tatabahasa universal ini direpresentasikan oleh kesamaan yang ada pada bahasa creole. Pengaturan standar ini tertimpa selama proses penerimaan bahasa oleh anak-anak supaya sama dengan bahasa lokal. Saat anak belajar bahasa, mereka lebih mudah belajar fitur yang mirip dengan creole daripada fitur yang bertentangan dengan tatabahasa creole. [17]

Terbitan yang sering dikutip sebagai pendukung dari teori tatabahasa universal ini adalah perkembangan Bahasa isyarat Nikaragua. Berawal sejak 1979, pemerintahan yang baru terbentuk di Nikaragua memulai usaha pertamanya untuk mengajarkan anak-anak tuli secara luas. Sebelum ini tidak ada komunitas tulis di negara tersebut. Pusat untuk pendidikan khusus ini awalnya dihadiri oleh 50 anak-anak tuli. Tahun 1983 memiliki 400 murid. Pusat tidak memiliki akses untuk fasilitas pembelajaran untuk bahasa isyarat seperti yang digunakan oleh bagian dunia lain; karenanya, anak-anak tersebut tidak diajarkan bahasa isyarat apapun. Program bahasa lebih memberatkan bahasa Spanyol dan baca-bibir, dan penggunaan isyarat oleh pengajar terbatas pada eja-jari (menggunakan isyarat sederhana untuk menandakan alfabet). Program ini menghasilkan sedikit sukses, dimana hampir semua murid gagal menangkap konsep dari kata-kata Spanyol.

Anak pertama yang datang ke pusat pelatihan datang hanya dengan beberapa isyarat gestur yang sederhana yang terbentuk dalam keluarganya. Walaupun begitu, saat anak-anak tersebut ditempatkan dalam satu ruangan yang sama untuk pertama kalinya mereka mulai membuat bahasa isyaratnya sendiri. Semakin banyaknya anak-anak muda yang bergabung, bahasa semakin kompleks. Pengajar, yang kurang sukses dalam berkomunikasi dengan muridnya, melihat dengan terkagum-kagum saat anak-anak mulai berkomunikasi diantara mereka sendiri.

Kemudian pemerintah Nikaragua meminta bantuan kepada Judy Kegl, ahli dalam bahasa isyarat Amerika di Northeastern University. Saat Kegl dan peneliti lain mulai menganalisa bahasa tersebut, mereka melihat bahwa anak yang paling muda telah menggunakan bentuk seperti-pidgin terhadap anak yang lebih tua untuk kompleksitas yang lebih tinggi, dengan persetujuan kata kerja dan aturan lain tatabahasa (tetapi tanpa rekursi). [45]

Prinsip Lexical-phonological

Hocket (1966) memberikan daftar rincian fitur yang penting untuk menjelaskan bahasa manusia. Dalam wilayah prinsip lexical-phonological, dua fitur dari daftar tersebut yang sangat utama:

  • Produktifitas: pengguna dapat membuat dan memahami pesan yang sangat asing.
    • Pesan baru secara bebas diciptakan oleh pencampuran, menganalisa dari, atau merubah yang lama.
    • Tidak ada elemen baru atau lama yang secara bebas menjadi semantik baru karena lingkungan dan konteks. Hal ini mengatakan bahwa di setiap bahasa, idiom baru secara konstan tercipta.
  • Dualitas (dalam pola): sejumlah elemen yang memiliki arti adalah hasil ciptaan dari sejumlah kecil elemen yang kurang berarti secara tersendiri dan berbeda-arti.

Sistem suara dari bahasa terbentuk dari sejumlah item-item fonologi sederhana. Dengan aturan tertentu phonotactic dari suatu bahasa, item-item tersebut dapat digabung ulang dan disatukan, melahirkan morfologi dan kosa kata terbuka. Fitur kunci dari bahasa adalah sebuah, sejumlah item-item fonologi yang terbatas melahirkan sistem kosa kata yang tidak terbatas dimana aturan-aturan menentukan bentuk dari setiap item, dan artinya terkait dengan bentuknya. Sintak fonologi adalah kombinasi sederhana dari unit fonologi yang sudah ada. Terkait dengan hal tersebut adalah fitur utama lain dari bahasa manusia: sintak leksikal (kosa kata), dimana unit yang sudah ada digabungkan, menghasilkan item baru secara semantik (arti) atau berbeda secara kosa kata.

Beberapa elemen dari prinsip lexical-phonological diketahui ada diluar manusia. Bila semua (atau hampir kesemua) telah didokumentasikan dalam suatu bentuk dalam dunia alami, hanya sedikit yang ada dalam satu spesies yang sama. Nyanyian burung, kera, dan suara paus semuanya memperlihatkan sintak fonologi, gabungan unit suara menjadi struktur besar tanpa meningkatkan atau memberi arti baru. Beberapa spesies primata memiliki sistem fonologi sederhana dengan unit-unit menunjuk pada beberapa entiti di dunia. Namun, perbedaannya dengan sistem manusia, unit-unit pada sistem primata tersebut biasanya terjadi dalam isolasi, mengkhianati tidak adanya sintak lexical. Ada sebuah bukti baru yang menyatakan bahwa monyet Campbell juga memperlihatkan sintak leksikal, menggabungkan dua teriakan (teriakan peringatan adanya predator dengan "boom", sebuah gabungan yang menyatakan berkurangnya bahaya), namun masih belum jelas apakah itu adalah leksikal atau fenomena morfologi.

Pidgin dan creole

Pidgin adalah bahasa yang secara signifikan disederhanakan dengan hanya tatabahasa yang belum sempurna dan kosa kata yang terbatas. Pada masa awal perkembangannya pidgin hanya terdiri dari kata benda, kata kerja, dan kata keterangan dengan sedikit atau tanpa pasal, kata depan, kata penghubung atau kata bantu kerja. Tata bahasanya tidak memiliki urutan kata dan kata-katanya tidak ada nada suara. [17]

Jika komunikasi terjadi antara kelompok yang menggunakan pidgin untuk waktu yang lama, pidgin akan menjadi komplek dalam beberapa generasi. Jika anak dalam satu generasi menggunakan pidgin sebagai bahasa natif maka ia akan berkembang menjadi bahasa creole, yang makin teratur dan menggunakan tatabahasa yang lebih rumit, dengan fonologi yang teratur, sintak, morfologi, dan penggunaan sintaktis. Sintak dan morfologi dari bahasa itu bisa saja memiliki inovasi lokal sendiri yang tidak diturunkan dari bahasa orang tuanya.

Penelitian terhadap bahasa creole diseluruh dunia telah menjelaskan bahwa mereka memiliki kesamaan yang luar biasa dalam tatabahasa dan berkembang secara seragam dari pidgin dalam satu generasi. Kesamaan ini jelas kelihatan walaupun creole tidak memiliki sumber yang sama. Sebagai tambahan, creole memilki kesamaan walaupun terbentuk dalam isolasi yang berbeda satu dengan yang lain. Kesamaan sintak termasuk urutan kata dalam Subjek-KataKerja-Objek (SVO). Bahkan bila creole berasal dari bahasa dengan urutan kata yang berbeda mereka sering berkembang menjadi urutan SVO. Creole condong memiliki kesamaan penggunan pola untuk klausa yang pasti dan tak pasi, dan memiliki aturan perubahan untuk struktur kalimat walaupun bahasa asalnya tidak ada. [17]

Skenario pada evolusi bahasa

Semua manusia memiliki bahasa. Ini termasuk populasi, seperti Tasmanian dan Andamanese, yang telah terisolasi dari benua Old World selama 40.000 tahun lebih.

Linguistik monogenesis adalah hipotesis bahwa ada sebuah proto-bahasa, terkadang disebut dengan proto-manusia, dimana semua vokal pada bahasa yang diucapkan oleh manusia diturunkan. (Hal ini tidak berlaku pada bahasa isyarat, yang diketahui muncul secara tersendiri.)

Berdasarkan hipotesis Out of Africa, semua manusia yang hidup sekarang adalah turunan dari Mitochondrial Eve, dari seorang wanita yang hidup di Afrika sekitar 150.000 tahun lalu. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa bahasa Proto-Manusia ada berkisar pada periode yang sama. [46] Juga ada klaim bahwa kemacetan populasi, dikarenakan teori bencana Toba, yang berdalil bahwa populasi manusia pada suatu waktu sekitar 70.000 tahun lalu berjumlah dibawah 15.000 atau bahkan 2.000 orang. [47] Bila hal tersebut benar-benar terjadi, kemacetan tersebut merupakan kandidat yang bagus untuk penanggalan Proto-Manusia, yang juga menggambarkan fakta bahwa Proto-Manusia tidak diperlukan untuk munculnya bahasa pertama.

Hipotesis multiregional mengharuskan bahwa bahasa modern berkembang secara tersendiri di semua benua, sebuah dalil yang dianggap masuk akal oleh pendukung monogenesis. [48] [49]

Lihat juga

Catatan

  1. ^ Tallerman, Maggie; Gibson, Kathleen (2011). The Oxford Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0199541116, 9780199541119 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  2. ^ Para ahli bahasa setuju bahwa tidak ada bahasa "primitif" yang masih eksis hingga kini: semua populasi manusia modern menggunakan bahasa yang sama kompleksnya dan kuat secara ekspresif. Pinker, Steven (2004) Language as an Adaptation to the Cognitive Niche In: Christiansen, Morton H.; Kirby, Simon (2004). Language Evolution. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0199244839, 9780199541119 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  3. ^ Lindsay, Robert (1728). The history of Scotland: from 21 February 1436. to March, 1565. In which are contained accounts of many remarkable passages altogether differing from our other historians; and many facts are related, either concealed by some, or omitted by others. Baskett and company. hlm. 104. 
  4. ^ Linguistics 201: First Language Acquisition
  5. ^ Premack, David & Premack, Ann James. The Mind of an Ape , ISBN 0-393-01581-5.
  6. ^ Kimura, Doreen (1993). Neuromotor Mechanisms in Human Communication. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505492-7. 
  7. ^ Newman, A. J.; et al. (2002). "A Critical Period for Right Hemisphere Recruitment in American Sign Language Processing". Nature Neuroscience. 5 (1): 76–80. doi:10.1038/nn775. PMID 11753419. 
  8. ^ Kolb, Bryan, and Ian Q. Whishaw (2003). Fundamentals of Human Neuropsychology (edisi ke-5th). Worth Publishers. ISBN 978-0716753001. 
  9. ^ Soma, M., Hiraiwa-Hasegawa, M., & Okanoya, K. (2009). "Early ontogenetic effects on song quality in the [[Bengalese finch]] (Lonchura striata var. domestica): laying order, sibling competition and song sintax" (PDF). Behavioral Ecology and Sociobiology. 63 (3): 363–370. doi:10.1007/s00265-008-0670-9.  Konflik URL–wikilink (bantuan)
  10. ^ Graham Ritchie and Simon Kirby (2005). "Selection, domestication, and the emergence of learned communication systems" (PDF). Second International Symposium on the Emergence and Evolution of Linguistic Communication. 
  11. ^ Ursula Goodenough (February 5, 2010). "Did We Start Out As Self-Domesticated Apes?". http://www.npr.org.  Hapus pranala luar di parameter |newspaper= (bantuan)
  12. ^ Mammadov J.M.: New system of language, thinkings and reality
  13. ^ Kazimov Q.Sh.: Language and History
  14. ^ Kazimov Q.Sh., Mamedov M.B.: Azerbaijan Linguistic School
  15. ^ Gnatyuk R.V.: Azerbaijan Linguistic School
  16. ^ a b Freeman, Scott; Jon C. Herron. , Evolutionary Analysis (4th ed.) , Pearson Education, Inc. (2007) , ISBN 0-13-227584-8 pages 789-90
  17. ^ a b c d e Diamond, Jared (1992, 2006). The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal. New York: Harper Perennial. hlm. 141–167. ISBN 0060183071. 
  18. ^ Wade, Nicholas (2006-05-23). "Nigerian Monkeys Drop Hints on Language Origin". The New York Times. Diakses tanggal 2007-09-09. 
  19. ^ Aronoff, Mark; Rees-Miller, Janie, ed. (2001). The Handbook of Linguistics. Oxford: Blackwell Publishers. hlm. 1–18. ISBN 1405102527. 
  20. ^ Fitch, W. Tecumseh. "The Evolution of Speech: A Comparative Review" (PDF). Diakses tanggal 2007-09-09. 
  21. ^ Ohala, John J.. (2000). The irrelevance of the lowered larynx in modern man for the development of speech. In Evolution of Language - Paris conference (pp. 171-172).
  22. ^ Bickerton, Adam's Tongue (2009).
  23. ^ Olson, Steve (2002). Mapping Human History. Houghton Mifflin Books. ISBN 0618352104. Any adaptations produced by evolution are useful only in the present, not in some vaguely defined future. So the vocal anatomy and neural circuits needed for language could not have arisen for something that did not yet exist  line feed character di |quote= pada posisi 193 (bantuan)
  24. ^ Ruhlen, Merritt (1994). Origin of Language. New York, NY: Wiley. hlm. 3. ISBN 0471584266. Earlier human ancestors, such as Homo habilis and Homo erectus, would likely have possessed less developed forms of language, forms intermediate between the rudimentary communicative systems of, say, chimpanzees and modern human languages 
  25. ^ [[en:Steven Mithen|Mithen, Steven J.]] (2006). The Singing Neanderthals: The Origins of Music, Language, Mind, and Body. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 0-674-02192-4.  Periksa nilai |author-link1= (bantuan)
  26. ^ Mithen, Steven (2006). The Singing Neanderthals, ISBN 978-0-674-02559-8
  27. ^ Jungers, William L.; et al. (2003). "Hypoglossal Canal Size in Living Hominoids and the Evolution of Human Speech" (PDF). Human Biology. 75 (4): 473–484. doi:10.1353/hub.2003.0057. PMID 14655872. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-12. Diakses tanggal 2007-09-10. 
  28. ^ DeGusta, David; et al. (1999). "Hypoglossal Canal Size and Hominid Speech". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 96 (4): 1800–1804. doi:10.1073/pnas.96.4.1800. PMC 15600 . PMID 9990105. Hypoglossal canal size has previously been used to date the origin of human-like speech capabilities to at least 400,000 years ago and to assign modern human vocal abilities to Neandertals. These conclusions are based on the hypothesis that the size of the hypoglossal canal is indicative of speech capabilities. 
  29. ^ Johansson, Sverker (2006). "Constraining the Time When Language Evolved" (PDF). Evolution of Language: Sixth International Conference, Rome: 152. doi:10.1142/9789812774262_0020. Diakses tanggal 2007-09-10. Hyoid bones are very rare as fossils, as they are not attached to the rest of the skeleton, but one Neanderthal hyoid has been found (Arensburg et al., 1989), very similar to the hyoid of modern Homo sapiens, leading to the conclusion that Neanderthals had a vocal tract similar to ours (Houghton, 1993; Bo¨e, Maeda, & Heim, 1999). 
  30. ^ a b Klarreich, Erica (April 20, 2004). "Biography of Richard G. Klein". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 101 (16): 5705–5707. doi:10.1073/pnas.0402190101. PMC 395972 . PMID 15079069. Diakses tanggal 2007-09-10. 
  31. ^ Klein, Richard G. "Three Distinct Human Populations". Biological and Behavioral Origins of Modern Humans. Access Excellence @ The National Health Museum. Diakses tanggal 2007-09-10. 
  32. ^ Schwarz, J. http://uwnews.org/article.asp?articleID=37362
  33. ^ Wolpert, Lewis (2006). Six impossible things before breakfast, The evolutionary origins of belief. New York: Norton. hlm. 81. ISBN 0393064492. 
  34. ^ Krause (2007). Current Biology. 17 (21). doi:10.1016/j.cub.2007.10.008 http://www.cell.com/current-biology/abstract/S0960-9822%2807%2902065-9.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  35. ^ Minkel, J. R. (2007-07-18). "Skulls Add to "Out of Africa" Theory of Human Origins: Pattern of skull variation bolsters the case that humans took over from earlier species". Scientific American.com. Diakses tanggal 2007-09-09. 
  36. ^ Klein, Richard. "Three Distinct Populations". Diakses tanggal 2007-11-10. You've had modern humans or people who look pretty modern in Africa by 100,000 to 130,000 years ago and that's the fossil evidence behind the recent "Out of Africa" hypothesis, but that they only spread from Africa about 50,000 years ago. What took so long? Why that long lag, 80,000 years? 
  37. ^ Hauser 2002.
  38. ^ Gentner, Timothy Q.; Fenn, Kimberley M.; Margoliash, Daniel; Nusbaum, Howard C. (27 April 2006). "Recursive syntactic pattern learning by songbirds" (PDF). Nature. 440 (7088): 1204–1207. doi:10.1038/nature04675. PMC 2653278 . PMID 16641998. 
  39. ^ Everett, Daniel L. (August–October 2005). "Cultural Constraints on Grammar and Cognition in Pirahã: Another Look at the Design Features of Human Language" (PDF). Current Anthropology. 46 (4): 634. 
  40. ^ Joseph Jordania (2006). Who Asked the First Question? The Origins of Human Choral Singing, Intelligence, Language and Speech. Tbilisi: Logos. ISBN 99940-31-81-3. 
  41. ^ Bolinger, Dwight L. (Editor) 1972. Intonation. Selected Readings. Harmondsworth: Penguin, pg.314
  42. ^ Cruttenden, Alan. 1986. Intonation. Cambridge: Cambridge University Press. Pg.169-174
  43. ^ S. Carey, Mind Lang. 16, 37 (2001)
  44. ^ Hauser, Chomsky, Fitch, Science, Vol. 298, No. 5598 (Nov. 22, 2002), p. 1577
  45. ^ "A Linguistic Big Bang". The New York Times. 
  46. ^ Ruhlen, Merritt (1996). "Language Origins". National Forum. Diakses tanggal 2007-11-10. 
  47. ^ Whitehouse, David (2003-06-09). "When Humans Faced Extinction". BBC News Online. Diakses tanggal 2007-11-10. 
  48. ^ Wade, Nicholas (2003-07-15). "Early Voices: The Leap to Language". The New York Times. Diakses tanggal 2007-09-10. 
  49. ^ Sverker, Johansson. "Origins of Language — Constraints on Hypotheses" (PDF). Diakses tanggal 2007-09-10. 

Referensi


Tautan Luar

Templat:Animal language

..